Prolog

2 1 0
                                    


Langit yang biasanya  cerah, entah kenapa hari ini kelabu. Seolah ikut merasakan kesedihan yang sedang dirasakan oleh gadis yang kini sedang menatap kosong ke arah langit itu. Berkali-kali ia bertanya ke atas sana, entah pada siapa.
Kenapa ia jadi seperti ini ?
Apa ia selama ini telah lalai menjadi manusia yang baik ? Apa ia kurang bersyukur ?
Atau, jika ia memang hasil reinkarnasi dari kehidupan sebelumnya, dosa apa yang sudah ia lakukan di masa lalu hingga ia harus menanggungnya sekarang.
Ia diam tidak tahu harus melakukan apa, bahkan menangispun ia sudah tidak bisa.
Dari atas bangunan ini gadis itu bisa melihat teman-temannya yang sedang tertawa dan bercengkrama satu sama lain. Apa mereka benar-benar sebahagia itu ?
Tapi kenapa ia tidak. ia sudah berusaha untuk melupakan segala masalahnya, berpura-pura hampir pada semua orang bahkan dirinya sendiri seolah ia baik-baik saja.
Entah kenapa sesak itu masih ada, entah bagaimana perihnya masih terasa.
ia naik ke atas pembatas beton, menarik nafasnya berat. semilir angin menerpa wajahnya membuat rambut hitam panjangnya terbang dengan lembut. 
ia paham dengan sadar bahwa keputusan yang akan ia ambil ini akan menjadi dosa paling besar seumur hidupnya. Tepatnya dosa terakhir yang akan ia lakukan.
Tangannya terentang, siap menerima gaya gravitasi yang akan melahapnya utuh. Meremukkan sisa-sisa kewarasannya. Tepat saat hatinya telah yakin—

"Waktu lo jatuh kebawah badan lo bakal nyangkut di dahan pohon, entah bagian mana dari tubuh lo yang bakal tertusuk dahan itu. Darah lo bakal berceceran ke lantai, dan asal lo tau pak supri bakal butuh sebotol penuh pembersih lantai buat ngilangin bau amis dari darah lo"

Kalimat panjang dari suara  serak khas orang baru bangun tidur itu terdengar entah dari mana,nara membalikkan tubuhnya mencari siapa pemilik suara itu. Pandangannya jatuh pada sepasang kaki dibalik tembok.

"Belum lagi polisi pasti datang buat nyelidikin kasus kematian lo, guru-guru bakal di introgasi. Imbasnya jam pelajaran bakal banyak yang kosong, dan gue bakal rugi karena gue sudah bayar penuh SPP sampai semester depan"  Bersama dengan itu sepasang kaki yang dilihatnya tadi menekuk lurus, kemudian sosok itu berdiri disamping tembok sambil menatap nara lekat-lekat.

Mata nara menyipit tajam, ia mengenali laki-laki itu sebagai kakak kelasnya, Alvaera Darma. Tapi bukan hal itu yang menjadi fokus nara, bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu pada orang putus asa sepertinya. Sungguh tidak berprikemanusiaan.

Maksudnya oh ayolah ! itu bukan cara yang benar untuk membujuk orang yang ingin bunuh diri kan?
Nara menatapnya marah, siap memakinya menyuruhnya pergi dan tidak mencampuri urusannya lebih jauh lagi. Belum sempat ia melaksanakannya, laki-laki itu kembali bersuara masih dengan wajah datarnya.

"Se-enggaknya kalo mau mati jangan nyusahin orang"

WHAT THE F***!


🐾🐾🐾

Chapter 1 ???


19 Februari 2020

BLIND SPOT (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang