Part 1. kamu siapa?

6 1 0
                                    

Jika kamu sering berasumsi cewek berkacamata itu pintar, salah besar. Kacamata bukan ciri seorang itu pintar atau jenius, mereka hanya peduli dengan penglihatan dan memakai kacamata -- meski itu sering kali membuat hidungnya seperti tersengat listrik kecil.

Orang bodoh-- ah bukan, maksudnya orang yang kurang paham akan pelajaran, biasanya mereka termasuk golongan orang yang dominan otak kanan dibandingkan otak kiri. Ya, mereka yang tak pandai dengan pelajaran, cenderung lebih aktif dengan emosional, seni dan kreativitas. Mereka yang memiliki otak kanan lebih cepat akrab dengan kepribadian ekstrovert. Tapi, tidak semua yang memiliki otak kanan mudah bergaul atau pun memiliki kecintaan terhadap seni. Bahkan nada bicara pun tak pernah menggunakan seni.

Richa Camella. Dia cewek berkacamata, tak pandai dalam pelajaran, tidak tahu mengenai seni dan hidupnya yang selalu menyendiri. Wajahnya selalu terlihat suram, bagai langit malam yang dihiasi aungan srigala. Becanda deng. Wajah polosnya yang cantik dan bibirnya yang mungil selalu tertunduk, bagai wajah yang memili jerawat akut. Becanda deng. Wajah dia bersih dan halus. Panggilan namanya Icha, yang selalu mendapat rangking pararel ke 945 dari 945 siswa. Entah apa yang merasukinya, bahkan orang tua Icha menyediakan les privat untuk anak kesanyangannya. Tetap saja, tak satu pun dari mereka yang berhasil membuat Icha naik rangking-setidaknya menjadi 944 dari 945 siswa.

Hingga suatu hari, cowok ganteng, famous, pintar, mudah bergaul tak sengaja menumpahkan minumannya ke baju Icha. Cowok itu berusaha meminta maaf, bahkan sampai sujud syukur. Eh maksudnya sampai membungkukan badan ala orang Jepang. Bukannya tersipu atau langsung memaafkan karena dia ganteng. Icha malah meninggalkan cowok itu tanpa berkata apa pun. Mungkin dia marah. Masa sih?!

Cowok itu terbengong menatap kepergian Icha. Dalam hati ia bergumam apa dirinya tidak keren? Apa cewek itu buta? Kenapa sama sekali tidak merasa gugup atau tersipu. Malah ciwi-ciwi yang lewat dan sengaja berhenti untuk mengaguminya.

Raja, bukan julukan untuk dirinya. Itu adalah nama yang diberikan ayahnya. Katanya biar dia jadi raja beneran. Lalu, ada cowok satunya yang dari tadi mengikuti Raja - Rangga - menepuk-nepuk punggung Raja

"Sudahlah, cewek itu memang susah diajak ngobrol. Lo tau gak rumor kalau dia punya ilmu dukun?" Kata Rangga, disertai anggukan Adit. Teman Raja.

"Tapi gue harus minta maaf. Lagian itu salah gue. Btw, bukannya dia seangkatan sama kita ya?" Tanya Raja pada mereka.

"Yap betul. She is Richa, dari kelas twelve C yang faktanya berada di ranking pararel 945 dari 945 siswa." Kata Adit, cowok yang so inggris, tapi emang pinter inggris sih. Keahliannya selain berbahasa inggris adalah cepatnya informasi atau tepatnya gosip yang masuk padanya. Dia cowok ganteng mampu bersaing dengan Raja dibidang akademi maupun popularitas, tidak heran kalau banyak penggemarnya di tiap kelas. Jadi dia bisa dengan mudah mendapat informasi apa pun, kapan pun dan dimana pun.

"Dia bodoh atau apa? Biasanya cewek yang berkacamata itu pinter. Ah percuma kalau cewek cantik, polos, berkacamata tapi otaknya kosong." Kata Heru. Dia dikenal sebagai cowok yang suka nyinyir orang dengan perkataan pedas, tanpa perduli dengan pesaraan mereka. Dia orang tampan sekaligus terkaya se Jakarta. Papanya businessman dan memiliki perusahaan dibeberapa tempat.

"Pulang sekolah. gue nanti minta maaf dah" Kata Raja. Cowok tampan, terkenal seantero sekolah, kapten sepak bola, badan atletis, pintar dalam segala hal. Hanya saja, dia orangnya tidak sabaran. Pernah sekali saking buru-burunya agar tidak terlambat sekolah, dia menggedor kamar mandi rumah Adit dan menarik paksa untuk segera berangkat. Alhasil. Itu kejadian yang membuat Adit malu semalu malunya karena hanya memakai boxer dengan kaos ke sekolahnya. Padahal masih jam setengah 7.

***

"Heh kacamata. Ada yang nungguin lo di pintu." Teman sekelasnya memanggil Icha dengan sebutan kacamata dan memperlakukannya seperti bukan teman. Ini adalah sekolah internasional, mereka hanya mementingkan gaya, kepintaran dan popularitas. Seringkali Icha mendapat perlakuan jahil selama 2 setengah tahun terakhir ini. Icha hanya terdiam, tak menyahut. Icha tak peduli siapa yang ingin menemuinya. Paling juga orang yang ingin menjahilinya. Icha meletakan bekal diatas meja.

"Wah.. tiap hari gak bosen tuh bawa bekel mulu? Miskin kali ya?" Kata Rara, teman di sebelahnya.

"Masa sih Ra? Dia tiap hari ke sini naik mobil, kinclong lagi. Terus mahal banget buat masuk ke sini." Kata Sarah, teman sebangku Rara.

Icha tak memperdulikan mereka yang berbicara buruk tentangnya. Icha menikmati makanan yang selalu dibawanya. Hingga dirinya menyadari seisi kelas benar-benar hening dari yang tadi sangat berisik. Icha masih bingung, dalam hati ia melihat jam dan masih jam istirahat. Mungkin ia pikir telinganya congean, jadi budek. Dan Icha tak Perduli.

"Lo duduk sendiri?" Icha baru sadar. Suara keheningan itu bukan berasal dari telinganya yang budek. Tapi ada seseorang yang duduk di sampingnya. Padahal kursi itu ada arwah gentayangan -kata si tukang gosip-

Icha melihat cowok berabut hitam rapi dan alis tebal menatapnya. Dengan cepat, Icha menundukan wajahnya menatap makanan.

"Sebenernya gue masih belum tenang kalau lo belum maafin gue. Sebagai tanda maaf dan teman. Gue beliin lo cokelat. Terima ya."

Keadaan kelas masih hening. Icha mengorek lubang telinganya dengan jari telunjuk, kali aja ada tai yang nyangkut. Dia tidak salah dengar ada cowok yang ngajaknya berteman. Meskipun menurutnya dia gak ganteng sama sekali.

"Kamu siapa?" Itulah yang pertama kali keluar dari mulut Icha.

"Oh maaf. Kenalin nama gue Raja. Gue anak kelas 12 A."

"Oh. Aku gak kenal." Singkat Icha. Raja sempat terkejut, dia kira tak ada seorang pun yang tak kenal dirinya. Ternyata perkiraannya salah. Cewek aneh yang sedang diajaknya bicara tak mengenalinya- atau sebenernya kenal, tapi tidak ingin mengenal.

"Lo mau gak jadi temen gue?" Tanya Raja. Icha meletakan kertas yang selalu dibawanya kemana-mana. Raja membaca tulisannya. MAAF, AKU TIDAK BUTUH TEMAN. MEREKA MENYUSAHKAN! Raja semakin terkejut. Pantas saja tidak ada orang yang mendekatinya, dia sangat dingin dan kejam.

"Soal baju tadi, gue minta maaf. Itu gak sengaja. Mau pulang bareng? Gue bawa motor." Entah kenapa Raja semakin tertarik mengajaknya bicara. Icha melihat ke jendela- lebih tepatnya langit yang mendung.

"Aku dijemput pakai mobil." Katanya.

Pelan, tapi sangat menyakitkan. Raja mengela nafas pelan. Tapi, ia bersikeras akan mengantarnya pulang dan meninggalkan cokelat sebagai tanda maaf dan berteman. Raja berpamitan pada Icha akan kembali ke kelasnya. Setelah Raja keluar, seluruh kelas menjadi heboh. Bagaimana bisa sibisu berkata pada sibudek kalau di buta melihat silumpuh berjalan. Banyak yang bengerumuni dan bertanya siapa sebenernya Raja bagi Icha. Kenapa cewek se aneh Icha, bisa diajak kenalan sama cowok se terkenal Raja?..

***

Udara dingin dan hujan yang menusuk-nusuk kulitnya tak menyulutkan tekadnya untuk pulang bareng dengan Icha. Raja tak pernah menarik kata-katanya. Janji adalah janji. Raja menunggunya di gerbang sekolah, ia tak berniat turun dari motor untuk berteduh. Matanya menyorot pada cewek-cewek yang baru pulang dengan payungnya.

"Si Raja jadi gini, why?" Tanya Adit pada Rangga yang memerhatikan Raja di tempat yang aman dari hujan.

"Emangya si Raja itu so jadi cowok. Sakit baru tau rasa." Lanjut Heru kesal.

Hai, Richa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang