bonus chapter + afterwords

4.2K 268 22
                                    

Keesokan paginya...

Seokjin bangun terlebih dulu. Di sebelahnya ada Namjoon yang masih tertidur lelap. Pucuk kepala kekasihnya diusap pelan, lalu dikecupnya sebagai bentuk ucapan selamat pagi.

Wakil direktur tersebut menggeser badannya agar bisa duduk di tepi kasur, kemudian memakai gaun tidurnya―yang kusut beraduk bersama selimut―kembali. Sesekali mengaduh karena bokong yang masih sakit akibat 'dihujam' lagi. Mata Seokjin melirik ke meja kecil di sisi tempat tidur, ia dapat melihat isi pill case yang menyisakan dua butir kapsul aphrodisiac. Ia jadi langsung teringat kejadian semalam. Di mana Namjoon dan dirinya sama-sama berada di bawah kendali zat perangsang itu dan melewati malam yang sangat―sangat panas.

"Kenapa telingamu memerah?"

Refleks menoleh ke belakang, Seokjin melihat Namjoon yang memiringkan badan ke hadapannya, dengan kepala bertopang lengan di atas bantal.

"S-sejak kapan kau bangun, Joon-ah?"

"Sejak tadi kau mengaduh kesakitan. Sakit, ya? Maafkan aku."

Seokjin menggeleng, "Tidak. Tidak apa-apa. Kau sendiri bagaimana?"

"Aku baik-baik saja. Tapi, yah, sepertinya tadi malam aku benar-benar kelepasan saking kangennya."

Daun telinga Seokjin yang tadi sudah memerah jadi semakin memerah. Pipinya pun turut merasa panas dan memerah. Entah antara malu dan senang karena kegiatan semalam atau karena ucapan kekasihnya barusan.

Namjoon bangkit dari tempat tidur dan melakukan sedikit peregangan otot. Tampil topless dengan hanya memakai celana boxer, pria itu berjalan menuju kabinet―di mana kopi dan teh bertengger di sana―dan memasak air di ketel listrik untuk membuat kopi.

"Omong-omong, kita jadi kencan hari ini?" tanya Seokjin, yang masih duduk di sisi tempat tidur.

"Tentu saja, tapi itu kalau kau benar-benar bisa berjalan sih," ejek Namjoon sambil mencibir jahil.

"Apa kau bilang?! Aku bisa, kok!"

Namjoon tertawa melihat reaksi si cinta.

Dari tempatnya, ia melihat Seokjin yang mulai berdiri dan melangkahkan kaki. Jalannya sedikit pincang sembari meringis. Secepat kilat lelaki itu langsung berjalan cepat menuju sofa dan seketika duduk sambil bernafas lega. Kedua pipinya menggembung lalu dihembuskannya nafas dari mulut, seperti anak kecil.

Imut sekali, sih!

Batin Namjoon bersorak sorai, sebab ia bisa melihat kembali sisi tersembunyi dari wakil direktur itu. Inilah yang ia mau, sisi inilah yang Namjoon rindukan.

Namjoon hendak meninggalkan posisinya dan ingin duduk di samping Seokjin, tapi ponselnya tiba-tiba berdering. Lantas ia mengambil ponselnya yang berada di meja kecil dekat tempat tidur dan mengangkat panggilan tersebut.

"Halo―"

"Halo. Namaste. Sawadikap. Good morning, Mr. Kim Namjoon. Sudah bangun?"

"Err... selamat pagi, Ms. Ara."

Namjoon mendelik begitu mendengar suara Ara. Tatap matanya bertemu dengan mata Seokjin. Si cinta terkikik menahan tawa sambil meledek dengan suara lirih, "Mampus kau."

"4 jam lagi kau ada jadwal wawancara live streaming dengan media Eternity Books, ya," ujar Ara tanpa basa-basi. "Seharusnya ini jadwal kemarin sore. Tapi karena kau harus menemani Seokjin-ssi yang sedang sakit, jadi terpaksa aku undur."

"E-eh? 4 jam lagi? Hari ini aku mau kencan dengan Seokjin!"

"Haa... tolonglah, author. Kemarin aku habis disemprot chief editor gara-gara kau hilang tiba-tiba dari kerumunan. Hiks," bujuk Ara dengan suara memelas.

Dearest Desire [NAMJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang