2

208 18 0
                                    


Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu universitas ternama di kota. Di kampus, aku di anggap sebagai bahan lelucon bagi mereka. Aku juga tidak ambil pusing ketika mereka membullyku.

"Hey lihat! Ada Ryan hitam. Kulitnya seperti oli ya hahahaha" Ucap Rendi.

Mereka melempariku ketika aku berjalan di depan mereka, aku diludahi, aku dipukul dan sebagainya.

Semua orang suka untuk membullyku dan itu sudah menjadi makanan sehari-hari. Aku dipandang sebelah mata akan tetapi aku memilih diam dan mempelajari semua yang mereka lakukan terhadapku.

Apa yang mereka lakukan padaku tidak pernah kubalas sedikit pun walau mereka sering membullyku terutama Rendi.
Meskipun aku tidak mempunyai satu pun teman yang dapat membelaku tapi aku mempunyai satu teman setia, yaitu kegelapan.

Bagiku kegelapan adalah teman setia disaat aku menangis membutuhkan ruang untuk menghapus segala kekesalan.

Gelap sama seperti diriku. Aku menutup diri dan terlihat hitam di mata semua orang. Ya, sama seperti kulitku yang gelap.
Ada kala di mana gelap datang dan memelukku dari belakang ketika aku dalam keadaan yang begitu sulit.

Kegelapan bisa meringankan lara. Jadi, gelap adalah teman setia dari waktu-waktu yang hilang. Suatu saat rasa sabar ini pasti habis. Mana mungkin hidupku terus-terusan seperti ini.
Ketika kesabaran sudah habis, maka permainan akan di mulai.

.
.
.

Kelas pun berakhir dan aku pulang kerumah seperti biasanya.
Malam hari aku berencana untuk kerumah Rendi malam-malam dengan niat untuk membunuhnya.

Kesabaranku sudah habis, kegelapan terus mendorong siasat jahat ini.
Aku seperti diberikan keberanian dan kekuatan olehnya.

Kegelapan terus berbisik-bisik membuatku semakin semangat.
Ketika aku sudah sampai, aku menuju jendela kamarnya dan mengetuk kacanya.
Rendi yang sedang asyik bermain game terkejut melihatku datang secara tiba-tiba sambil membawa pisau.

Aku memecahkan kacanya dengan batu dan masuk ke dalam kamarnya.
Mencoba berteriak meminta tolong namun sayang, orang tua serta kakak Rendi sedang berada di luar kota selama 3 bulan.

Rendi berlari menuju kamar mandi kamarnya dan mengunci pintunya.

"Pergi kau sialan! Untuk apa kau membawa pisau ke rumahku!" Rendi ketakutan dengan suara yang serak.

Aku tertawa karena melihatnya ketakutan.
Bagiku rasa takutnya itu adalah kesenangan tersendiri bagiku.

"Tenang kawan pisau ini tidak tajam, pisau ini takkan bisa menyakitimu."

"Aku akan menunggumu sampai kau keluar dari situ. Aku hanya ingin bermain-main sebentar denganmu."
Aku bersiul menunggu Rendi keluar dari kamar mandi tempat ia bersembunyi.

Rendi menangis di dalam kamar mandi namun aku senang mendengar tangisannya itu. Semakin dia takut, semakin bergairah hasrat ini untuk membunuhnya.

Tapi aku tidak mau terlalu cepat, Aku menyiksa batinnya terlebih dahulu.
Aku melihat lampu kamar mandinya masih hidup, ku matikan lampunya agar dia gelap didalam situ. Kali ini ku biarkan gelap yang menyiksanya pertama kali.

Satu malam ini Rendy terkurung di dalam kamar mandinya sendiri.
Ku lihat kucing Rendi yang manis dan cantik tertidur pulas.

Tanpa basa basi aku langsung membunuh kucingnya dan melemparkan bangkainya ke kamar mandi lewat celah pintu kamar mandi Rendi.

Rendi muntah-muntah di dalam kamar mandi karena melihat kucing kesayangannya sudah mati dalam kondisi tercincang-cincang.

"Aku minta maaf Ryan! Jangan bunuh aku dengan cara seperti ini. Aku ingin keluar!" Jawab Rendi menangis kencang.

Aku membiarkan Rendi keluar dari kamar mandi karena dia terlalu ribut meminta maaf. Dengan kondisi yang sangat buruk Rendi keluar dari kamar mandi dan mencoba kabur dengan cara langsung berlari ke arah pintu kamarnya.

Namun sayang sekali, gagang pintu tersebut sudah kulepas. Jalan keluar satu-satunya adalah dari jendela tempat aku masuk.

Karena dia ingin kabur aku memberinya hukuman yang terbilang ringan menurutku.
Aku menyuruh Rendi memakan bangkai kucingnya itu jika dia tidak mau aku akan membunuhnya sekarang juga.

"Hahaha aku membunuhnya tanpa menyentuhnya."

"Jadi? Siapa selanjutnya?"

Story Of PschopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang