Sesuatu di Jogja

53 3 0
                                    

Jogja, 2-02-2020

Sore menjelang malam, deras rintik hujan jadi teman sore ini. Perlahan pelan laju mobil membelah hujan. Hari ini tidak banyak kerjaan di kantor dan aku bisa pulang lebih awal dari biasanya. Setiap sudut kota ini romantis. Banyak hal sudah aku lalui disini, kota yang mengajariku banyak arti hidup. Jogja, ya tempat ini bukan tempat yang tepat untuk kau merantau, kecuali kau mau mati-matian memutar otak agar tetap bertahan hidup disini. Bukan tanpa alasan kapalku berlabuh disini, semua berawal Mei 2019 silam. Oh ya, perkenalkan. Namaku Devian Vio Pramudya. Orang tuaku memberi nama itu 21 tahun yang lalu, sebagai anak pertama mereka berharap aku adalah contoh yang baik untuk adik-adikku kelak, dan yang membahagiakannya lebih dulu. Ya itu adalah keinginan semua anak. Tapi takdir berkata lain, sebagai anak laki-laki pertama tugas berat dipundakku. Masih ada dua orang tua yang harus aku banggakan dan dua adik yang harus aku bahagiakan. Mereka yang membuatku selama ini bisa terus bertahan.

Kapal ini menjauhi dermaga, Pukul 15.00 Bapak mengantarku ke Jogja, sebelum berangkat aku mengunjungi beberapa rumah keluarga dan kerabat. Selain berpamitan, aku juga meminta restu dari mereka. Teruntuk keluarga, aku rela melakukan apa saja. Tangis haru mewarnai keberangkatanku, satu wajah yang aku ingat sampai sekarang, adik. Dia membelakangi kaki Ibu, tersandar dan kemudian menangis. Tersayat hati ini melihatnya. Namun apa boleh dibuat, takdir yang memaksa ku jalan ke dunia liar tak terjamah. Kita jarang berbicara, dia masih kecil, kelas 1 SD. Tapi aku lihat sosok yang hebat dari dirinya, beda jauh dariku yang pendiam ini. Kelak dia akan menjadi laki-laki hebat di keluarga ini. Aku berjalan pelan mendekatinya yang menangis, " Dik, aku janji akan pulang dan bawa sesuatu yang besar untuk mu, untuk kita. Tersenyumlah, jaga Ibu dan Bapak dirumah. Kau pelindung keluarga ini sekarang. Berjanjilah kepadaku semua akan baik-baik saja di tanganmu." Kucium dan kupeluk dia sebentar, sesak rasa di dada. Aku tau bagaimana perasaanmu dik, tapi maafkan aku, kelak kau akan tau kenapa kaki ini tetap melangkah meskipun berat. Perlahan aku masuk mobil, jujur saja, sampai di dalam tak kuasa air mata ini aku tahan. Bapak disampingku diam tanpa suara, dia mengerti apa yang aku rasakan. Kami berangkat, aku sudah ada janji dengan Om di Jogja, dia mengirimku alamat. Alamat yang tertuju di sebuah Apartement. Mobil ini berjalan membelah kemacetan jalan raya. Sedih memang, hidup ini berat, tapi jika kau hanya bertahan dengan keadaan sekarang. Kau akan tetap seperti itu, tetap di tempatmu yang menurutmu paling nyaman. Hal besar memang selalu butuh pengorbanan. Kalimat penenang untuk diriku sendiri.

Dijalan, Bapak bercerita beberapa hal kecil yang pernah kita lakukan dirumah. Seperti tingkah Boly, dia kucing peliharaan yang kami anggap keluarga sendiri. Tingkah adik saat menangis setelah pulang mengaji, dan masih banyak hal lainnya. Ah, hal sederhana seperti ini yang akan sangat aku rindukan kelak. Jendela aku turunkan, satu batang rokok aku keluarkan, kunyalakan korek. Kertas dan tembakau ini perlahan menjadi asap, satu tarikan pertama yang membuatku sedikit tenang. Kami perokok, aku merokok sejak SMA. Meskipun dulu diam-diam, tapi akhirnya aku beranikan diri untuk izin dengan orang tua. Aku putar lagu Sheila on 7, "kisah klasik" dan beberapa lagu band ini adalah kesukaanku dan Bapak. Lagu-lagu yang menemani perjalananku ke dunia baru, dunia yang buas. Tak terasa mobil kami tiba di tempat yang kami tuju, Yogyakarta. Udara hangat kota menerpa wajahku, sumilir angin kecil seakan membawa salam selamat datang. Nampak Om sudah berdiri menunggu di depan loby, wajah yang tak asing. Setelah hampir 4 tahun tidak bertemu, ini awal pertemuan kita kembali. Aku keluarkan barang-barang bawaanku. Kulihat Bapak sedang berbicara singkat. Beres, semua sudah aku keluarkan tanpa tertinggal satu barang. Aku mendekat dan berpamitan ke Bapak, kucium tangannya, dia menunduk dan berbicara kepadaku " Betah-betah disini, kami harap ini yang bisa mengubah hidupmu, lakukan yang terbaik. Hormati Om kamu, dia orang tua mu disini dan selalu kirim kabar kerumah."

Tidak banyak memang, tapi dalam. Mobil Bapak perlahan keluar dan pergi, Om mendekatiku, setelah bersalaman aku diajak masuk dan berkeliling sebentar di tempat ini. Tibalah aku dikamar lantai 7, Om mempersilahkan aku masuk dan mandi. Dia bilang setelah selesai, temui dia di lantai 8 karna ada yang perlu kita bicarakan. Malam pertama ku di Jogja, aku tau aku tak mampu, setidaknya sebaik yang aku bisa Tuhan.

Titik BalikWhere stories live. Discover now