Ku baringkan tubuhku di tengah sebuah ruangan gelap dan pengap, benda-benda mati mengelilingiku seperti bertanya-tanya kenapa aku.
Ku pejamkan mata, menghela napas dalam-dalam.
Ku rasakan sebuah cairan mengelilingi tubuhku yang ringkih, aku meraba-raba cairan itu sampai tersentuh. Ku hirup aroma amis itu dalam-dalam, lalu sesuatu berkata dari balik kegelapan, "Itu adalah darah wahai makhluk hidup. Darah penyesalan yang tidak akan pernah terbayarkan."
Aku menatapnya penuh tanya. Lalu aku berkata, "Siapa engkau wahai benda mati?"
Ia muncul menunjukkan wujudnya, sebuah cahaya menerangi kita berdua seperti sebuah lampu pertunjukan menyoroti sang peran berdialog. "Aku adalah kursi wahai makhluk hidup. Janganlah engkau merasa terpuruk seperti itu. Sepanjang hidupku, aku mengemban beban begitu berat. Tubuhku diduduki, diinjak, ditendang sampai terkadang tubuhku berceceran. Tidak ada yang lepas dari rasa sakit wahai makhluk hidup, aku pun kerap merasakan walau sebagai benda mati."
Aku hanya meringis menatap sang Kursi berbicara. Ternyata darah segar itu berasal dari robekan di tanganku. Berusaha ku tutupi robekan itu, namun saja suara tangisan begitu keras mengalihkan perhatianku.
Aku bertanya-tanya, mengapa ia menangis?
"Siapa engkau wahai benda mati?"
"Aku adalah sebuah tali wahai makhluk hidup. Sungguh hidupku begitu pilu, aku selalu digunakan untuk menopang beban kalian hingga tubuh kalian ringan. Sungguh bukan itu keinginanku. Aku sangat-sangatlah buruk. Kalian gunakanku untuk mengakhiri hidup kalian."
Tali itu kembali menangis tersedu-sedu, suaranya begitu keras dan melengking sampai membuat telingaku sakit sekali. Aku tidak tahu bagaimana caranya membuat dia berhenti menangis, namun belum selesai dengan tangisan sang Tali, perhatianku teralihkan kembali dengan suara yang berbicara dari kegelapan.
"Rasanya sakit bukan, wahai makhluk hidup yang terkutuk? Tidak tahu diuntung, menjijikan, lebih baik aku saja yang hidup dibanding engkau!"
Aku menoleh berusaha mencari sosok bicara itu. Ia tampak marah, sangat marah. "Siapa engkau wahai benda mati?"
"Aku adalah pisau wahai makhluk hidup. Kalian gunakan aku untuk hal yang bukan kegunaanku, kalian sungguh orang-orang yang munafik. Jika bahagia engkau lupa akan Tuan-mu, setelah merasa terpuruk engkau malah berusaha untuk mengakhiri yang Tuan-mu berikan. Sungguh ironis."
Aku mulai ketakutan, tiba-tiba saja rasanya sangat takut. Entah apa yang terjadi, sebuah sosok tiba-tiba muncul dari balik kegelapan.
"Ada apa wahai makhluk hidup?" Ia tersenyum menyeringai.
"Aku adalah jin wahai makhluk hidup. Aku yang akan menggantikanmu jika kau mati, hahaha. Segeralah, lakukan, lakukan hal bodoh itu! Aku akan menghasut semua keluarga, teman, dan orang-orang yang kau kenal! Kan ku buka aib mu yang sebenar-benarnya pada mereka, kan beritahu pada mereka apa yang sebenarnya tidak pernah kau lakukan. Aku akan menipu mereka semua sampai kau benar-benar dibenci hahaha. Tidak akan ada yang mendo'akan mu tenang wahai makhluk hidup yang bodoh. Kau akan berada di jurang paling buruk diantara yang terburuk, tidak akan ada yang menerima keberadaanmu!"
Aku menangis sejadi-jadinya. Takut, sangat takut. Aku berusaha untuk keluar dari kegelapan itu, tapi tidak bisa. Kegelapan itu seakan-akan membesar dan mulai menelan cahaya.
Benda-benda mati itu terus berteriak mengelilingiku seraya lingkaran kegelapan berusaha menelanku.
Ayah, Ibu, aku sangat takut.
Wooshh.
Seperti angin kencang menerpa wajahku, dan tiba-tiba saja aku terbangun dari kegelapan itu. Dengan sebuah kursi, pisau, dan tali di hadapanku.
Aku menangis sejadi-jadinya.
Sungguh bukan itu hal yang ku inginkan.
Aku hanya ingin kebebasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenggelam (Kumpulan cerita pendek)
Novela JuvenilDi bumi, laut dan di udara tersimpan banyak cerita yang terkadang tidak pernah kita pikirkan. Disini izinkan ku untuk menceritakan beberapa kisah yang terlintas dalam pikiran. Terima kasih sudah berkenan membaca. Selamat tenggelam dalam kisah-kisa...