Rumah kediaman Laras dan Banyu kini kedatangan satu tamu. Ya, Sayu Anandira yang tadi sore dititipi oleh teman lama SMA mereka. Satya masih harus mengurus surat-surat pindahan untuk rumahnya. Juga menyelesaikan urusan bengkel baru di kota Bandung ini.
Sang pemilik rumah yang menawarkan agar anak gadisnya lebih baik tinggal bersamanya untuk sementara waktu. Banyu hanya tidak tega membiarkan Sayu ikut-serta berkeliaran di bengkel yang didominasi oleh para pekerja laki-laki.
"Anaknya di mana, Bun?" Laras menoleh ketika suaminya bertanya soal Sayu. Tidak mungkin Xabiru.
Anak laki-lakinya sudah duduk manis di meja makan. Xabiru sibuk memakan buah pir sambil bertopang dagu. Berbeda dengan Banyu yang terus memperhatikan Laras menyiapkan hidangan makan malam.
"Ah, masih di atas. Biru, bisa minta tolong manggilin Sayu? Buna belum beres nih."
"Liat, siapa yang disuruh siapa yang nyuruh," cibir Xabiru. Meski begitu Xabiru menuruti ucapan Laras. Terdengar tawa puas Laras ketika Xabiru menjauh dari dapur.
"Mas Banyu, Mas!" Laras berseru heboh pada suaminya.
"Kenapa?"
Sebenarnya makan malam sudah siap beberapa menit yang lalu. Laras sengaja agar Xabiru yang menyuruh Sayu untuk turun. Dia ingin anaknya berinteraksi dengan calon menantu idamannya.
"Mas, udah liat Sayu, kan? Mirip Dira, kan, cantiknya?"
"Udah liat. Terus kenapa?" Banyu tersenyum sendiri. Perkataan Satya terngiang begitu saja dalam pikirannya.
"Kamu mau anak gadis juga?"
"Apa?" tanya Laras tak percaya.
Banyu masih mempertahankan senyumnya. "Aku nggak keberatan."
Kalau Banyu mengetahui soal ini, asal usulnya pasti datang dari Satya. Siapa lagi jika bukan dia? Laras meminta urusan itu agar dibahas nanti saja karena ada hal yang lebih penting yang ingin Laras katakan.
******
Langkah kaki Xabiru berhenti tepat di depan pintu kamar tamu. Karena tangan kanannya memegangi pir yang belum habis, Xabiru mengetuk pintu menggunakan tangan kirinya. Empat ketukan dan belum ada jawaban.
Xabiru mencoba mengetuk pintu sekali lagi. Terdengar suara krasak krusuk dari dalam. Perlu beberapa saat sampai pintu itu akhirnya terbuka.
"Ngapain, sih?"
"Eh? Itu ... gue--
"Turun, gue udah laper."
Setelah mengatakannya, Xabiru pergi meninggalkan Sayu begitu saja. Buru-buru gadis itu menyusulnya dengan berlari kecil.
"Gue boleh manggil lo, Biru?" tanya Sayu setelah mensejajari langkahnya.
"Itu emang nama gue," jawab Xabiru di sela-sela mulutnya yang mengunyah pir.
"Eh iya. Habisnya gue bingung mau ngajak ngobrol apa," kata Sayu lagi.
Mereka sebentar lagi tiba di ruang makan. Tampaknya Laras sudah selesai menyiapkan makan malam. Dari sini Xabiru dapat melihat piringnya telah diisi penuh. Perutnya semakin berdemo di dalam sana.
"Kok nggak dijawab?"
Xabiru melupakan keberadaan gadis yang bertamu di rumahnya. Jujur saja, Xabiru tidak begitu menyukai orang asing berbicara padanya terlalu lama. Sayangnya, gadis ini terlalu banyak bicara.
Maka sekali lagi, Xabiru berlalu meninggalkannya begitu saja.
"Ya ampun, kayaknya dia nggak tau senyesek apa rasanya main ditinggal gitu aja." Sayu bicara pada dirinya sendiri.
Dengan langkah yang berat, Sayu berjalan ke arah meja makan. Kursi di samping Laras dan Xabiru kosong, mungkin lebih baik jika Sayu duduk di samping Laras.
"Malam, Sayu. Duduk situ aja," Banyu menyapa lebih dulu. Dia mengarahkan dagunya agar Sayu duduk di samping Xabiru.
"Malam, Om Banyu, Tante La," ucapan Sayu menggantung.
"Malam juga, Biru," sambungnya memberanikan diri.
Respon yang Sayu dapatkan hanyalah sebuah anggukan kecil. Xabiru sudah mulai melahap makan malamnya. Laras menuangkan nasi dan beberapa lauk pauk ke dalam piring Sayu.
"Tante La, makasih. Sayu bisa ambil sendiri."
"Udah, biar Tante La aja. Dihabiskan ya."
Akhirnya mereka tenggelam dalam menikmati makan malam hidangan Laras. Masakannya benar-benar pas di lidah Sayu. Gadis itu makan dengan pelan untuk mengingat cita rasanya.
"Sayu, makanannya nggak enak ya?" Laras yang diam-diam memperhatikan Sayu memutuskan bertanya.
"Enak, Tante La. Ini enak banget, rasa masakannya beda sama yang selalu Papa buat," jawab Sayu tersenyum kikuk.
"Papa kamu masak?" Laras melotot tidak percaya.
"Iya, kadang-kadang. Eh tapi sering, sih, padahal udah ada Bibi. Papanya aja yang keukeuh pengen masak sendiri," cerita Sayu.
"Terus rasanya?"
"Lumayan. Sayu nggak pernah sampe sakit perut."
"Padahal ya, Yu, dulu Papa kamu anti banget sama dapur. Ya, kan, Mas?"
Laras meminta persetujuan suaminya.Banyu mengangguk seraya tersenyum. "Papa kamu banyak berubah."
"Gitu ya, Om?" respon Sayu penasaran.
"Duh, kayaknya kamu masih harus tinggal di sini deh. Nanti Tante La ceritain gimana kelakuan Papa kamu dulu."
"Pengen, sih, Tante La. Kapan-kapan Sayu main ke sini lagi aja. Boleh?"
"Boleh banget. Tante La seneng. Jarang-jarang juga ada anak gadis main ke rumah,"dibalik ucapannya, Laras sedang menyindir keras anaknya.
"Kinan seringkali main ke sini." Untungnya Xabiru menangkap sindiran Bundanya itu. Kebetulan ini bukan yang pertama kali. Laras sudah sering menyuruhnya untuk memiliki pacar.
Benar, di usianya yang sudah menginjak tujuh belas tahun Xabiru masih saja betah sendiri alias menjomlo.
"Lama-lama Buna jodohin juga kamu, Biru. Masa nggak ada naksir satu pun cewek?" cibir Laras.
"Nanti ajalah, males," jawabnya cuek.
"Enak ya, Biru udah dikasih izin buat punya pacar. Tante La sama Om Banyu pengertian banget," celetuk Sayu. Merasa miris dengan keadaannya.
"Sudah Tante La duga kamu pasti nggak boleh pacaran sama Satya. Tante La menolak lupa kalo dulu dia juga nggak mau punya pacar sebelum lulus SMA," Laras tersenyum kembali mengenang masa itu.
Ah, kehadiran Sayu membuat Laras bernostalgia hari ini.
"Bilangnya Sayu masih belum dewasa dan yang lebih konyol lagi nanti Sayu lebih sayang pacar Sayu daripada Papa. Ish, kesel!" Bersamaan dengan itu, Sayu menyuapkan satu sendok makan penuh ke dalam mulutnya.
Laras memperhatikan tingkah lucu gadis itu. Laras merasa gemas. Saat menatap ke depan, Xabiru mendapati raut wajah bahagia terpancar pada muka Laras.
Apa karena gadis banyak bicara itu?
"Besok Sayu bareng Biru aja ke sekolahnya."
"Ha? Nggak usah Om Banyu, Papa udah janji mau nganter."
Xabiru mengeryitkan keningnya. Mereka akan satu sekolah?
-----
Maaf, updatenya lama. Tapi, semoga sukaa^^

KAMU SEDANG MEMBACA
SEESAW [HIATUS]
Fiksi PenggemarMasa lalu sudah jauh tertinggal di belakang. Lantas mengapa laki-laki pemilik senyum kotak itu hadir di mimbar lapangan sekolah baru Sayu? Haruskah keduanya bertemu lagi? Lalu, tunggu ... laki-laki yang beberapa hari ini dikenalnya berjalan mendekat...