Satu

217 24 31
                                    

Memiliki perjanjian tanpa rencana dan berakhir menjadi komitemen yang dijaga selama bertahun-tahun ternyata tak selalu menyenangkan. Begitulah yang kini dialami Jesica. Dilema antara yakin dan tidaknya terpenuhi janji dari lelaki yang ingin melamarnya di hari ulang tahun yang kedua puluh lima.

"Dua bulan lagi ulang tahun kamu, Jes, dan Bagas sama sekali belum pernah memberi kabar selama dua tahun ini. Bagaimana jika ia tidak kembali?"

Gadis cantik yang dipanggil Jes itu mengeleng lemas. Diremasnya gawai dengan kesal. Sudah berkali-kali pertanyaan itu memenuhi kepalanya sejak memasuki tahun dua ribu dua puluh. Ini waktunya dan ikatan bersyarat itu mengganggu jam tidurnya. Ulang tahun yang ke dua puluh lima dan delapan tahun penantian.

"Jes, kamu berkomitmen dan memegang teguh hal itu sampai sekarang, tapi dia? tidak ada yang tahu pasti tentangnya. Kalau ia tidak memenuhi perjanjian itu, sia-sialah penantian kamu." Gadis itu menghembuskan napas setengah kesal dan menantang teman bicaranya. Sesaat kemudian bola matanya berputar melihat kaca pembatas restoran mewah tempat makan siang mereka. Ada kegelisahan yang terpancar di sana, sebuah perasaan yang asing dan menantang.

"Kamu tahu, Re, kalau ia tidak datang artinya jelas, ia tidak mau menikah denganku. Aku rasa aku akan kecewa." Kembali dinyalakan layar gawainya dan menghubungi nomor terakhir yang baru saja dihubungi dan seperti yang sudah-sudah ia menghembus napas kecewa mendengar suara operator. "Aku rasa aku akan patah hati bukan kecewa, Re. Apakah patah hati sesakit ini, Re? Aku takut tidak bisa menanggungnya." Diacaknya rambut panjang yang telah digelung cantik dan dengan tangan terkepal ia menepuk dada kirinya. Ia meringis menahan rasa asing baru yang mulai menggerogoti hatinya. Patah hati.

"Harusnya aku berkomitemen soal pacaran juga soal hatiku. Apa gunanya tidak mau pacaran kalau kemudian jatuh cinta? Apa artinya menunggu sampai delapan tahun kalau perasaan itu tumbuh sejak tujuh tahun lalu, Re? Apa aku salah dengan semua yang kujalani selama ini?"

Renata mengangguk pasti dan menarik ujung bibirnya, ia tersenyum menang. Ia teringat akan kata-kata yang dipertaruhkannya delapan tahun silam ketika Jesica membuat keputusan untuk menerima cinta dari lelaki yang bernama Bagas. Jesica teguh mengatakan tidak akan jatuh cinta dan berkomiten untuk tidak pacaran lalu membuat syarat tak masuk akal ketika Bagas mengungkapkan perasaannya. Sekarang tanpa bertanya Jesica telah mengakui kekalahannya.

"Iya, kamu salah besar, Jes. Seharusnya kamu tak perlu membuat syarat dalam bercinta."

Jesica Andine, gadis yang akan memasuki masa perak dalam hidupnya kini terjebak dalam permainannya sendiri. Sebenarnya bukan permainan yang berbahaya tetapi sebuah komiten yang teguh dipegangnya. Komitemen yang dibangun saat berusia tujuh belas tahun. Saat itu adalah masa paling indah dihidupnya tanpa banyak berpikir. Tahun 2012, tahun banyak taruhan dibuat karena ramalan suku maya tentang hari kiamat. Ramai-ramai siswa di sekolahnya membuat permainan Truth or Dare, mengungkapkan kebenaran sebelum kiamat benar-benar datang. Ia sendiri juga terjebak dalam permainan itu.

***

Suasana sekolah masih ramai dan kegiatan belajar mengajar belum kondusif setelah liburan akhir tahun. Kelas sebelas IPA3 sudah ramai sejak pagi. Mereka asyik membicarakan ramalan kiamat dan film yang berjudul '2012' yang sempat heboh diawal rilis..

"Aku tidak percaya kiamat akan terjadi pada Desember mendatang," sela Renata di antara kerumunan murid laki-laki yang bergosip di belakang kelas.

"Aku juga tidak percaya, Re," sahut Dion pacar Renata menegaskan ucapan kekasihnya. Renata bergelajut manja padanya.

"Tapi bukan berarti kita membiarkan kabar ini berlalu, Kawan. Biar seru kita buat permainan seperti anak-anak kelas lain. Bagaimana?" Gery berseru riang yang disetujui anak-anak lain. Kelas menjadi semakin heboh.

"Aku yang pertama." Hendra, lelaki dengan penampilan paling kacau, baju tidak disisip, rambut gondrong dan berwarna kuning yang belum dirazia guru piket dan anting magnet di telinga kirinya bersuara. Tidak ada yang membantah. Ia tersenyum senang dan murid-murid perempuan terpanah melihat senyumnya itu. Meskipun berpenampilan seperti preman, Hendra tetap menjadi idola kaum hawa sejak kelas sepuluh bahkan menurut seorang gadis yang sibuk dengan novelnya di kursi guru, ia telah menjadi idola permpuan sejak masih orok. Itu mungkin terdengar berlebihan, tetapi bagi gadis yang telah mengenalnya bahkan sejak masih dalam kandungan, hal itu telah menjadi makanan basi yang terpaksa tetap diciumnya.

"Kalau benar kiamat akan terjadi Desember tahun ini, aku bertaruh untuk jujur," sambungnya dengan lancang. Semua teman-teman yang mengerumininya menunggu. "Aku akan mengakui perasaanku pada Jesica." Gadis yang asyik dengan novel di kursi guru mengalihkan mata dari lembaran novel. Ia menaikkan alis kirinya dan menantang Hendra. "Je, aku mencintai kamu. Aku ingin kamu tahu kalau tiba-tiba saja bumi ini hancur, ada seorang laki-laki yang sangat mencintai kamu dan itu adalah aku."

Seketika para murid perempuan yang mengeruminya berteriak histeris. Sungguh sebuah pengakuan yang dramatis dan romantis tapi tidak bagi Jesica. Ia justru menaikkan ujung bibirnya.

"Basi," balasnya sinis.

"Tapi aku serius, Je. Aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini untuk jujur pada kamu. Aku sangat mencintai kamu dan hanya kamu satu-satunya, Je. Percayalah." Pernyataan itu sungguh meyakinkan tapi Jesica justru tertawa dan melihat ke arah pintu.

"Kamu boleh menamparnya sepuas hati, Kirana, tapi tidak boleh menatapku dengan ketidaksukaan seperti itu." Jesica tersenyum lebar menemani langkah Kirana yang mendekati Hendra. Lelaki yang baru saja tertawa itu melotot tak percaya pada sosok cantik yang semakin medekat. Ia mati kutu oleh keberadaan Kirana yang mendengar pengakuan cintanya pada Jesica.

"Jadi kamu hanya mencintai Jesica? Terus kata cinta kamu untuk aku kemarin itu artinya apa, berengsek?" Kirana mendaratkan sebuah tinju pada dada Hendra yang pura-pura meringis kesakitan. " Kita putus!" teriak Kirana sebelum meninggalkan Hendra yang baru tersadar akan risiko permainannya. Ia berlari mengejar Kirana diiringi tawa kemenangan dari Jesica.

"Kirana, Maaf, aku mencintai kamu bukan Jesica. Jesica itu cuma teman masa orok. Aku hanya mencinta kamu, Kirana. Maafkan aku."

Jesica memutar bola matanya dengan jengah mendengar pengakuan dari mulut Hendra yang penuh tipu muslihat itu. Ia sudah tahu semua kebusukan sahabat kecilnya itu. Sekalipun berpenampilan seperti preman pasar, suka bolos sekolah dan malas mandi tapi banyak murid perempuan yang mengidolakan dia. Alasannya hanya satu, ia anak orang kaya. Tapi bagi Jesica ia hanyalah teman yang payah dan bodoh. Ia tidak pernah tersentuh sedikit pun dengan ungkapan cinta dari Hendra termasuk kejujuran di tahun kiamat itu.

Permainan itu belum berakhir. Ungkapan cinta banyak terjadi di awal tahun 2012 bahkan banyak yang berlaku nekad dengan mengumumkan perasaan mereka.

Jesica sendiri sejak kelas sembilan memutuskan tidak mau pacaran sampai menikah nanti tapi bukan berarti menutup kesempatan bagi murid laki-laki untuk mengungkapkan perasaan mereka. Di awal tahun itu ia banyak sekali menerima pernyataan cinta termasuk dari Hendra dan salah satu yang tidak disangka akan menjadi bumerang di kemudian hari, Bagas Lukman. Ia adalah lelaki paling nekad bertaruh dalam tahun penuh ramalan itu dan Jesica kemudian menerima pernyataan cintanya dengan syarat.

Tbc ...

Cinta BersyaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang