Astaga. Lupa kalo punya cerita ini wkwkwk. Kenapa gak ada yang nanyain/nagih sih? Wkwkwk
Tagih aja gak apa-apa wkwkwk
**
Percaya tidak percaya, para Adijaya sekarang sedang berkumpul.
Dimas, Jinyoung, Hyunjin dan Yeji duduk dalam satu garis lurus di meja panjang.
Tentu saja Yeji merasa sangat tidak nyaman.
Nama Anne dan Nial selalu dipanggil tiap detik.
Oh- tunggu
Kenapa mereka (mau) berkumpul?
Hm, yah, hari ini adalah hari ulang tahun Kakek mereka. Kakek mereka sendiri yang mengundang mereka. Sehingga mereka terpaksa menghadiri pesta ulang tahun ini.
“Sialan. Udah tua juga masih aja pake dirayain ultahnya.” Sungut Yeji.
“Eh, gak boleh gitu.” Hyunjin berbicara dengan lembut. “Seungmin pasti udah ngomong gitu kalo denger lu barusan ngomong apaan. Tapi beda sama gue- udah bau tanah ah anjir ngapain sih?!” Kata Hyunjin kemudian.
“Anjing. Kenapa gue juga harus ikut sih? Insecure gue, gak langsung ngalir darah. KW nih.” Jinyoung pun ikut mengeluh.
“Ah, bangsat. Ambil nih darah gue. Kures.” Yeji memberikan lengannya yang tidak dilapisi apapun. Ya, dia sedang menggunakan gaun sleeveless. TERPAKSA OKAY? TERPAKSA
“Nyandang nama udah cukup, Nyoung. Lu udah bagian dari kita.” Kata Dimas yang merapikan dasi.
“Lu juga udah memenuhi syarat masuk sebagai Adijaya sih, Nyoung.” Hyunjin membantu Dimas merapikan dasinya.
“Jadi anak tiri?” Tanya Jinyoung.
Yeji, Hyunjin dan Dimas kompak menggeleng kemudian kompak menjawab, “Gila.”
“Ha?”
“You’ll see it.”
--
“Ah, Anne. Sudah lama tidak beremu. Kapan kita terakhir kali bertemu?” Tanya salah satu paman pada Yeji.
“Baru-baru ini kita bertemu. Di hari kematian Ayah Dimas, Om.” Yeji tersenyum.
“Ah, ya, benar. Om pikir terakhir kali kita bertemu saat pernikahan Papa kalian.” Omnya balas tersenyum.
“Dah ah, Papa pergi sana. Disini bagiannya anak-anak.” Deshka Sinbi Adijaya mengusir sang Ayah.
“Hai, Kak.” Sapa Dimas, Hyunjin, dan Jinyoung bersamaan. Sedangkan, Yeji hanya mengangkat tangannya.
“Oi.” Sapanya kembali.
“How’s life?” Dia memberikan fist bump pada mereka satu persatu.
“Fine.” / “Pretty good.” / “Good enough.” / “Nice before attend this fuckin party. How bout you?”
“Oh so damn true. Same!” Yeji dan Sinbi saling menepuk tangan dengan semangat.
Jinyoung tidak mengerti.
“Ini?” Tanyanya.
“Ini juga sih. Tapi gak cuma ini.” Jawab Hyunjin.
“Lu telat sadar berarti. Ntar gue kasih tau. Just wait.” Kata Dimas.
--
“Happy birthday to you! Happy birthday to you! Happy birthday happy birthday- happy birthday to you‼!” Suara riuh tepuk tangan memenuhi ruangan yang diisi para Adijaya itu.
Sang Kakek kemudian meniup lilin dan suara tepuk tangan makin keras.
Kakek memotong kue. Niat ingin membaginya sama banyak dengan jumlah orang yang datang.
“Kue pertama kue pertama‼” Anak pertamanya unjuk jari.
“Kue pertama untukku!” Sang bungsu ikut serta.
“Aku! Aku! Aku sedang ngidam!” Satu-satunya anaknya yang berjenis kelamin perempuan ikut serta.
“Berikan itu untuk Ayah saya di kuburan.” Kata Dimas tiba-tiba.
Semuanya kompak terdiam.
‘Ah, begitu rupanya.’ Pikir Jinyoung.
“Atau berikan pada Nenek di kuburan. Kakek selalu memberi pada Nenek saat Nenek masih hidup. Nenek mungkin menunggu kue pertama dari Kakek lagi.” Kata Hyunjin kemudian.
“Tidak. Tidak. Jinyoung yang baru saja bergabung dengan kita yang harus mendapat ini.”
“Terimakasih.” Ucap Jinyoung sambil menerima kue itu.
“Silahkan tante.” Jinyoung menyendok kue itu lalu memberikannya pada Tantenya yang berkata ngidam tadi sambil tersenyum.
Jinyoung, terverifikasi gila✔
