Naruto bersidekap di depan televisi layar datar. Keningnya mengerut, mencoba mencerna berita terkini yang disampaikan presenter acara breaking news. Begitu seriusnya sampai tak menyadari Hinata mendekat.
"Naruto-kun sedang menonton apa, sih, serius begitu? Sampai lupa duduk." Hinata terkekeh kecil melihat kelakuan kekasihnya.
"Katanya ada penyakit baru, kau sudah tahu?" Tanya Naruto tanpa mengalihkan atensinya.
Hinata mendekap si lelaki pirang yang masih saja fokus pada televisi. "Oh itu, virus corona, kan?"
Naruto buru-buru menoleh. "Kau sudah tahu?"
"Tentu saja. Aku, kan, seorang dokter Naruto-kun." Katanya sebal. Apa Naruto meragukan keprofesionalannya?
Melihat kekasih cantiknya merengut, Naruto terkekeh. Ia mencubit gemas pipi tembam gadis itu. "Iya-iya, kau memang dokter hebat Hime."
Hinata tersenyum. Masih sambil mendekap tubuh Naruto, ia menyandarkan kepalanya di dada bidang si pria. Menikmati degup jantung yang konstan, hidup. "Makan malamnya sudah siap. Aku memanggilmu dari tadi, tapi rupanya kekasihku ini sedang terpaku pada presenter cantik di televisi." Keluh Hinata manja. Tangannya memainkan kancing-kancing kemeja Naruto.
Naruto tersenyum. Tangannya mengelus rambut panjang Hinata. "Habisnya presenter di tv itu cantik, sih."
Mendengar hal itu, Hinata menggigit Naruto brutal. "Awwww! Astaga Hinata!" Aduhnya. "Kenapa menggigitku?"
"Karena Naruto-kun menyebalkan!" Sahutnya galak. "Pacaran saja sama tv!"
Hinata berlalu. Menghentak-hentakkan kakinya sampai dapur. Dengan pipi menggembung lucu, ia mengambil piring dan mengisinya dengan nasi banyak-banyak.
Naruto menyusul sambil tertawa. Pacarnya itu memang sangat menggemaskan jika sedang sebal. "Yakin, nih? Tidak akan menyesal kalau aku betulan pergi?"
Hinata tidak merespon. Gadis itu malah melahap potongan besar kaarage dalam sekali suap. Sumpit besinya beradu kasar dengan mangkuk keramik. Mencipta denting-denting berisik yang menggema di dapur apartemen Naruto.
"Haaah.. ya sudaaah." Naruto menghela napas panjang. Bangkit berdiri dari kursi makan, "Pertama-tama aku akan mencari nomor teleponnya, lalu mengajak presenter cantik itu makan malam. Kurasa secepat mungkin PDKT tidak buruk juga."
Lelaki itu melangkah santai. Tidak menoleh sama sekali pada Hinata yang mendelik kesal. "Issh.. dasar buaya darat! Aku kan cuma menyuruhnya untuk pacaran sama televisi, bukannya malah betul-betul berkencan dengan presenter itu. Dasar, cari-cari kesempatan!" Hinata mencak-mencak. Telur gulung di piringnya jadi sasaran kekesalan sampai tak berbentuk. Tercincang-cincang bak korban mutilasi.
Naruto menyeringai. Hobinya memang mengerjai gadis manis itu.
"Huh, laki-laki dimana-mana sama saja! Lihat yang lebih bening sedikit langsung berpaling." Hinata berdiri, mencuci tangannya di wastafel. "Silakan saja kalau Naruto-kun mau berkencan dengan gadis manapun. Aku juga bisa, kok." Ujarnya ketus. Berlalu meninggalkan Naruto yang menganga di tempat.
Apa Hinata menanggapi candaannya kelewat serius? Hey, demi apapun, Naruto tidak akan pernah punya niatan main serong! Hinata sudah sangat memuaskan lahir batin. Bisa mati dia kalau Hinata benar-benar minggat dari hidupnya.
"He-hey, Hime, tunggu!" Naruto mencekal tangan kekasihnya yang berniat pergi. "Jangan pergi sayang. Aku hanya bercanda."
Hinata bergeming. Berbalikpun enggan.
"Hime.." bujuk Naruto. Ia memutar tubuh Hinata agar menghadapnya. "Aku hanya bercanda. Jangan marah begini, ya?"
Hinata melarikan pandangannya dari biru safir Naruto. "Aku tau aku kalah cantik, kalah seksi. Kalau Naruto-kun sudah bosan, aku bisa apa?" Gumamnya sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
nCoV : Novel CoronaVirus
FanfictionDunia digemparkan dengan adanya virus baru mematikan. Ribuan orang tumbang di jalanan. Mereka yang sehat hidup dalam bayang-bayang kematian. Harus ada yang pergi untuk menyelamatkan. Kesehatan bukan hal mudah untuk didapatkan. #naruhina #2019nCoV