03. Upacara

12 2 0
                                        

Rutinitas pagi Xabiru setiap hari Senin adalah berangkat pagi dan selalu melewatkan sarapan yang telah disediakan Laras. Perhatiannya teralihkan pada objek yang tengah duduk di meja makan. Bukan pada nasi goreng yang baru saja disajikan Laras.

"Halo, Biru, selamat pagi!" seseorang datang dari arah belakang dan merangkul bahunya. Xabiru mengenalnya.

"Pagi, Om Satya."

"Udah bujangan kamu ya sekarang," celetuk Satya sambil menghampiri Sayu di meja makan.

Xabiru mengekor di belakangnya. "Om juga."

"Iya tau, kita udah tua ya, La?"

"Nggak usah mulai!" Laras mengangkat serok di tangannya sambil melotot tajam.

"Handphone terus Papa lihat kamu, Sayu!"

Buru-buru Sayu memasukkan benda pipih itu ke dalam saku roknya. Ia menegakkan bahunya dan bersidekap di atas meja. Tangan Satya menarik kunciran rambut Sayu yang diekor menjadi dua.

"Papa, sakit! Sayu buka nih kuncirannya!" ancam Sayu.

"Tante La yakin kalo kamu pasti banyak yang naksir, Yu," goda Laras melihat interaksi keduanya.

"Coba aja kalo berani naksir Sayu!" Satya mendelik tajam.

Situasi pagi ini terasa aneh untuk Xabiru. Dia sedikit terpaku melihat Sayu dengan rambut dikuncir dua. Tidak biasa bagi ukuran seorang gadis anak SMA.

"Buna, Biru berangkat."

Sebuah kotak bekal berwarna hitam disodorkan Laras. "Sempetin sarapan dulu ya."

Xabiru hanya mengangguk dan memasukkan kotak bekalnya ke dalam tas.

"Pagi banget Biru berangkatnya. Mau jemput pacar?" tanya Satya penasaran.

"Dia nggak punya pacar, Satya," jawab Laras sambil terkekeh geli. Tangannya kemudian diraih Xabiru untuk disalaminya.

Dalam hatinya, Xabiru menggerutu tidak jelas. Jika buku bisa dikategorikan sebagai sosok pacar, Xabiru akan memilihnya.

"Wah, bagus-bagus. Sayu juga belum boleh pacaran."

Nggak ada hubungannya sama gue, Om.

**********

Keluar dari ruangan Kepala Sekolah, koridor mulai dipenuhi oleh siswa-siswi yang akan pergi menuju lapangan upacara. Sayu dan Satya mendapatkan sorot perhatian. Ya, begitulah anak baru.

Beberapa siswi malah terang-terangan menatap Satya dengan tatapan memuja. Sudah Sayu duga akan seperti ini.

"Biar Papa antar kamu ke kelas dulu habis--

"Pa, jangan buat Sayu kesel. Papa semalem pasti nggak tidur dan sekarang malah anterin Sayu sekolah. Papa butuh istirahat. Pulang aja ya? Sayu udah tau letak kelasnya."

Lihat, siapa yang mengomeli dirinya? Satya mengusap puncak kepala anak gadisnya. Sayu menolak ketika Satya ingin memeluknya.

"Biasanya juga nggak nolak kalo Papa peluk," Satya terkekeh geli.

"Yakali di depan banyak orang. Sayu nanti digosipin jadi simpanan Om om lagi."

"Siapa yang berani gosipin Sayu, hah? Sini bilang sama Om!"

"Sayu, mau kemana kamu! Om belum selesai bicara!"

"Dasar anak Anandira."

Bukankah menyebalkan memiliki Papa yang bertingkah seperti Satya? Kalau tidak menyayangi orangtua itu, mana mau Sayu diikat dua seperti saat ini. Alih-alih disebut orangtua, Satya lebih pantas menjadi Om atau Kakak yang terpaut jauh usia dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SEESAW [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang