Maybe you

4 2 0
                                    

Bukan waktu yang Tak mempertemukan Kita, tapi kesempatan yang Tak ada.

Sorak-sorai pujian terdengar jelas di telingaku 'cantik sekali, mirip ibunya', 'cara bicaranya menyenangkan','wah, kalau saja debutnya lebih awal, pasti aku bisa mendapatkannya'. dan tentunya lebih banyak lagi.

Sepertinya Mithra sedang mengeluarkan jurus pemikatnya, harus kuakui terlepas dari muka rubahnya yang sangat menawan itu, dia memang sudah sangat licik. Mungkinkah bawaan? Hmmm..

Jujur, kadang aku merasa iri dengan banyaknya perlakuan baik pada Mithra, tapi apalah daya memang itu sudah jadi takdirnya. Apa itu namanya, ku membaca nya di sebuah toko buku dari timur,hmm semacam ' takdir Phoenix?'

Semakin malam suasana di rumah megah itu semakin ramai. Pesta berakhir dini hari bagi semuanya kecuali Everil. Tetap setia menunggu seseorang yang tak pernah dia lihat. Sampai entah kapan dia tertidur, dan merasakan suasana manis dan nyaman. Sepertinya apa yang ditunggu sudah datang? Malamnya kini di penuhi ketenangan.

Tepat saat matahari malu- malu muncul ke bumi, Everil sayup-sayup membuka matanya. Dengan ada rasa menyesal, yang entah apa penyebabnya, tapi bisa di perkirakan sebenarnya
'Apakah karena aku tidak berhasil menemuinya lagi?' Dengan wajah sedihnya, Everil mengingat ingat kemarin malam, hanya bayangan tak jelas yang dapat ia ingat di kepalanya. Sebenarnya itu merupakan suatu pencapaian dimana sampai beberapa saat lalu dia bahkan tak tahu bentuk wajahnya, hanya siluet yang selalu Everil ingat. Seketika pusing menghantamnya. Everil langsung memegangngi kepalanya dengan kesakitan. ' Sial!, ayo sedikit lagi, kamu pasti ingat bodoh'. Tidak, jika lebih jauh dia akan benar-benar menjadi bodoh. 'Apakah aku sudah tua dan menderita penyakit otak? Kenapa sangat menyakitkan untuk mengingat saja?'
' tak mungkin aku baru 15 tahun, 15 tahun, itu mungkin usia yang tua bagi kucing, tapi aku bukan'.


Tanpa memikirkannya lebih lanjut, Everil membersihkan diri dan membantu membuat sarapan di dapur. Selain dari kedok untuk mendapatkan makanan untuk dirinya sendiri, ada gadis cantik di rumah besar ini yang sangat manja, dan ingin dia yang melayaninya, jika tidak mau, oohh, mungkin dia harus angkat kaki dari rumah besar itu.
Sembari menyiapkan sarapan, Everil mendengarkan gosip dari para pelayan dapur.
" Ah....sekarang ini banyak sekali hal hal menyeramkan terjadi" kata salah satu dari mereka dengan bergidik ngeri.
"Ya betul, di pasar berita itu sudah menyebar luas" sahut lainnya tak kalah semangatnya.
" Tadinya, orang-orang pikir itu kecelakaan atau kebetulan, tapi ternyata terus berlanjut, oh...bukankah itu sangat menakutkan? Hiii....."
Mendengar gosip gosip semacam itu memang menjadi hari- hari Everil saat bersama para pelayan. Tapi tak bisa dipungkiri kali ini memang cukup menggiurkan minatnya untuk bertanya.
'Kejadian menyeramkan? Dan beruntun? Bukankah ini menarik?!' Dengan rasa penasaran yang besar Everil bertanya pada para pelayan
" Berita apa yang kalian maksudkan?"
"Ah! Nona Eve, anda mengagetkan saja...."
"Tolong beritahu aku berita apa yang kalian bicarakan itu! Ayolah....."  Hei, jangan salahkan aku jika terlalu menuntut ,ini tak bisa dipungkiri memang kalau aku tidak tahu menahu dengan kondisi atau berita terbaru, tahu sendirilah kerjaanku hanya berdiam di sekitar rumah saja.
" Itu loh Eve, akhir- akhir ini banyak hewan- hewan ternak yang mati"
" Bukankah itu biasa? Tahun lalu bukanya pernah seperti itu saat musim dingin?"
" Ah, bukan karena dingin, lagi pula sekarang baru musim gugur tak sedingin itu, tapi hewan-hewan itu mati karena bagian tubuhnya patah-patah, yang mengerikan darah mereka Ada dimana- mana, bukan satu dua tapi hampir puluhan hewan ternak......" Pelayan itu berbicara sambil memegangi kedua bahunya sendiri seolah- olah dia juga akan di patahkan tubuhnya.
" Bisakah itu kemungkinan hewan liar?"
" Hei Nona kecil, jangan terlalu naif, dengan banyaknya pagar tinggi yang mengelilingi hutan, bagaimana hewan liar bisa masuk wilayah peternakan?, aku tidak akan berkata begini, jika para pekerja di wilayah timur tempat aku membeli daging tadi pagi, belum mengecek kondisi pagar pembatas".
'hmmm... Lalu apa?'
" Dugaanku itu adalah hantu kelaparan, aku yakin dengan itu" lanjut pelayan tadi.
Sontak para pelayan semakin ribut mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Everil merenung dengan kata-kata para pelayan itu.
'Darah dimana- mana?'
Ahhh, ini mengingatkan ku kalau tadi pagi saat aku bangun terdapat bercak merah di gaunku, tapi karena sibuk membuat sarapan yang sangat perfect untuk seseorang yang 'mulia' membuatku lupa.
Everil tak mengubrisnya lagi berpikir itu pasti kotoran dari dapur setelah acara kemarin, karena dia diam-diam harus mengambil makanan untuk makan malamnya, kemudian mengganti dengan gaun yang baru, seperti tak terjadi apapun.

Setelah membuat sarapan seperti biasanya, mengantarkan nya ke 'nona muda', Everil pergi ke danau. Hanya tempat itulah yang membuatnya betah tinggal di rumah besar ini. Tempat ini memberikan kesejukan dan kenyamanan tertentu bagi Everil. Sambil menatap langit, Everil teringat dulu.....
' ayah! Coba tangkap aku.....!' teriak Everil kecil saat itu pada ayahnya.
' hmmm baiklah akan ayah kejar putri ayah yang paling cantik, jangan sampai tertangkap!' goda ayah Everil pada putri kesayangannya itu.
' ibu...... Tolong aku! Hahahaha.... Ayah hentikan geli, geli ... Hahahaha' Everil kecil berteriak pada ibunya meminta tolong dari gelitikan ayahnya.

Yah...betapa bahagia Everil saat itu, saat ayah dan ibunya masih di sampingnya. Saat Ayahnya masih berusaha menunjukkan sosok baik hatinya. Yahh untuk Ibu aku merindukannya, tapi dia sudah pergi jauh. Dia dibunuh, dan yang menemukannya pertama Kali adalah Everil yang saat itu masih berusia 6 tahun. Gadis kecil yang masih polos itu menyaksikan mayat Ibunya bersimbah darah dimana- mana. Tak terasa kenangan pahit itu membuatnya menitikan air.

Seandainya, Ada seseorang yang menemaniku di sini yang mau berbagi sakit dengan ku.
Everil kemudian menangis deras, air mata tak kunjung habis darinya,mungkin itu karena rasa sakit hati yang di tumpuk terlalu banyak, memang siapa yang tidak iri menyaksikan orang tuamu bahagia bersama keluarga nya? Pemandangan sarapan tadi bagi sungguh melukai mentalnya, 'Ayah yang sangat bangga pada setengah adiknya, dan keluarga nya yang bahagia, sedangkan dia berposisi layaknya pembantu yang tak terlihat', sayup- sayup dalam tangisnya, dia merasa ada yang mendekatinya. Everil merasa tau siapa dia. Seperti sosok yang selalu Everil tunggu dalam kesendiriannya.
" Tenang Everil, sekarang ada aku...
Kau tak sendiri lagi" katanya.

Everil merasa tenang dengan kata-kata-katanya ' apakah dia? maka aku bisa tenang sekarang'........
Entah apa yang membuat Everil merasa tenang dengan kehadirannya. Tapi bisa Everil rasakan bahwa mereka seperti bisa saling membagi perasaan yang sudah Everil pendam selama ini. Yang selalu ingin Everil luapkan dan berbagi kisah dengan seseorang.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

strangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang