Masyarakat atau Pemerintah yang salah?

20 1 0
                                    

Pemerintah selalu berebut mencari pendapatan daerah dengan selalu menghalalkan segala cara, seperti dengan mudah memberikan perizinan untuk pembangunan, baik residensil, komersil, ataupun industril. Memang tidak dapat dipungkiri, dengan masuknya investor yang melakukan pembangunan di suatu daerah, tentu akan meningkatkan pendapatan suatu daerah. Pun tingkat pengangguran, lambat laun akan menurun seiring dengan bertambahnya lapangan kerja yang dibangun oleh investor yang didatangkan oleh pemerintah itu.

Yang menjadi fatal adalah pembangunan semua itu, dipusatkan di salah satu daerah. Dengan kata lain, pemerintah melakukan pemusatan pembangunan ekonomi. Hal tersebut menjadi daya tarik bagi masyarakat desa yang merasa pendapatannya dari hasil bertani dan berkebun tidak cukup untuk membiayai kehidupannya, melakukan urbanisasi ke daerah tersebut. Imbasnya, daerah yang dipusatkan itu pada awalnya bisa mengatasi pangangguran, harus kembali lagi mengalami masalah pelonjakan pengangguran akibat banjirnya urbanisasi yang sangat deras karena tergiur gaji serta pendapatan yang lebih besar. Dan pada akhrinya, pemerintah kembali dituntut untuk membuka lapangan kerja yang baru dan lebih besar. Tiba pada akhirnya, pemukiman, bangunan komersial, serta industri semakin merebak pembangunannya.

Permasalahan ini memang seperti segitiga phytagoras, saling terkait dan keterikatan.

Untuk saat ini, sudah dirasa pelik untuk mengatasi semua permasalahan itu. Bahkan timbul permasalahan dari permasalahan itu, yaitu kemacetan, tingkat kriminalitas yang tinggi, potensi banjir yang riskan, serta permasalahan lainnya. Masyarakat Indonesia yang masih kurang dengan edukasi, selalu mengkambinghitamkan pemerintah. Padahal apabila ditinjau dari mata logika, kesalahan ada dari kedua belah pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Jika saja pemerintah dan masyarakat bisa menahan ego masing-masing, mungkin tidak akan muncul permasalahan.

Inti dari permasalahan semua itu, adalah mental lemah serta ego masyarakat Indonesia yang masih tinggi.

Baik saya berikan sedikit gambaran ...

Pada dasarnya, alam Ibu Pertiwi telah memberikan kecukupan untuk kehidupan masyarakat Indonesia. Semua terbagi rata, tidak ada yang lebih ataupun kurang. Yang selalu menjadi permasalahan dalam masyarakat kita, adalah selalu merasa kurang dengan apa yang ia miliki. Hingga akhirnya, eksploitasi alam, invasi wilayah, bahkan agresi kepemilikan masyarakat Indonesia secara tidak sadar sering melakukannya.

Disini saya sedang berbicara dalam cakupan daerah regional hingga nasional saja.

Pemerintah tidak bisa sepenuhnya kita salahkan, karena pada akhirnya pemerintah hanya merealisasikan apa yang kita aspirasikan. Itulah resiko jika kita hidup bernegara.

Budaya kita yaitu hidup di desa, lambat laun mulai terkikis seiring dengan perkembangan globalisasi yang merebak di daerah perkotaan. Memang, arus globalisasi tidak bisa ditahan kedatangannya. Mau tidak mau, kita harus menerima dengan datangnya globalisasi. Permasalahannya, globalisasi hanya dipusatkan di satu daerah saja. Jika saja, globalisasi dialirkan merata sampai masuk ke pedesaan yang bisa terbilang tertinggal, mungkin permasalahan sedemikian rupa tidak akan terlalu merebak.

Terakhir, dengan keadaan yang semakin rumit ini, mengapa kita tidak kembali ke desa, mengembangkan globalisasi di desa, serta memajukan taraf kehidupan di desa. Merasa cukuplah dengan apa yang telah ada di desa. Dan pemerintah melakukan pembangunan secara merata, tidak terkecuali daerah manapun.

Pada akhirnya, hidup akan kembali normal seperti biasanya. Lingkungan dan alam tidak terganggu posisinya. Dan dengan sendirinya, karakter masyarakat Indonesia akan kembali pada nenek moyangnya.

MIND - PERCEPTIONWhere stories live. Discover now