Invisible Princess

722 16 1
                                    

Semilir angin berhembus lembut membelai rambut Arania. Ia sedang mengarahkan perhatiannya kearah jendela dikelasnya. Tatapan sendu dan kosong terlihat di kedua matanya. Entah apa yang sedang gadis itu pikirkan. Tapi yang jelas, ia sama sekali tidak tertarik untuk melihat kearah papan tulis atau kearah depan. Padahal dosen sedang menjelaskan materi kuliahnya.

Angin yang menyeruak masuk melalui jendela terbuka itu selalu membuat hati Arania tenang. Dan itulah salah satu alasan ia selalu memilih tempat duduk tepat didekat jendela. Rasanya damai.

Melihat orang-orang berjalan dan melakukan aktifitas dibawah sana membuatnya merasa sedikit lebih baik.

“Baiklah, cukup sudah materi yang saya berikan hari ini. Sampai jumpa dipertemuan berikutnya” Dosen berseru kemudian berjalan keluar kelas. Arania mengalihkan pandangannya ke tumpukan buku di mejanya. Ia mendesah. Beberapa mata kuliah membuat otaknya ingin meledak.

“Hah!! Aku heran kenapa aku harus menjalani masa kuliahku ditempat ini. Dan aku juga heran mengapa dosen tak henti hentinya memberi tugas! Mereka pikir aku ini apa?! Aku kan juga butuh istirahat” omel sahabat Arania. Itu Lily, sahabat satu-satunya yang dimiliki oleh Arania. Satu satunya? Iya, di kampus Arania sama sekali tidak mempunyai teman dekat kecuali Lily. Memang, ia punya banyak teman sekelas ataupun kenalan di kampus ini. Tapi tak satupun selain Lily yang mengerti dirinya.

Arania. Apa yang bisa didefinisikan dari gadis itu? Apakah ia pintar? Cantik? Terkenal?

Okay, Arania bukanlah siapa-siapa. Ia sama sekali tidak termasuk dari kriteria yang disebutkan tadi. Ia pintar? Tidak. Ia tidak pintar juga tidak bodoh. Cantik? Coret kata itu dari hidup Arania. Ia sama sekali belum pernah mendengar seorang pria atau siapapun –kecuali ibunya- memujinya dengan menggunakan kata itu. Tapi bukan berarti ia tidak cantik. Ia hanya sudah memvonis dirinya sebagai gadis terburuk dan terjelek didunia. Dua kata, Arania berlebihan.

Apakah Arania terkenal? Oh tidak, ia sama sekali tidak terkenal. Bahkan teman sekelasnya pun terkadang tidak mengenal Arania jika diluar kelas.

Inti dari semua itu adalah, Arania sama sekali bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Ia tau dirinya mungkin sama sekali tidak penting bagi orang-orang disekitarnya. Ia hanya membuat populasi kelasnya menjadi penuh.

Tidak ada yang spesial dalam diri Arania. Ia sering berpikir begitu. Ia sering sekali merasa dirinya tidak sempurna. Ia sering sekali berburuk sangka.

I’m nothing

Begitu menyakitkan. Pikir Arania.

Jika ia memikirkan tentang kenyataannya, ia selalu menitikkan air mata. Tapi kali ini, ia mencoba menahannya. Ia tidak mau dibilang cengeng oleh Lilly yang sekarang sedang di depannya.

***

“Bisa tolong antarkan buku ini pada Johnny?” kata Lilly pada Arania saat mereka sedang berada di cafeteria. “What? Me? No!” jawabnya ketus.

“Yes, you. Kumohon antarkan.. aku tau sebenarnya kau mau kan?”

“Tidak. Dia saja tidak pernah mengingat namaku. Untuk apa aku mau”

“Ayolaaaah, aku tidak bisa. Kau tau jika aku melihat wajah Johnny, aku pasti sudah ingin memeluk dan berteriak karena dia begitu tampan” pinta Lilly dengan wajah memohon. 

“Tidak bisa. Itu urusanmu kan? lagipula kenapa buku itu bisa ada padamu? Kau mencurinya huh?” tolak Arania sekali lagi.

“Aku tidak mencurinya. Aku menemukan buku ini di meja saat kelas bahasa prancis tadi. Aku tidak akan kuat untuk mengantarkan buku ini dan melihatnya, aku bisa mimisan sebelum berkata apa-apa” wajah Lilly sekarang sudah sangat meyakinkan untuk meminta bantuan pada Arania.

Invisible PrincessWhere stories live. Discover now