PECAH!!

7 1 0
                                    

Vina pun meminta Nita menghentikan kendaraannya.
"Nit. Stop."
"Kenapa mbak?"
"Kita nepi di situ aja" menunjuk sebuah pos ronda.
Mereka pun berhenti dan berteduh dipos itu.
Menghela nafas "kamu mau sampai kapan kaya gini Nit?".
"Maksudnya mbak?" Tanya Nita yang tak mengerti perkataan Vina.
"Please lah jangan kumat lolanya _-"
"Kamu mau sampai kapan kayak gini sama kakak kamu sendiri" tegas Vina yang sontak mendapat jawaban telak dari sikap Nita yang berdiri dan sedikit menjauh dari Vina, melihat gerak Nita Vina mengerti betul bahwa bukan waktu yang tepat mengatakan itu. Tapi mau bagaimana lagi. Mau sampai kapan adik dan kakak ini akan berselisih paham? Sampai semua menjadi benar benar mematung tanpa hati yang lunakkah? Itu tidaklah mungkin.
Tanpa disadari Buih air mata meluncur tepat di wajah manis Nita. Bukan main, terasa sesak pula dalam dadanya. Vina yang merasa aneh pun menghampirinya dan betapa terkejutnya Nita sahabat karibnya menangis karna apa yang diucapkannya. Rasa bersalah pun hinggap dalam hati dan pikiran, *bodoh. Kenapa kamu lakukan itu Vina. Kamu tau betul bagaimana itu semua terjadi. Dan lihat sahabatmu menangis karna perkataan mu sendiri. Kamu bodoh Vina*, batinnya bergejolak. Tanpa disadari pula buih itu pun jatuh dari pelupuk matanya.
Dengan pelan ia berucap "Nit.. maaf."ucapnya lirih karna tak kuasa melihat sahabatnya menangis. Mendengar kata itu Nita berbalik memandang wajah dengan lekat sahabatnya, tanpa berucap sedikitpun dia lantas memeluknya dengan eratt. Mereka sama-sama hanyut dalam tangis.
"Mbak Vin, Ndak usah minta maaf. Ini bukan salah mbak Vina." Tegasnya dalam senggugukan dan menghapus air mata Vina. Rasa bersalah Vina semakin menjadi sebab ia tau betul bahwa Nita saat ini tengah kecewa padanya. Mungkin mereka bisa bertengkar dan akur kembali karna hal hal biasa, tapi ini bukan lagi hal biasa bahkan ini menyangkut dalam diri Nita.
"Tapi.. aku"
"Sstt.. (menutup mulut Vina dg jarinya) mbak Vina gak usah lanjutin. Aku tau (berhenti dan menghela nafas berat) mbak Vina gak bermaksud kok. Mending kita pulang ke rumah mbak Vina yaa.." pinta Nita, tanpa menolak Vina lantas menggandengnya.

Sesampainya mereka di rumah Vina, disambut hangat oleh Vani kakak Vina. Tapi sambutan itu tak memberi mereka senyum merekah. Vani sepertinya mengerti.
"Wahh.. duo sejoli datang... (Terdiam dan memperhatikan) ohh.. Vin, masuk gih ke kamar sama Nita."
Dikamar mereka merebahkan diri. Nita mengambil langkah berat menuju kamar mandi. Vina yang melihat sangat sangat menyesal kenapa mulutnya berani berucap seperti itu. Dari balik celah pintu Vani melihat kejadian yang ia lihat 5th yang lalu. Dengan sigap dan pelan dia masuk ke dalam kamar Vina, melihat langkah kakaknya yang menghampiri. Dia langsung memeluknya dengan erat dg tangis yang pecah, melihat keanehan itu Vani tak lantas bertanya, ia membiarkan adiknya menangis sampai ia mampu mengendalikan dirinya. Tangis pecah itu pun berangsur membaik dengan sigap pula Vani membelai jilbab yang menyelimuti adiknya.
"Kenapa sayang? Kenapa adik kakak menangis? Apakah ada masalah?"
Vina tak lantas menjawab tapi dari sorot matanya mengisyaratkan kepedihan hatinya dan rasa menyesal. Vani tak lantas diam, dia kembali memeluk dan mencium kening adiknya dg rasa hangat agar ketenangan jiwa adiknya memulih. Dan berbisik
"Kakak cukup tau jawaban itu dengan melihat mu seperti ini. Sudah jangan katakan jika kau belum mampu mengendalikan dirimu. Kaka memahami itu"
Lama sekali mereka berpelukan. Vani pun teringat akan Nita yang sedari tadi dalam kamar mandi.
"Sebentar sayang" melepaskan pelukan dan menghampiri pintu kamar mandi, didekatkannya telinga kearah pintu untuk mendengar. Namun tak ada suara dia pun memutuskan untuk mengetuk pintu tapi nihil tak ada jawaban dari Nita, melihat itu Vina pun yang tadinya mulai tenang kini berubah menjadi panik ketakutan. Melihat itu Vani meminta Vina untuk tenang dan jangan khawatir Nita pasti baik baik saja.
Namun saat pintu terbuka..

Nita & VinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang