sepucuk surat yang tak pernah dikirim (end)

4K 533 45
                                    

      Malam itu, malam di mana Jaemin dan Jeno berkencan, malam saat kedua insan itu tengah saling berbagi hangatnya asmara, ada sepucuk surat bernoda air mata yang tertulis untuk sang pujaan.

Renjun tak bisa berhenti menangis setelah sampai di kamarnya, sepulang sekolah. Semua sudah berakhir. Cinta pertamanya, satu-satunya, telah berakhir.

Dan malam itu, saat kesedihannya kelewat meluap, ia menarik secarik kertas putih, lantas menuangkan seluruh gundah ke atasnya.

Air matanya malah semakin menderas saat ia menulis surat itu. Tetesannya membasahi kertas putih, membuat tinta di atasnya sedikit luntur.

Huang Renjun seharusnya mengerti. Ia tidak boleh menaruh hati pada Lee Jeno.

Tetapi, apakah itu salah Renjun? Renjun tidak tahu bahwa mereka akan bertemu beberapa tahun kemudian dengan Jeno sebagai calon kekasih dari sahabatnya.

Tangannya gemetar, terus mencoba meluapkan seluruh sendunya ke atas kertas itu, meski sebenarnya, surat itu tak akan pernah dikirim.

***

Hallo, Jeno?

Ini aku, Huang Renjun. Mungkin kau mengenalku sebagai salah satu sahabat Jaemin.

Aku tak bisa menuliskan betapa bahagianya aku bisa melihatmu bersama Jaemin. Aku senang, sahabatku jatuh cinta pada orang yang tepat.

Begitu juga senangnya aku, mengetahui kau jatuh cinta pada orang yang pantas.

Mungkin kau tak akan pernah ingat akan siapa aku. Kau pun seolah abai akan jati diri Huang Renjun.

Tidak mengapa. Itu tidak penting.

Meski bagiku, itu adalah seluruh semesta. Kau adalah semestaku.

Bertahun lalu, kita pernah masuk ke dalam satu kelompok yang sama. Untuk tugas sekolah.

Saat itu, kau dengan pipi bulatmu yang kemerahan, menyita perhatianku.

Kerling matamu, merupakan penyemangatku.

Senyummu yang begitu tulus, memanah jauh hingga aku jatuh ke dalam jurang rasa, kepadamu.

Kita terpisah. Aku hanya bisa melihatmu dari jauh.

Namun kita dipertemukan kembali.

Tidak, kita tidak bersatu.

Aku hanya duduk di kursiku, melihatmu dan sahabatku merajut kasih. Kita tidak sejauh dahulu.

Tetapi kenapa rasanya lebih menyakitkan daripada dahulu?

Pipimu yang kemerahan karena terlalu senang berada di dekat Jaemin, menghancurkan harapanku.

Kerling matamu karena melirik tawa Jaemin yang indah, merupakan alasan air mataku seolah tak bisa kering.

Dan senyumanmu, satu-satunya senyumanmu yang paling indah yang pernah kulihat, bukanlah untukku.

Dan itu mematahkan hatiku, Jeno-ya.

Tetapi, aku tidak apa-apa.

Karena aku tahu, pada kisah cinta ini,

bukanlah aku tokoh utamanya.

Mungkin suatu hari, suatu hari aku akan bisa jatuh cinta dan dicintai kembali.

Tetapi untuk sekarang, biarkan aku memeluk angan bersamamu, dalam mimpi-mimpiku.

22-xx-201x.

Sahabat kekasihmu,

Huang Renjun.

***

Sampai jumpa di buku kedua!

Beri saya kritik dan saran, juseyo. Di private message juga gapapa kok.

Terima kasih sudah membaca 💕

Sepucuk Surat Yang Tak Pernah Dikirim [Jeno x Renjun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang