- 01 -

5K 250 11
                                    

Seorang wanita memandang langit yang semakin gelap dengan secangkir kopi hitam menemani sore harinya. Hujan mulai turun disertai angin sepoi membuat wanita itu berdecak kesal.

Dia berdiri dari duduknya di teras dan berjalan memasuki rumahnya, tak lupa kopinya juga di bawanya. Dia menutupi pintu rumahnya lalu duduk di sofa sambil memandang hujan yang baru saja turun.

Baru saja ia menikmati hujan itu mendadak listrik padam dan sontak membuat keadaan di sekitarnya gelap. Lagi ia mendecak kesal sambil berdiri.

Thalia POV

Baru saja mau nikmatin sore sambil ngopi, malah hujan mana mati lampu juga. Kini aku berjalan ke dapur mencari lilin di temani ponselku. Ya, senter dari ponselku ku gunakan sebaik-baiknya.

"Waduh, tinggal 5?" Gumamku.

Lilin yang di laci kuambil semuanya lalu ponselku kuletakkan di sebelahku. Kini kuambil mancis dari laci itu juga. Mataku mencari tempat lilin alias piring makan di rak cuci piring.

Segera kuambil 3 piring dan kuhidupkan 5 lilin itu. Jangan salah sangka ya, 5 lilin itu hanya ada 3 lilin yang belum dipakai dan 2 lilin yang sudah kecil. Jadi 2 lilin kecil ku gabung bersama 1 lilin baru di 1 piring, lalu 2 piring lainnya masing-masing 1 lilin.

Petir di luar mulai menggelegar dan baru saja kusadari kalau ini terlalu sunyi di rumah ini. Ku tepis pikiran aneh dan segera menaruh 3 piring itu di ruang tamu, dan meja makan 2 piring.

Biar terang, hehe.

Kini aku duduk di ruang tamu sambil mendengar ponselku yang 1 lagi sedang memutar musik dari JOOX. Biar ngebass, ku setel ke speaker bluetooth biar gak terlalu sunyi.

Rumah ini ku beli 3 tahun lalu saat aku masih kerja jadi chef dan sekarang aku menganggur karena cafe tempat ku bekerja saat itu mau tutup.

Perkenalkan namaku Thalia Angeline, anak tunggal dari ibuku. Ya, ibuku. Kenapa? Ada yang aneh? Ibuku diperkosa saat dia masih kuliah semester 3, tapi ayahku si pelaku tertabrak truk dan kepalanya kelindas. Ibuku yang mengatakan itu dan bukti si bangsat itu sudah ku cek di internet dan koran yang disimpan ibuku sejak kecelakaan itu.

Sebenarnya aku sudah yatim piatu, karena ibuku baru saja meninggal sebulan lalu. Dia menyimpan kanker otaknya sampai dia pergi dan itu membuatku syok. Bisa-bisanya dia menyembunyikan sakit itu sepanjang hayatnya.

Tapi tidak perlu khawatir, aku bisa menjalani hidup ini tanpa mereka. Beginilah rasanya kalau terlahir dari keturunan tunggal. Semuanya tunggal.

Ku layangkan pandanganku ke luar dan melihat 2 lelaki bersama 1 gadis berlari menerjang hujan.

Terkadang aku iri dengan mereka yang punya kakak adik, sepupu dan keluarga besar. Tapi aku bisa apa.

*

Hari semakin malam dan listrik belum hidup. Hujan juga sudah berhenti, tapi aku takut membuka pintu. Takut maling. Tongkat bambu selalu kuletakkan di penjuru sisi di rumah ini. Mana tahu ada apa-apa bisa kupakai benda itu untuk memukul maling.

"Makan apa ya?" Gumamku.

Lagu dari speaker itu masih hidup agar membuat suasana tidak mencekam. Jujur, aku benci kesunyian. Suara 'nging' di telinga bikin sakit telinga.

Baru saja ku berdiri, mendadak ponselku yang lain berdering. Ku lihat ponsel itu, nomor tak diketahui.

"Siapa?" Gumamku.

Ku ambil ponsel itu dan ku sambung salurannya. Terdengar suara deheman di sana. Suara wanita?

"Halo?" Ucapku.

 Mi Primer Amor A Primera Vista (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang