Terlihat kabut lembut dan matahari yang tertutup awan di pagi hari. Dalam beberapa detik berselang terlihat semakin menipis saat memasuki pukul 6 lebih 30 lalu menghilang di angka 7.Burung-burung tidak ada yang berkicau, namun ada harapan yang membumbung di udara. Seolah-olah dunia tengah menunggu matahari untuk terbit dan melenyapkan selubung kasa, menyingkap nuansa kota yang sibuk ketika pagi menjelang untuk menyapa.
Pria itu menarik tirai kamar tidurnya untuk melihat pemandangan Kota Seoul yang sibuk dari balik jendela. Merosotkan badannya ke bawah dan menatap dengan mata sayu sambil menarik lututnya kedepan dada.
Melingkarkan lengan di seputaran kakinya yang tertekuk dengan pikiran melayang. Saat mengamati dunia mulai bergeliat di luar jendela, sementara pria itu memikirkan apa yang terjadi dalam hidupnya selama beberapa bulan ke belakang. Memikirkan bahwa kehidupannya seperti di jungkir balikan hanya dalam waktu yang singkat itu.
Rasa kegelisahannya memuncak, aneh, sekaligus mengerikan menggerogoti setiap sudut hatinya.
Sepertinya baru kemarin cerita-cerita baru mampir untuk mengisi lembaran-lembaran kosong dalam kehidupannya. Berbagi tawa, impian dan ketakutan-ketakutannya. Mempercayakan seluruhnya pada sosok itu tanpa perlu takut untuk terlihat lemah maupun rentan di hadapannya. Melepas segala atribut ketegaran yang selama ini menutupi kepedihan, kesengsaraan serta keterpurukannya dalam menjalani hari.
Selama 30 tahun hidup, dia tidak pernah bersusah payah untuk mencapai sesuatu yang dia inginkan, karena tanpa perlu meminta segala sesuatunya akan tersaji dengan mudah di hadapannya. Namun kini, keinginannya yang satu ini mengapa sulit sekali dia dapatkan?
Dia ingin egois, sekali lagi saja ingin egois untuk satu hidup seseorang yang dia inginkan. Namun dalam kasusnya, kenapa dia tidak boleh egois dan memikirkan kebahagiaannya sendiri?
Jika saja kehidupan mereka normal, mungkin dia bisa saja bermimpi tentang memiliki hari-hari wanita itu pada masa-masa selanjutnya, meski tentu dia ketahui masih abu-abu. Jika saja ada takdir lain untuknya bertemu dengan wanita itu lagi, mungkin dia hanya ingin menjadi pria sederhana yang menginginkan wanita itu diatas segalanya dan jika saja dia mau berjuang sedikit lagi untuk mempertahankan, mungkin denyut mengerikan yang sekarang dia nikmati layaknya seorang masokis sejati tidak akan pernah menyambangi tiap celah hatinya.
Ya. Jika saja. Merujuk hanya pada satu kata, penyesalan.
Meringis pelan ketika jejak basah airmata mulai menghiasi kedua pipinya yang selalu di belai dengan tangan lembut wanita itu. Dia pernah bertanya pada wanita itu,
"Mengapa suka sekali dengan pipiku?"
Dia menjawab.
"Karena ada bekas luka disana," katanya.
Pikiran wanita itu memang terkadang bisa sangat menggelitik hatinya.
"Kau suka dengan bekas lukaku?"
Dia mengangguk.
"Bekas luka ini menunjukan bahwa kau juga bisa terluka sama sepertiku. Salah-salah jika aku tak menemukan satu cacat pun di wajahmu, bisa-bisa nanti aku menganggapmu malaikat yang tersesat di bumi karena di tinggal kawan-kawannya yang lain." katanya di iringi tawa yang turut menular padanya.
Kembali mengingat berarti sama saja menambah sesak yang menghimpit dadanya habis-habisan. Dia tahu, bahwa denyut nyeri yang dia rasakan sekarang menandakan bahwa cintanya pada wanita itu jauh melebihi apa yang selama ini dia perkirakan.
Sekarang. Dia hanya bisa berharap diujung penyesalan yang membayangi langit-langit hatinya.
Bisakah setidaknya berikan waktu selama 5 detik untuk kembali ke waktu itu?
Bisakah setidaknya dia memperbaiki satu kesalahan karena pernah lupa mengecup bibir wanita itu sebelum tidur?
Terakhir. Bisakah setidaknya sekali saja, dia hidup nyaman hanya dengan dipayungi kata kebersamaan, tanpa harus takut dihujani kata perpisahan?
Dunia memang tempat yang dingin dan menakutkan, tempat segala sesuatunya tidak seperti yang terlihat.
Namun setidaknya masih ada sedikit kehangatan yang menjadi arti dari kata puitis bernama harapan.
Meski dia juga tahu, hal itu memanglah semu.
🌸🌸🌸
🌟RANS [2020]
KAMU SEDANG MEMBACA
STAY ㅣJungkook
FanfictionDia begitu mencintai gadis itu, seolah tidak ada lagi dunia ini yang pantas untuk di cintai. Seolah tidak ada lagi yang dia inginkan selain pulang ke dalam dekapan gadis tersebut, lalu menghabiskan waktu disana selamanya. Seolah... Hidup hanya tent...