DOUBLE WALKER

22 0 0
                                    


Setyo menuntun sepeda ontelnya memasuki halaman Sekolah Dasar Negeri 1 Kragan. Bangun tua beratap limas yang memanjang berdiri tegak di tanah datar nan kering. Beberapa pohon beringin hias kini mulai mengeluarkan bunganya setelah seminggu sebelumnya di guyur hujan. Tetapi air hujan seperti tidak pernah meninggalkan bekas di atas tanah dan bebatuan Kragan . Hanya sehari setelah berlalunya hujan, warna merah tanah mulai bermunculan, memanggil butiran debu yang diterbangkan angin untuk bermain dalam canda hingga masa dimana langit cukup bermurah menurunkan hujan berikutnya.

"Selamat pagi Pak Guru,"suara seorang gadis terdengar dari arah belakang. Setyo membalikan badannya.

"Selamat pagi," senyum lebar dihadirkan Setyo di wajahnya manakala ia mengetahui siapa yang menyapanya. Hatinya melonjak dalam rasa gembira yang luar biasa. "Kamu sudah sehat Menik?"

"Sudah Pak," Menik menjawab sopan. Tatapan matanya begitu teduh.

"Bagus kalau begitu. Kawan-kawanmu pasti sudah merindukanmu. "

Menik menunduk memberi hormat. Lalu berjalan ke arah kelasnya yang terletak di tengah gedung sekolah. Setyo dapat membayangkan kesulitan yang akan ditemui Menik. Setelah beberapa lama tidak bersekolah, gadis itu harus mengejar ketertinggalan materi pelajarannya. Setyo tidak begitu memperhatikannya selama ini karena Menik murid kelas empat. Jika ia siswa kelas lima atau kelas enam, mungkin Setyo mengenalnya.

****

Hari Rabu merupakan hari yang sibuk untuk Setyo. Pagi hari ia memberikan materi matematika untuk kelas lima. Setelah istirahat, ia masuk ke kelas enam. Baru pada siang hari ia kembali ke ruang guru.

Ruangan guru masih sepi ketika Setyo berjalan menuju mejanya yang terletak tepat di sudut, menghadap ambang pintu. Buku pelajaran matematika diletakannya di atas meja lalu ia bergerak memutar menuju bangku. Angin berhembus keras dari arah jendela yang terletak di belakang bangku duduknya, menghantam daun pintu ruang guru yang bergerak kencang menuju kerangka kusen. "Brak!" Bunyi dentaman pintu mengejutkan Setyo.

"Angin sering begitu Mas. Gak usah kaget," Lis, guru bahasa Indonesia, berjalan dari pojok ruangan yang terletak sejajar dengan pintu. Setyo memperhatikan Lis berjalan keluar. Matanya tertuju pada pintu yang kini terbuka lebar.

"Saya sekarang sering kehilangan konsentrasi,"keluh Setyo dalam hati. "Lis duduk di pojok ruangan sejajar dengan pintu. Aku datang. Masuk ruang guru. Berjalan ke arah bangkuku yang terletak persis di ambang pintu, tetapi sama sekali tidak melihat rekan yang duduk sejajar dengan pintu. Bukankah aku semestinya bisa melihat rekan yang duduk dalam ruangan ini, meski melalui ekor mata?"

"Hei, Mas. Ngelamunin apa,"suara kepala sekolah mengagetkan Setyo.

"Hee.....anu, Pak. Lagi liat Bu Lis yang berjalan keluar ruangan,"Setyo menjawab gagap.

"Bu Lis? Mas Setyo salah lihat mungkin. Bu Lis kan hari ini ke Rembang mengantar siswa yang mengikuti Lomba."

"Maksudnya Pak?,"Setyo berupaya meyakinkan diri.

"Hari ini kan anak-anak kita mengikuti lomba menari di Rembang. Bu Lis mendampingi mereka. Sejak subuh tadi sudah berangkat, karena lomba berlangsung pagi hari,"Kepala Sekolah menjelaskan.

Setyo terdiam. Ia tidak ingin berkata apapun. Ia kembali ke tempatnya. Duduk dan membuka notes kecil yang selalu dibawanya. Sambil membuka catatannya, Setyo mengambil tilpun genggam mencari nomor rekan mengajarnya, Lis. Ada dua nomor. Setyo menekan nomor pertama. Tidak ada nada sambung. Hanya bunyi tulalit. Setyo mencoba nomor kedua. Hasilnya sama. Perasaan cemas kini menjalari hatinya. "Ah....mungkin, Cuma halusinasi. Biarlah,:Setyo menenangkan hatinya.

Mata Setyo menangkap sesuatu di bagian tengah buku catatannya. "Doppelganger". Jantung Setyo berhenti sesaat. Ia meneruskan membaca keterangan yang tertulis di bawah kata itu. Doppelganger adalah istilah bahasa Jerman untuk "double walker". Ini merujuk pada bayangan diri yang menyertai kehidupan manusia di dunia. Doppelganger bukanlah bayangan hantu. Ia adalah gambaran ganda manusia yang hidup. Jika anda melihat bayangan ganda seseorang, itu merupakan tanda-tanda kematian orang yang bayangannya terlihat.

Setyo menghela nafas dalam-dalam. Kedua telapak tangannya dilekatkan menutup mulutnya. Ia memandang ke luar ruangan guru. Nampak deretan kelas yang berjejer di seberang lapangan sekolah. Angin menerbangkan dedaunan mangga dan bougenville yang tumbuh subur di halaman sekolah.

Bayangan sang Ayah tiba-tiba hadir di depan matanya. "Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan mistis, Setyo. Tidak ada mantera dan jampi-jampi dalam pengusiran setan. Tidak juga dibutuhkan ilmu dan kepandaian tertentu. Ini adalah pekerjaan yang bisa dilakukan siapa saja. Kita semua diberikan karunia. Ada karunia mengajar. Ada karunia menyembuhkan. Juga ada karunia untuk menghalau kuasa kegelapan. Hal yang membedakan hal ini dengan lainnya hanyalah pilihan.

Kita memilih untuk menggunakan karunia ini. Mengenali diri kita, dan menyerahkan diri sepenuhnya pada Dia yang memiliki segala kuasa, sambil memohon pengampunan atas dosa kita. Mintalah, maka kamu akan diberi."


Sumber gambar: youtube

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 17, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

TUJUH HARI MENGUSIR SETAN (3) DOUBLE WALKERWhere stories live. Discover now