BAB 1

68 3 0
                                    

Cuaca mendung sedari pagi membuat para penghuni Rumah Kost 2 lantai yang didominasi dengan warna abu, putih, dan kuning tersebut tampak lenglang, sepi dari kegiatan pagi yang biasanya cukup menjadi alarm bagi para sebagian perempuan yang kesulitan membuka mata untuk menjalani pagi hari sesegera mungkin, entah karna terlalu lelah dihari sebelumnya, atau memang mereka sangat betah menempel dengan kasur.

Itu yang Dilara rasakan. Ia menjadi ketar-ketir ketika mengetahui waktu telah menunjukan pukul enam lebih 30 menit. Kebiasaan susah bangun tidur ditambah lelah karna aktifitas dikantor membuat Dilara acap kali terlambat untuk bersiap-siap dipagi hari, ia menyetel alarm hanya untuk menunaikan ibadah kemudian kembali melanjutkan tidur dan biasanya akan ada yang membangunkan dirinya dengan menggedor-gedor pintu yang menurutnya sebagai alarm kedua dari tetangga.

Dilara yakin orang yang menggedor-gedor pintunya kemungkinan besar merasa kasihan jika teman satu Rumah Kostnya ini terlambat masuk kantor, sungguh baik sekali hatinya. Namun sepertinya orang baik hati itu tidak berada di Rumah Kost hari ini. Atau mungkin sedari kemarin.

Dilara menyingkirkan pemikiran itu sementara, karna ia harus segera mengantri di kamar mandi jika tidak ingin semakin kesiangan. Namun beruntungnya Dilara, karna ternyata kamar mandi terlihat kosong. Tumben, masa iya belum pada bangun sih herannya.

Walau ada beberapa kamar mandi di Rumah Kost tersebut, namun setiap penghuni sudah ditetapkan dalam penggunaan kamar mandi. 5 kamar mandi diperuntukan untuk 20 penghuni Rumah Kost, yang artinya setiap kamar mandi diplotkan untuk 4 orang dengan urutan ketentuan yaitu kamar nomor 1-4 memakai kamar mandi nomor 1, kamar nomor 5-8 memakai kamar mandi nomor 2, dan seterusnya.

Sepuluh menit kemudian Dilara telah selesai menyegarkan dirinya, ritual pagi kali ini ia lakukan hanya agar terpisah dari rasa kantuk.Terlebih mendung membuat udara menjadi semakin dingin di kota hujan ini. Dan ia yakin tidak akan kuat menahan rasa mengigil yang akan dideranya jika memaksakan mandi dengan ritual dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.

Melirik jam dinding yang ada dikamarnya, Dilara merasa tidak akan sempat sarapan di Rumah Kost, walau itu hanya duduk barang 10-15 menit untuk menyantap roti –yang sebelumnya harus ia panggang dan meminum susu kotak. Maka dari itu Dilara memutuskan untuk memasukan roti –tanpa dipanggang kedalam tempat makan mini dan menuangkan susu kedalam botol, untuk ia santap dikantor.

Lembur kerja dihari sebelumnya guna menyelesaikan laporan dan adanya agenda meeting hari ini sungguh membuat Dilara merasa overload tenaga. Namun apalahdaya, ia hanya karyawan, posisi sebagai bawahan, walau kerja selalu bersanding dengan atasan, tapi tetap saja ia adalah orang yang telah ditetapkan tanggal dan jumlah gajiannya. Bukan sebaliknya benarnya dalam hati.

Keluar dari Rumah Kost, Dilara melihat keatas hanya ingin memastikan bahwa matahari masih terlihat –walau sedikit dan terhalang awan. Menimang sebentar, akhirnya ia memutuskan untuk membawa payung. Agar tidak terjebak hujan –entah dipagi hari, ataupun disore hari ketika pulang kantor.

Berjalan sejauh 50 meter kearah jalan raya, Dilara bersyukur karna angkutan umum yang melewati tempatnya kerja masih tersedia. Di jam seperti ini biasanya ia harus menelan kecewa ditinggal oleh angkutan umum karna sudah penuh oleh penumpang, dan akhirnya ia harus memesan ojek dan mengeluarkan uang lebih banyak. Namun mendung kali ini sepertinya membuat ia mendapatkan kemudahan berturut-turut. Kan, segala sesuatu pasti ada hikmahnya gumamnya mengiyakan.

Mendapatkan tempat duduk di bagian pinggir dekat pintu angkutan umum membuat ia harus waspada dengan mengencangkan pijakan kaki pada lantai tempat kaki penumpang berpijak agar tubuh tetap seimbang saat menghadapi guncangan.

30 menit perjalanan, akhirnya Dilara sampai kantor pukul 07.50. Ia bernafas lega karna tidak terlambat. Setelah saling menyapa dengan bagian administrasi sambil menscan kartu pegawainya guna mengisi jam kehadiran, Dilara segera melarikan dirinya ke arah lift dan menekan angka 5 -nomor lantai teratas di gedung PT SawaRasa Manufacture.

Baru akan duduk di kursinya, suara seseorang memanggilnya membuat Dilara menghentikan aktifitasnya.

"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?" Sahutnya.

"Kamu terlambat?" Tanya sang Bos menegur.

"Tidak pak, saya datang 10 menit sebelum jam 8." Jawab Dilara sambil melirik jam dipergelangan tangannya.

"Bukan itu maksud saya. Kemarin kamu saya minta untuk datang 30 menit lebih awal hari ini. Kamu tidak lupa pagi ini ada meeting kan?" Jelas sang Bos seraya mengingatkan Dilara akan perintahnya.

"Em.. Saya tidak lupa Pak hari ini ada meeting, tapi saya lupa untuk permintaan datang 30 menit lebih awal, maaf." Ringisnya kepada sang Bos setelah melirik note yang tertempel di bawah layar monitor komputer.

"Saya tidak suka jika perintah saya kamu abaikan." Tegasnya. "Saya harap kamu sudah menyiapkan bahan meeting pagi ini, tanpa ada yang terlupakan satupun." Tekannya memastikan bahwa meeting hari ini tidak ada kendala yang akan aku timbulkan.

"Sudah saya persiapkan semuanya, Pak." Dengan sopan Dilara menjawab, ia tahu bahwa hari ini telah melakukan 1 kesalahan, maka dari itu ia tidak ingin membuat kesalahan yang lainnya, dan membangunkan beruang tidur.

"Bagus, 15 menit lagi kita mulai meetingnya. Siapkan ruangannya." Perintah sang Bos sambil melangkah tegas kedalam ruangannya sendiri, dan dijawab dengan kata Baik Pak oleh Dilara.

Dilara bersyukur kemarin ia tidak menunda untuk mencetak hardcopy bahan meeting hari ini -walau harus bertarung dengan lelah. Setidaknya ia masih terselamatkan dari amukan Bos hari ini.

Cirikhas Bos banget, walaupun cuaca mendung, semangat tetap manteng. daebak!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 01, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

360 seconds MemoriesWhere stories live. Discover now