"Bagaimana jika kita pergi ke vila saja, vila milik keluargamu. Lalu kita akan menjelajah disekitarnya," kata salah satu temanku padaku.
Namaku Fara, aku adalah anak gadis yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas dengan usia tujuh belas tahun. Aku berasal dari keluarga yang cukup mampu. Keluarga kami mempunyai vila milik pribadi di daerah puncak.
Besok adalah hari libur sekolah, hari libur pada akhir tahun. Aku dan teman-temanku ingin pergi berlibur ke suatu tempat. Namun, karena kami tidak tahu akan berlibur kemana, kami memutuskan untuk berlibur ke vila keluargaku saja. Disana, kami akan bisa mendapatkan suasana tentram dan damai tak seperti di kota. Dengan udara yang sejuk dan belum tercemari oleh banyaknya polusi.
"Akhirnya kita sampai. Aku pingin cepat-cepat istirahat saja," kata salah seorang temanku, Fadil. Fadil adalah teman sekelasku. Ia anak yang baik, ramah, dan ia selalu ceria. Ia selalu berhasil membuat teman-teman kami yang bersedih kembali ceria.
"Aku juga sama. Sudah capai sekali badanku, padahal aku hanya duduk saja di mobil," keluh salah seorang temanku, Tia. Tia adalah teman dari Fadil saat sekolah menengah pertama, kini ia menjadi tetangga kelas kami. Kelasnya berada tepat di sebelah kelas kami.
Ada salah seorang temanku yang hanya tersenyum kecil melihat kelakuan mereka. Namanya Aril, ia adalah seorang yang pendiam. Ia selalu berpikir secara logis. Ia tak terlalu banyak mengeluarkan kata-kata. Namun, jika ia berbicara, kata-kata yang keluar dari mulutnya pasti singkat, padat, dan jelas.
Hari sudah menjelang malam, kami mulai mengantuk. Kami mungkin sebentar lagi akan tertidur di kamar yang sudah disiapkan oleh pembantu yang ada di vila ini. Kami mulai beranjak untuk pergi berlayar ke pulau kapuk. Rasa kantuk ini tidak bisa kami obati lagi. Kami mulai terlelap di dalam alam mimpi.
"Ayo, kita jalan-jalan di sekitar sini!" ajakku. Aku sangat bersemangat hari ini. Mungkin karena istirahatku yang lumayan cukup semalam.
"Aku ikut!" Tia dan Fadil menyetujui ajakanku. Berbeda dengan Aril, Aril menyetujui ajakanku dengan senyum manis yang terukir di bibirnya dan dengan anggukan kepalanya.
Kami memulai penjelajahan pada hari ini. Awalnya, penjelajahan ini baik-baik saja. Kami menemukan sebuah rumah kecil di tengah hutan. Letaknya jauh dari jalur utama di pegunungan ini. Apakah masih ada yang menghuni rumah ini? Sepertinya rumah ini sudah tidak terawat. Sudah banyak tumbuhan lumut yang tumbuh di dinding rumah ini. Dari segi postur bangunannya, rumah ini sudah dibangun sejak lama, dan termasuk bangunan tua.
Atmosfer di daerah ini mulai berubah, lama-kelamaan menjadi dingin. Hujan deras turun, hujan disertai dengan angin yang berhembus cukup kencang. Kami berteduh di teras rumah tua ini, karena tidak ada lagi tempat berteduh yang lain bagi kami.
Pintu rumah terbuka sendirinya. Tolong! Aku harap ini bukan kejadian seperti di film, yang tiba-tiba muncul sosok dibalik pintu. Semoga saja tidak. Aku takut! Benar-benar takut! Aku menggenggam tangan Aril yang ada di sampingku. Begitupun Aril, Aril menggenggam tangan Fadil. Kami saling bergandengan tangan, kecuali Tia.
Tia adalah seorang yang percaya diri. Tia memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah tua ini. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, dan pintu tertutup sendirinya. Tia terkunci di dalam sana. Pada menit-menit awal, kami masih bisa mendengarkan suara teriakan meminta tolongnya. Setelahnya, terdengar hening dari dalam sana.
Kami berusaha membebaskan Tia dari dalam sana. Batu-batu besar kami kumpulkan untuk memecah jendela rumah yang berjarak beberapa jengkal dari samping pintu. Satu hantaman, dua hantaman, dan akhirnya jendela rumah tersebut pecah. Kami masuk dari sana dan mencoba mencari keberadaan Tia.
Kami tak menemukan Tia. Dimana Tia? Tiba-tiba aku merasa merinding. Sepersekian detik setelahnya kami dikejutkan dengan kehadiran sesosok makhluk. Ia menampakkan dirinya dihadapan kami. Benar-benar terkejut! Kami sempat takut saat makhluk itu memunculkan wujudnya dihadapan kami. Ia berbadan besar, mempunyai gigi taring yang juga besar dan terlihat tajam. Wajahnya mengerikan! Sungguh mengerikan!
Tak lama setelah kemunculannya, ia menghilang. Dan pada saat itu juga tubuh kami menjadi kaku dan tak bisa bergerak. Aku terjatuh, kepalaku membentur lantai dengan sangat keras. Aku merasakan ada sesuatu mengalir dari kepala bagian belakangku. Pandanganku menjadi kabur, hingga tak lama menjadi gelap. Mataku terpejam.
"Apa ini? Dimana ini? Tunggu, aku masih merasa pusing," batinku. Aku mencoba menggerakkan kepalaku, ke kanan, dan ke kiri. Aku menemukan Tia berada di sampingku. Aku mengalihkan pandanganku ke kakiku. Tinggi sekali! Kaki kami tak menapak di lantai. Aku tidak bisa menggerakkan anggota badanku, hanya kepala saja yang dapat kugerakkan. Harapanku kali ini adalah hanya ingin selamat. "Siapapun! Tolong aku! Aku ingin pulang!"
Bruak! Suara dobrakan pintu terdengar. Aku hanya bisa pasrah akan hidupku. Tapi, semoga saja aku bisa diselamatkan. Sepersekian saat setelahnya, aku tak sadarkan lagi.
Aduh! Aku merasa pusing sekali. Aku terbaring di lantai? Aku selamat? Dengan senyuman samar dan penglihatan yang juga sama, aku memandangi Fadil dan Aril. Tia, Tia terbaring di sampingku, sepertinya ia belum sadarkan diri.
Kami berencana untuk kabur dari rumah ini. Aril dan Fadil menggendongku dan Tia, karena kami sepenuhnya belum sadarkan diri. Kondisiku yang melemah, dan Tia yang masih belum tak sadar, membuat Aril dan Fadil rela melakukan hal ini, dan tidak mungkin kami akan berjalan sendiri. Oh, tunggu sebentar! Rencana kabur kami ini tak berhasil. Dia datang kembali. Dia muncul lagi. Aku sudah tidak kuat dengan semua ini, aku hanya ingin pulang dan beristirahat saja.
"Kita harus bagaimana? Aku rasa, kita tidak akan kuat untuk melawannya," kata Fadil pada Aril.
Aril membaringkan tubuhku di pojok ruangan, disusul oleh Fadil yang membaringkan Tia juga didekatku. Aril tersenyum kecil pada Fadil, sepertinya ia tahu harus berbuat apa. "Kita terpaksa harus melawannya. Ulur waktunya, aku akan mencoba melakukan suatu hal."
Sosok itu mencoba menyerang Fadil dan Aril. Ia mencakar mereka. Ia membanting mereka. Aku hanya bisa diam terpaku melihat mereka, sesungguhnya, aku ingin sekali membantu mereka. Bagaimana bisa aku membantu mereka, untuk berdiri saja aku tidak kuat, apalagi membantu mereka melawan sosok itu. Aku ingat! Aku masih bisa membantu mereka! Aku bisa! Walaupun dengan kondisi demikian, aku tetap bisa melakukannya. Aku hanya perlu bantuan dari Aril.
"Aril, tasku! Bungkusan plastik kecil," aku masih bisa mengatakannya, walaupun dengan napas yang tidak teratur. "Baca mantra di lipatan kertas, sebar sedikit pasirnya pada sosok itu!" sambungku. Aril langsung menyetujuinya. Ia melakukan apa yang aku perintahkan.
Tangan dan pipi Fadil sudah banyak bekas cakaran. Kini, berganti Aril yang akan menyerang sosok itu. Fadil yang napasnya sudah tidak teratur, tetap bersiaga menjaga Aril saat membacakan mantra. Mantra sudah dibacakan, Aril menebarkan sedikit pasir dari bungkusan tadi. Alhasil, sosok itu terbakar, dan menghilang. Mungkin mantra ini tak bertahan lama, kami segera keluar dari rumah ini.
Gagal lagi. Saat kami sudah berada di depan pintu keluar utama rumah ini, sosok itu kembali muncul. Dengan sisa sedikit pasir, Aril membacakan mantra kembali, lalu menebarkan sisa pasir itu. Sosok itu terbakar lagi. Sebelum berhasil terbakar, sosok itu berhasil mendaratkan cakarannya di tangan Aril.
Kami berhasil keluar dari rumah itu. Kami kembali ke vila dengan kondisi yang tidak baik. Untung saja pembantu di vila bersedia untuk merawat luka kami. Ia membantu menutup luka kami, walau darah masih mengalir dari luka yang ada pada kami. Ia juga menelepon orang tuaku. Kami berempat segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis terbaik. Kepalaku harus dijahit, karena darah terus mengalir dari sana dan hampir tak bisa berhenti. Sedangkan Tia, Tia harus dirawat di ruang ICU. Aril dan Fadil hanya diberikan obat dan perban pada lukanya, karena luka tersebut tak terlalu dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Tua
Short Story[COMPLETED SHORT STORY] Postur bangunan rumah yang terbilang merupakan bangunan tua, dan dindingnya sudah ditumbuhi lumut membuat suasana di sekitar rumah ini mengerikan. #Thx for always support me :'v #Enjoy every my stories :'v #Jan lupa vote jug...