Phillips masih tak percaya dia diberikan tugas tambahan oleh Marvelous kepala kepolisian San Fransisco, untuk menghadiri rapat tentang terorisme di sekolah Neo School.
Hatinya terus meronta-ronta ingin segera kembali ke kantor untuk melihat hasil lab forensik tentang korban terakhir.
Ia ditemani oleh seorang inspektur muda bernama Luz Miller. Luz Miller baru saja keluar dari sekolah kepolisian. Menurut Marvelous menghadiri rapat kecil seperti ini merupakan awal yang bagus untuk penyidik baru.
"Senior Phillips apa yang harus aku lakukan nanti?" Tanya Luz sebari mengeluarkan catatan kecilnya.
"Akh... Itu kau tak perlu melakukan apapun. Dengarkan saja apa yang akan dilontarkan dari bibir kepala sekolah yang menyebalkan itu" jawab Phillips sambil mengendarai mobil polisi melintasi kota San Fransisco.
"Apa hubunganmu dengan kepala sekolah Neo School ini tidak berjalan lancar?"
"Ya begitulah, sekolah itu seakan-akan menutupi segala masalah yang ada di dalamnya agar tak keluar. Beberapa kali pihak polisi melakukan inspeksi tapi perlakuan mereka selalu membuatku marah saja" Phillips merogoh sakunya, ia mengeluarkan sekotak rokok. "Eh...anak muda...Luz boleh aku merokok?"
"Tentu aku tak terganggu dengan itu" Luz menuliskan sesuatu di buku catatannya. "Kuharap acaranya berjalan lancar"
"Shhhh..." Phillips menghisap rokoknya. "Hah...yah kuharap begitu."
"Letak sekolah ini sebenarnya berada sedikit di luar kota San Fransisco. Tepatnya di sebuah pulau reklamasi. Bukankah awalnya sekolah itu swasta?" Tanya Luz.
"Betul, semua yang kau katakan itu betul. Beberapa tahun lalu pemerintah membeli sekolah itu. Dan pemilik sekolah itu pun memberikan sekolah tersebut dengan harga yang sangat mahal. Aku tak mengerti apa yang di pikirkan pemerintah kota ini." Jawab Phillips.
"Lalu, bagaimana dengan lembaga kepolisian ini sendiri?" Luz berusaha mencari informasi lebih kali ini.
"Hah? Lembaga kepolisian ini kurasa sedikit bobrok."
Aku tak percaya berkata seperti itu, kasusku saja belum selesai. Perkataan dan hati Phillips berlawanan.
"Bukankah kau sudah mempelajarinya di sekolah khusus itu?" Lanjut Phillips.
"Tidak begitu, aku hanya ingin mendengar pendapatmu saja senior. Tentang susunan lembaga kepolisian hingga tugas-tugasnya ya aku mempelajarinya itu semua merupakan dasar. Aku penasaran saja dengan kasus-kasus yang selalu ditutup tanpa sebab."
"Khuk...khuk..." Phillips terbatuk.
Seperti ada peluru kaliber menusuk jantung Phillips. Perkataannya sesuai seperti Phillips. Entah Luz sedang mencemooh seniornya itu atau memang tidak tahu.
"Senior? Kau tidak apa-apa?"
"Tidak...tidak apa-apa"
Aku merasa terhina.. hati Phillips menangis.
***
Walter meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Kelasnya cukup lengang karena memang bertepatan dengan jam istirahat.
Hah...bosannya, Walter menopang dagu. Ia memejamkan matanya berimajinasi tentang sesuatu yang mungkin akan ia lakukan sepulang sekolah.
"Walter...! Ada seseorang mencarimu" teman sekelas Walter memanggilnya.
Walter melirik ke arah sumber suara. Dekat pintu. Ia melihat orang tadi memanggilnya dan Alice ada di sana tersenyum ke arah Walter.
Terdengar suara bisik-bisik siswa yang ada di kelas. "Itukan Alice dari kelas 1-B apa yang dia lakukan di sini?"
"Maaf teman-teman aku ingin menemui Walter" kata Alice sambil tersenyum ke semua siswa yang ada di kelas.
Tiba-tiba kelas penuh dengan hawa berbunga-bunga. Para siswa terlena dengan senyuman Alice. "Ya ampun Alice begitu cantik~", "ya betul..."
Lalu seketika semua tatapan terarah menuju Walter. Walter menatap sekeliling merasa bingung apa yang sebenarnya terjadi.
"Hah..." Walter menghela napas. Kemudian berdiri dan berjalan ke arah Alice tepat di pintu kelasnya.
"Walter ada yang ingin ku bicarakan padamu..." Kata Alice.
Seluruh murid yang ada di kelas merasa penasaran, semakin mendekati Alice.
"Sebenarnya-"
"Tunggu sebentar, kita bicarakan di luar saja...di sini tidak enak." Maksud Walter adalah ia takut mengganggu teman-temannya yang ada di kelas.
"Oh...kalau begitu ayo"
Walter sialan....kami sangat penasaran..., Isi hati dari murid seluruh kelas.
Walter dan Alice berjalan melewati lorong bangunan kelas, Walter memutuskan untuk membicarakannya di perpustakaan.
"Sebenarnya apakah kau melihat buku kecil berwarna putih seukuran segini?" Jari Alice membentuk kotak kecil.
"Yah...aku menemukannya, dan maaf saja aku sedikit membacanya." Walter merogoh saku celananya, ia mengeluarkan buku catatan berwarna putih. Lalu ia berikan.
"Kau tahu kan membaca barang privasi tanpa izin itu tidak baik."
"Ya... Aku tau. Lagi pula aku sudah meminta maaf."
"Bukan masalah meminta maafnya...hanya saja.." Muka Alice merah padam antara kesal dan sedih.
"Tenang saja, aku takkan membicara tentang hal itu kepada orang lain"
Alice menatap wajah Walter yang tak berekspresi. Mata seperti ikan mati. "Wajahmu terlihat tidak sungguh-sungguh..."
"Ya ampun sekarang kau mengeluhkan wajah ku, maaf saja jika wajah ku seperti ini."
"Kita harus setimpal, ceritakan rahasiamu."
Langkah kaki Walter terhenti. Menatap Alice yang masih kesal. Dunia terasa sempit beberapa detik ini bagi Walter.
"Kau...aku sebenarnya..."
Kata-kata Walter melambat. Alice memperhatikan ucapan Walter, entah mengapa tetapi jantung Alice berdegup kencang karena mungkin ini alasan ia tidak bisa melihat jiwa Walter.
"Seorang komedian yang tak terkenal" Walter dengan santainya.
"Hah?! Rahasia macam apa itu?! Aku tak percaya mana mungkin dengan muka datar seperti itu kau seorang komedian" Alice kehilangan ketenangannya.
"Itu kebenarannya, tertawakan sepuas mu" Walter berbalik arah.
"Sepertinya hanya itu saja yang ingin kau bicarakan bukan? Kau hanya ingin buku catatan itu?""Hey tunggu mau kemana kau?"
"Aku kembali ke kelas lagi pula perbincangan dalam perjalanan ini sudah cukup" Walter berjalan. Melambai tanpa melihat Alice.
"Kau bilang kita akan ke perpustakaan?"
"Itu tadi sebelum kau memulai pembicaraan. Karena sekarang sudah selesai ya kita bertemu kapan-kapan."
Sungguh laki-laki itu, bahkan ia tak memiliki sense of humor sama sekali. Pasti masih ada yang ia rahasiakan. Alice dalam hati menggerutu.
Ting...tong...
[Kepada seluruh murid dimohon untuk dapat berkumpul di aula sekolah terima kasih]"Hey...Walter kau dengar kita harus berkumpul ke aula" suara Alice sedikit meninggi.
"Ya...aku akan ke toilet dulu kalau begitu... Duluan saja" balas Walter acuh.
Menyebalkan, Alice menggerutu lagi.
***
Mohon maaf atas ketidak nyamanannya dalam membaca karena bab yang tidak berurut. Nanti akan saya atur kembali terima kasih🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
the Esper
Science FictionWalter Hines pemuda yang baru saja memasuki masa SMA nya di salah satu sekolah favorit di wilayah San Fransisco. Selalu menemui permasalahan yang anak SMA tak bisa selesaikan. Di lain sisi seorang anggota kepolisian berusaha memecahkan kasus pembun...