Bumi, 2020
Malam semakin larut, mataku terpaku pada sebuah bingkai usang di pojok dekat lemari. Potret dua anak manusia dengan binar mata yang masih polos serta gigi yang hilang entah kemana.
Angan ku larut pada kejadian belasan tahun silam. Oh ya, aku Ipit seorang gadis di awal 20an, itu saja.
***
Bumi, 2006
Sore itu, ada bising yang berbeda dirumahku,mendadak orang orang memanggil ku dengan sebutan kakak. langkahku terhenti mataku terpaku pada sosok mungil di dekapan ibu,adikku. Apa yang salah? Kenapa aku tak merasa senang? Ku lihat senyum tersungging di bibir ayah dan binar bahagia terpancar dari mata keduanya, ayah ibuku.
Dengan gontai aku berjalan ke arah mereka, mencium tangan mereka kemudian duduk dekat tante iip -begitu aku memanggilnya- dan anaknya, jauh dari ayah ibu.Sejak hari itu semua berubah, aku yang terbiasa mendapatkan semuanya sendiri, sekarang terbagi.
Perhatian ayah dan ibu terpecah, hal itulah yang membuat ku -yang saat itu masih berusia 7 tahun- lebih betah di luar, di rumah tante iip tepatnya.Seolah terbiasa beberapa bulan setelahnya, kebiasaan main di rumah ogi -anaknya tante iip- menjadi rutinitas ku. Ibu yang saat itu sedang fokus merawat ais -adikku-, sangat berterimakasih pada tante iip karena mau menbantu mengawasiku yang saat itu sedang nakal-nakal nya.
" mau pulang sekarang ?? " tanya ogi
" entahlah, aku gak suka tinggal dirumah. Semuanya sayang ais gak sayang aku. " ujarku
" aku sayang sama kamu, mamahku juga. " ucapnya santaiHari itu, untuk pertama kalinya aku merasa ada yang berbeda di dadaku, semuanya terasaa lebih manis asal bersama dia.
***
Bumi, 2011
Hari itu adalah hari pertama aku berangkat sendiri, karena mulai semester ini ogi memakai seragam putih biru, meninggalkan aku yang masih setia dengan seragam putih merah kebanggaanku.
Ahhh, itu adalah salah satu kenangan yang paling manis menurutku. Karena pada saat itu SD dan SMP di tempatku berada di satu gedung, SD di pagi hari dilanjut SMP setelah dzuhur. Kala itu saat pulang sekolah aku menangis, bertengkar dengan kawanku. Di tengah jalan aku bertemu dengannya
" kenapa kamu nangis ? " tanyanya dengan nada khawatir
" aku di marahain sama kak jaka " aduku sambil membuang ingus, ahh kalau ingat itu sangat malu rasanya.
" kok bisa? " tanyanya lagi
" aku berantem sama sita, terus dia ngadu sama kak jaka, aku di marahin" jawabku
" sudahlah, jangan menangis. Nanti cantikmu hilang" ujarnya sambil berlalu kemudian berlari menghampiri teman teman nya.Setelah hari itu, perasaanku sudah tak sama lagi. Bahkan aku rela mengikuti kemanapun dia pergi, termasuk main bersam teman temannya yang semuanya laki laki. Mungkin karena terbiasa bermain dengan mereka, orang orang jadi menganggapku tomboy. Bahkan tak jarang mereka memperlakukan ku seperti seorang anak laki laki, aku tak masalah selama itu bisa membuatku terus bersama dia.
xoxo
~Nem