Exitium
Sehun, laki-laki dari klan Kegelapan yang berbadan tegap, khas pemburu dan petarung sejati, kembali melafalkan kata itu di dalam hati. Ia yakin tulisan itu ada dibalik batu besar yang baru dilihatnya di tepi danau. Ada sepasang kupu-kupu kuning yang terbang berdekatan, seperti tengah saling berangkulan, di depan batu tersebut. Ini jenis binatang yang tidak mungkin berkeliaran di negeriku, pikirnya. Ia urung mengatakan pemandangan yang dilihatnya itu sebenarnya indah. Mengakui sesuatu indah adalah lambang hati yang lemah. Ia seorang lelaki petarung. Tidak mungkin kualifikasi seperti itu ada di dirinya.
Tanpa memperdulikan suara heboh-bersahutan teman-temannya, Sehun berjalan ke situ, merasa kedua kupu-kupu mungil itu sedang menggiringnya.
Jangan. Satu suara kecil di hati memerintahkannya demikian.
Kenapa? Sehun bertanya, seperti tengah berdialog dengan dirinya sendiri. Langkahnya terhenti.
Jangan ke situ.
Menarik, ia membatin. Dan karena dilarang, ia justru semakin penasaran. Ditinggalkannya teman-temannya dibelakang, meneruskan langkah ke arah batu besar yang semakin intens menariknya seperti kutub magnet.
Gubrak!
"Sehun!" Suho, sahabat Sehun yang rambutnya paling hitam, dan tampak kebiruan apabila tertimpa sinar matahari --yang sayangnya tidak ada di Dataran Kegelapan-- melompat keluar dari danau.
"Yang Mulia Sehun!" Bersamaan, Chen dan Johnny, anak buah sekaligus teman Sehun, mengikuti Suho dari belakang.
Suho sempat panik melihat sahabatnya tidak ada dimana-mana. Ia teringat pesan ayahanda Sehun, Raja Righ, bahwa satu tempat yang harus dihindari sepanjang masa adalah Aerial. Beliau bahkan mengizinkan para anak muda Kegelapan ini 'bermain-main' ke Padang Rumput Ilya di wilayah Cahaya, tapi Aerial adalah pengecualian. Suho mengira itu adalah mitos yang dibuat orang dewasa untuk menakut-nakuti anak kecil yang susah tidur, tapi mungkin Aerial memang benar-benar angker.
"Tempat ini terkutuk." Ucap Mark, anak buah Sehun yang termuda dan terkenal ahli meramu racun untuk jenis senjata sumpit beracun. "Dan jangan-jangan Paduka Sehun yang terkena kutukan itu lebih dulu --setelah itu baru kita!"
Ketiga laki-laki lainnya langsung terdiam mendengar ini.
"Keluarkan aku dari sini, bodoh!" Terdengar sahutan kesal dari bawah tanah. "Johnny, lemparkan talimu ke sini!"
Suho mendekati sumber suara itu dan melongok ke bawah, tak kuasa untuk tidak tertawa. " Apaan, Sehun? Kau benar-benar membuat kami khawatir. Ternyata hanya jebakan beruang yang sudah usang."
"Bagaimana kalau kau ikut kesini juga, Suho?" Sehun menendang dinding lubang di sisinya sehingga tanahnya runtuh, membuat Suho kontan mendarat di sisinya.
"Kau benar-benar tidak asyik, Pangeran." Suho yang kini ikut tertutupi tanah dan akar-akaran kering langsung mendengus.
Matahari hampir menghilang dan dinding-dinding hutan terlihat seperti pagar-pagar pertahanan istana yang tinggi menjulang. Ketiga laki-laki itu terlalu fokus untuk mengeluarkan Sehun dan Suho dari lubang hingga tidak menyadari sesosok ramping menyelinap dari balik batu, keluar dari hutan itu.
Di situ! Refleks, Sehun menoleh, merasa melihat bayangan bergerak. Ketika tidak lama kemudian ia benar-benar berdiri di hadapan batu perak raksasa, ia terkesiap melihat gambar dan simbol yang kerap muncul di dalam mimpinya.
"Exitium," Ucapnya dengan mata membelalak takjub.
Melihat sahabatnya berdiri mematung, Suho mendekat. "Sehun?"