BTS Kim Taehyung - The Worst Pain

52 10 13
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Kim Taehyung are you cheating on me?" Ia baru saja melangkahkan kakinya masuk kedalam dormku. Aku dapat melihat raut lelahnya wajahnya, namun aku tidak bisa menahan diri. Matanya melebar dan pundaknya menegang mendengar pertanyaannyaku, tidak tahu harus merespon apa. Tak lama matanya melembut, menatap kearahku yang menunggu jawabannya.

Setelah ia melepaskan sepatunya, menggantungkan mantelnya seperti yang selalu dilakukannya ketika ia berkunjung ke dormku, sehingga terlihat kini ia hanya mengenakan sewater hitam dan celana jeans coklat. Taehyung kemudian berjalan kearahku, meraih pundakku dan mengelus kedua sisinya.

"Jawab aku..." gumamku tidak sanggup meninggikan suaraku saat sentuhannya mampu meredam marahku.

"What's this all about, Park Ara?"

"Aku melihatmu."

"Melihat apa?"

"Kau..." Bagaimana aku memberitahunya, bahwa aku melihatnya dengan Yoora duduk berdua di cafe tak jauh dari Kampus. Mereka duduk sangat dekat.

Hanya itu.

Dan aku mempertanyakan diriku sendiri mengapa hal sepele seperti ini dapat membuat ku cemburu. Ada apa denganku?

Taehyung sepertinya tahu apa yang ada dipikiranku. Ia tersenyum, tangannya ia arahkan pada wajahku, mengelus pipiku.

"Aku dan Yoora hangout di cafe dekat kampus? Sayang? Kau tahu Yoora adalah sahabatku dari kecil, bukan? Dia bahkan berteman denganmu sekarang dan juga pernah hangout hanya berdua tanpaku." Taehyung benar.

"Aku tahu... i just... i'm tired and feel a little bit insecure, that's all."

"Is that really all? Ara ada apa? Kau terlihat pucat." Raut wajah Taehyung berubah khawatir. Sebelum aku sempat menjawab ia menggenggam tanganku dan menuntunku duduk di sofa. "Arayaa? Sayang?" Panggilnya.

"I'm okay. Aku akan ketoilet dulu dan setelah itu aku akan memasak untukmu, oke?" aku mencium pipinya kemudian bangkit dari sofa.

"Aah... Menstruasi. Harusnya aku mengetahuinya." Gumamku. terjawab sudah mengapa moodku berantakan, terlebih menunduh kekasihku yang tidak-tidak. Beberapa hari terakhir aku sangat tidak ingin ditinggal. Aku tersenyum, merasa bodoh dan bersalah telah menuduh Taehyung atas penilaian 'terlalu' sensitifku.

Namun senyumku hilang saat aku memeriksa obat anti keramku yang kini tidak tersisa dibotolnya.

"Shit. Baiklah kau bisa Park Ara." Walau aku tak yakin akan bisa bertahan tanpa obat penghilang keram yang harus selalu kuminum setiap bulannya. Aku keluardari kamar mandi dan sesuai perkataanku para Tae, aku beranjak ke dapur dan mulai memasak.

"Is spaghetti okay for you?" tanyaku tanpa melihanya, sibuk mengeluarkan bahan yang akan kumasak.

"I'm craving spaghetti right now so yeah." Jawabnya. Taehyung kemudian beranjak menuju lemari pakaianku, kuduga ia akan mengganti celananya dengan trainning yang sengaja ia tinggalkan di lemari pakaianku.

Perlahan mulai terasa nyeri yang disekitar area bawah perutku. Pelan namun aku bisa merasakan sakitnya. Aku berusaha menahannya, paling tidak Taehyung-ku harus kenyang terlebih dahulu sebelum aku berbaring dan mengkompres pertuku dengan air hangat. Kupikir hal itu dapat meredakan nyerinya.

Namun perutku berkata lain. Belum sempat aku memasukkan pasta kedalam air yang telah mendidih rasa sakit itu datang menusuk dan meremas perutku. Seketika badanku jatuh tak tahan dengan nyeri yang berpusat pada area bawah perutku. Keringat dingin sontak mengalir dari pelipisku deras menuju pipi dan daguku. Rasanya tak tertahankan.

"Arayaa dimana kau menaruh baju kaus puti- Yaa Ara?!" Taehyung berlari kearahku dengan khawatir memegangiku. "W-wae, waee? Arayaa apa yang sakit?"

"Hmm p-perutku sakit." Ucapku sambil berusaha menggenggam tangannya kemudian dengan tangan satunya mencoba meraih pundaknya. "Bulan ini sudah mulai, obatku-"

"Obatmu sudah habis? Baiklah baiklah oke umm aigo." dengan panik setelah mematikan kompor kemudian dengan cepat ia berlari mengambil mantel dan kunci mobil. "Come here." Ia nyelipkan tangannya pada kaki dan leherku, menggendongku kemobilnya dan mendudukkanku dikursi penumpang disebelahnya.

"Aku akan membawamu ke rumah sakit, oke? Bertahanlah Arayaa." Aku mengangguk seadanya, tidak sanggup untuk menjawab. Kurasakan tangannya mengelus rambutku sepanjang perjalanan. Raut kawatir tidak pernah meninggalkan wajahnya. Hal yang terakhir kuingat hanyalah ia yang menyelimutiku dengan mantelnya, telapak tangannya terus mengelus dahiku, serta namaku yang terus dipanggilnya. Kemudian gelap.

###

Aku terbangun diruang serba putih dengan tirai biru lembut dikedua sisiku. Butuh beberapa saat untukku membiasakan pandanganku untuk kemudian mendapati tangan yang menggenggam tangan kananku dan kepala yang terbaring disampingnya dengan rambut berwarna coklat tua. Taehyungku. Perlahan ku belai rambut halusnya. Sontak pemilik rambut yang halus itu bangun, matanya mencari mataku, khawatir. Namun tatapan khawatirnya kini bercampur dengan raut lega. Dan marah.

"You're making me worried..." Ungkapnya.

"Maafkan aku..."

"Hanya satu orang didunia ini yang tahu bagaimana cara membuatku khawatir."

"I'm sorry..."

"Aku kira sesuatu yang buruk terjadi padamu, kau tahu?"

"Aku baik-baik saja sekarang, Taehyung. Sayang..." tanganku mengelus pipinya, kemudian rambutnya untuk menenangkannya. Ia akan selalu tenang jika aku mengelus bagian belakang rambutnya, sambil menyelipkan rambutnya disela-sela jariku. Ia hanya menghela nafas dan memejamkan matanya seakan menghayati sentuhanku. "Aku minta maaf... maafkan aku sudah menuduhmu selingkuh, membuatmu khawatir... mianhe Taehyungie."Kuraih tangannya dan menariknya padaku agar aku dapat memeluknya. Menenangkannya agar ia tahu kini aku telah baik-baik saja.

Tidak ada sesuatu yang menempel ditanganku jadi aku menduga sesampainya aku dirumah sakit mereka langsung menyuntikkan obat dan kemudian mengompres perutku dengan air hangat, aku merasakannya saat aku bangun tadi. Kupeluk Taehyungku dan membenamkan wajahku pada leher hangatnya, mencium aroma khas tubuhnya seperti ia menyembunyikan wajahnya dileherku. Setelah beberapa lama kemdian ia menarik dirinya dan duduk memegang tanganku.

"Kau benar baik-baik saja sekarang? Sudah tidak merasa sakit lagi?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Aku mencintaimu, Park Ara. Kau membuatku khawatir. Beritahu aku jika kau butuh sesuatu. Obat-obatan, makanan, atau bahkan pembalutmu, apa saja. Aku akan membawakannya untukmu. Kau mengerti?" Nadanya terdengar sedikit tegas.

"Arraseoyo, nado sarangheyo, Kim Taehyung."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Oneshot FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang