11 Maret 2019, pukul 20:00 waktu setempat.
Dentikan jam terus mengalir selaras dengan irama jantung Robert Andreas. atau biasa akrab dipanggil Robert, pria cerdas dengan mengenakan setelan jas mantel berwarna cokelat ditambah perawakan jangkung dan mata yang bersinar, menunjukan rasa ingin tahunya yang sangat menggelora pada saat itu juga. Kesan melankolis pria berusia tujuh belas tahun tersebut terpancar dari ekspresi kelopak matanya yang tenang nan dingin, namun garis melengkung tipis diatas kerutan wajahnya mengambarkan suasana hatinya yang tercampur padu tak terungkapkan. Sambil menggenggam secarik kertas berisikan petunjuk yang selama ini menyesaki hatinya, Robert memacu tunggangannya diantara guyuran air dan embun malam yang sangat dingin.
Jalanan tak berpenghuni disertai rintik hujan yang amat menerjang, menghiasi pemandangan malam di kota Jakarta Timur. Menampakan kondisi yang kurang bersahabat untuk seseorang pergi keluar tanpa tujuan yang jelas. Kerlip lampu jalanan dan pertokoan dibuat buram bagai tersipu malu akibat tertutup gulungan kabut tebal seperti awan yang terbang rendah. Hal itu selaras dengan benak Robert yang terus bertanya-tanya dengan dirinya sendiri mengenai apa tujuannya malam ini, kabur dan samar-samar. Namun, bagai otak yang diterjang oleh sebuah intuisi dan naluri kasat mata yang begitu meyakinkan, Robert membulatkan tekadnya untuk tetap berpegang teguh pada prinsipnya.
Speedometer yang mulanya menunjuk angka 80km/jam tiba-tiba berguling turun ke angka 30km/jam saat Robert memasuki kelokan tajam disudut jalan kota Jakarta Timur. Sontak Robert menggulung kaca mobilnya untuk melihat barisan gedung yang terpampang indah disepanjang jalan.
"Ya Tuhan!" serunya keheranan.
Robert dikejutkan pada sebuah pemandangan yang tidak biasa ia temukan ditengah perkotaan industri semacam ini, bangunan reot yang diampit oleh gedung-gedung mewah menandakan apa yang tertulis dalam kertas petunjuk tersebut ialah benar, dan bisa dikatakan itu adalah sebuah fakta. Oleh karenanya, petunjuk itulah yang membuat dirinya tertarik untuk memasuki bangunan tersebut. Ia bangkit dari kursi kemudi sambil mencocokkan karakteristik yang ada dihadapannya. Berbekal lentera dan tekad yang kuat, Robert memberanikan diri untuk menerobos gerbang besi berkarat yang tertulis inisial "J.A" pada plakat tembaganya.
Sambutan tak ramah jelas tergambar dari halaman depan yang sesak ditumbuhi tanaman rambat sampai menjulang tinggi. Sisa reruntuhan bangunan yang ternodai oleh vandalisme teronggok begitu saja, memberi kesan lusuh serta kumuh dari bangunan ini. Belum lagi dinding yang tergerus oleh derpaan angin dan tetes air hujan membuatnya tampak terduyung-duyung kehilangan kekokohannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cybernetic
Science FictionBerawal dari seorang anak jenius, sang pewaris, Robert Andreas. Memulai petualangan hidup dengan mencari petunjuk dibalik kisah kelamnya. Akan kah dia menerima takdirnya itu? atau justru dia kehilangan jati dirinya disaat kita membutuhkan sosok peli...