[0.00 : Never Go]

3.7K 89 25
                                    

-Typo's-

5 Agustus XXXH

Mentari sudah terbit di ufuk timur, menampakan cahayanya dengan senyum merekar. Kicauan burung dan rengekan ayam sudah terdengar sedari tadi.

Keadaan diluar sangat hangat, tidak terlalu panas ataupun dingin. Para tumbuhan seakan bernyanyi menyambut hari bahagia? Embun pagi menghiasi setiap tumbuh tumbuhan. Udara yg sejuk serta hangat pagi hari, ini menyenangkan

Tapi tidak dengan rumah ini, rumah yg seperti tak berpenghuni. Rumah indah nan megah, tapi seperti tak ada tanda tanda kehidupan disana, udara yg panas namun terkalahkan dengan aura dingin rumah itu, sangat mengalahkan.

Seorang remaja berumur 14 tahun merenggangkan ototnya, kedua tangannya mengucek ucek mata kanan kirinya. Masih dengan mengumpulkan nyawanya ia duduk ditepi ranjang.

Melihat kesebelah kiri, dia tersenyum kecil. Ada adiknya masih tidur dengan tenang, seperti tak ada gangguan. Well, hari Minggu iti tak boleh di sia siakan, iyakan?

Dirasa nyawanya sudah kembali ia mengambil handuk dan bergegas ke kamar mandi. Selesai dengan ritual kamar mandi dan urusannya ia turun kebawah.

Remaja itu adalah Fateh, aku yakin kalian tau dari awal, iyakan? Ngaku. Sampai dibawah, ia melihat keadaan yg benar benar tak enak dipandang.

Bagaimana tidak? Rumah ini sangat sepi, hanya ada sang kakak Sajidah yg memasak dan Thariq yg berada di meja makan memainkan handphonenya.

Fateh duduk di hadapan sang kakak seperti biasa, dingin, acuh, tak peduli, seaka tidak ada orang. Alasan tersendiri, ia punya alasannya. Sungguh, ia juga tak mau bersikap seperti ini.

Ia mengambil roti yg ada dihadapan kakak atau abang(?) Nya seakan tidak ada siapapun, lalu mengoles selai dan memakannya. Thariq yg melihat itu hanya diam, mencuri curi pandang apa yg tengah dilakukan adiknya

Ia tersenyum kecil, adik kecilnya sudah besar ya? Biasanya ia akan merengek minta di buatkan makanan atau apapun itu. Sajidah datang dan langsung duduk dihadapan Fateh, tepat dikiri Thariq.

Sajidah menaruh beberapa makanan dengan sedikit malas "Gimana sekolahnya?" Tanya Sajidah sekedar basa basi dengan senyum yg tepancar di wajahnya. Fateh mendongak, melihat senyuman sang kakak dengan kagum. Lantas ia tersenyum dan melanjutkan makannya

"Seperti biasa, gk ada yg menarik." Jawabnya santai, Thariq menaruh handphonenya lalu melipat kedua tangannya, netranya menatap Fateh intens. Sedangkan Sajidah memakan makanannya, ia sudah menyiapkan banyak makanan entah dimakan atau tidak.

Fateh yg merasa ditatap menatap balik Thariq, sebelah alisnya terangkat dengan mulut penuh roti "Kenapa gk jadi ketua osis aja?" Tanya Thariq lalu menarik piring berisi makananya. Sedangkan Fateh meneguk susunya

Sajidah masih diam dengan makananya, bingung harus mengobrol dari mana. Jujur sudah lama mereka tak berbicara seperti ini. "Gk mau, sumpah gk mau." Jawab Fateh lalu terkekeh pelan, Thariq dan Sajidah hanya tersenyum kecil

"Kenapa gitu?" Tanya Sajidah penasaran. Masih sibuk dengan makanannya masing masing. Fateh menggeleng masih dengan kekehannya "Fateh kan siswa bandel, kalau jadi ketua osis bisa bisa temen temen Ateh, Ateh bebasin cuma cuma." Jawabnya santai mengundang tawa

Sajidah meneguk minumannya setelah dirasa lelah tertawa "Lagian, kamunya aja bandel. Masa iya kepala guru kamu tumpahin oli ari lantai dua?" Kata Sajidah lalu kembali tertawa

Fateh mengusap mulutnya yg sedikit celemotan, detik berikutnya ia melipat kedua tangannya di dada. "Serius Fateh gk tau, Fateh lagi benerin pintu yg macet pake oli, terus si Iqkey nyenggol tangan Fateh jatoh deh kebawah." Jelasnya, Thariq dan Sajidah kembali tertawat

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gen Halilintar With Fateh HalilintarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang