Prologue

192 19 0
                                    

.

.

.

"Tidak...hentikan...kenapa...jangan pergi..."

.

.

.

CIITTT.....BRAAK

.

.

.

"Jangan pergi...kumohon...jangan tinggalkan aku sendiri..."

.

.

.

Hiks hiks hiks

.

.

.

"Kau akan selamanya jadi milikku."

"Tidak...aku takut...kumohon...tolong jangan pergi..."

.

.

.

Hiks hiks hiks

.

.

.

"Aku takut."

.

.

.

"Jangan pergi."

.

.

.

"Jangan tinggalkan aku!"

.

.

.

.

.

EH?!

Seketika mataku terbuka lebar. Menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Tubuhku berkeringat. Deru napasku tidak beraturan. Dan jantungku berdetak tidak karuan.

Ah, begitu rupanya.

Aku mengusap cepat keringat di wajahku sembari mengedarkan pandangan menyapu seluruh penjuru kamar. Mencoba memahami bagaimana situasi dan kondisiku saat ini. Sekilas aku melihat pantulan diriku di cermin. Wajah panik. Rambut acak-acakan. Berkeringat. Tidak ada raut bahagia sedikit pun. Mengerikan. Semuanya semakin memperjelas bagaimana keadaanku saat ini.

Huh~

Hingga beberapa menit aku masih berusaha menenangkan diri. Tidak hanya jantungku, tapi kepalaku juga rasanya mau pecah. Berdenyut tidak karuan. Bahkan segelas air mineral pun tidak membantu meredam semuanya.

Kenapa aku harus memimpikan itu? Kenapa baru sekarang? Ada apa ini? Apa aku sudah melakukan sesuatu? Tidak mungkin. Aku yakin aku tidak melakukan kesalahan apapun. Aku tidak melakukan apapun.

Bagaimana ini? Apa aku harus menghubunginya? Setelah sekian lama, apa aku harus benar-benar berurusan lagi dengannya?

God. Kumohon. Semoga ini bukan pertanda buruk.

Semoga semua akan baik-baik saja.

***

YOU and METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang