Beautiful Stranger

2 0 0
                                    

First, we were stranger

Later, we become a lover

We were deep in love

Or we think we were

And by the end,

You and I, we will live our life separately

And become stranger to each other's life

Like there was nothing, like we were nothing

But you will always be a beautiful stranger in my life

Malam itu diatas gedung suatu mall kawasan depok adalah kali pertama saya melihatnya. Dia diatas panggung sana bersama ke empat temannya. Ke dua tangannya tampak lihai memainkan keyboard. Saya memanggilnya dengan 'sosok pria dibalik keyboard'. Sosok pria tersebut berhasil membuat saya berdecak kagum akan pesonanya. Mulai dari gerakan ke dua tangannya yang lihai menekan tuts demi tuts keyboard, senyum malunya yang tampak sangat menggemaskan dimata saya malam itu, hingga caranya menyanyi. Dia akan memejamkan matanya ketika dia mulai menyanyi, seakan-akan tidak ada yang penting didunia ini selain melihatnya menyanyi.

Jujur, saya tidak percaya akan cinta pada pandangan pertama. Tapi saya percaya jika seseorang dapat kagum pada pandangan pertama. Malam itu saya kagum dengan sosok pria dibalik keyboard tersebut. Dan saya yakin bukan saya seorang diri merasakan hal yang sama. Karena saya tidak seorang diri disini, saya berada diantara puluhan manusia lainnya yang kagum akan dia, mereka, band enam hari.

***

Malam itu juga jadi kali pertama saya melihat penampilan band enam hari secara langsung. Saya tau mereka, band enam hari dari ke dua sepupu saya yang juga merupakan personil dari band tersebut. Ian si bassist dan Mas nial si drummer. Selain mereka berdua, ada tiga personil lainnya. Salah satunya adalah sosok pria dibalik keyboard tersebut.

"Woi!" sapa saya sambil memukul pelan ke dua punggung sepupu saya.

"Gue kirain nyasar ke panggung sebelah lo" celetuk ian.

"Hampir sih" jawab saya bercanda yang dibalas dengusan dengan brian. Mas nial mengacak rambut saya gemas.

"Mas keren ga tadi gebukin drumnya?" Tanya mas nial dengan senyum bangganya.

"Gokil sih!" jawab saya sembari memukul pelan pundak mas Nial. "Lo semangat banget tadi mas. Gue yang awalnya ga ngeliat jadi liatin"

"Wih mas! Terciduk ini mah dia perhatiin bocah lain!" Duh, saya paling sebal kalau ian sudah memasang senyum jahilnya seperti itu.

"Perhatiin siapa lo? Januar? Jeje? Arka? Ato jangan-jangan gue lagi!"

"Apaansih lo gajelas" jawab saya ketus. Mas nial dan ke tiga anak lainnya tertawa melihat tingkah saya dan ian. Termasuk dia, sosok pria dibalik keyboard yang baru saja saya tambahkan ke dalam daftar 'orang-orang yang bikin saya kagum' di kehidupan saya. Ketawanya mengundang saya untuk ikut tertawa juga. "Renyah banget tu tawa" batin saya.

"Ye kampret" dengus brian sebal.

"Udah napa udah. Ga diapartemen ga disini berantem mulu" lerai mas nial. "Kai, mendingan kamu kenalan dulu sama teman-teman mas"

Saya pun menoleh ke tiga pria yang sedari tadi ada didepan saya. Saya mengenalkan diri saya sebagai Kaila Aleena, sepupu dari ian dan mas nial.

"Kaila Aleena, e-nya double. Panggil aja Kai!" kata saya. "Sepupunya brian, ponakan mas danial"

Ke tiga pria yang ada dihadapan saya tampak kaget.

"Hah? Wait, ponakan?" Tanya pria yang paling tinggi yang saya jawab dengan anggukan.

"Ga paham deh gue?" katanya lagi.

"Umur kai berapa?" Tanya pria satu lagi. "Oh iya nama gue Januar. Bocah keong barusan si jeje"

"20 tahun?" jawab saya bingung melihat respon dari mereka yang pada tidak tau dan kenapa ian tampak seperti orang yang sedang menahan ketawa sedangkan mas nial senyum-senyum tidak jelas.

"Nial juga 20 tahun, bukan?" Tanya januar yang saya iyain.

"Tuaan ian malah setahun" potong jeje.

"Iya emang tuaan gue setahun. Lo spesifik amat kenalannya sih kai" kata ian.

"Lah..." kata saya kebingungan. Saya kira emang mereka bertiga sudah tau kalau saya dan ian adalah keponakan mas nial.

"Iya, ian sama kai itu harusnya keponakan gue tapi gue lahirnya telat terus mereka kecepatan jadi ya gitu deh" jelas mas nial.

"Lah ian juga? Buset. Bocah kaga ada sopan-sopannya dah perasaan sama lo selama ini" celetuk sosok pria dibalik keyboard.

"Emang!" kata saya spontan yang kemudian dipelototin oleh ian.

"Kok lo ga manggil om lo om sih?" Tanya jeje ke ian.

"Anjir. Nggak usah om-om segala, lebih tua lo pada juga. Kai manggil gue 'mas' itu emang karena udah dari kecilnya disuruh"

"Lah si ian kaga manggil lo mas tuh" kata jeje.

"Kan udah gue bilang tadi, bocah kaga ada sopan-sopannya selama ini" kata sosok pria dibalik keyboard sambil terkekeh pelan.

"Lah emang bocah masih masuk dalam daftar kk gue?" canda mas nial.

"Anjir nih kenapa selalu gue yang dinistain"

Kita semua tertawa melihat ekspresi ian yang lucu. Kemudian sosok pria dibalik keyboard tersebut mengulurkan tangan kanannya di depan saya.

"Arka Saputra"

Malam itu kali pertama saya berkenalan dengan mereka. Dengan sosok pria dibalik keyboard tersebut yang bernama Arka Saputra. Dan pada malam itu juga pula, untuk kali pertama saya suka dengan senyuman seseorang. Cukup dapat membuat kupu-kupu diperut saya berterbangan. Kedengarannya menggelikan tapi saya rasa kalian akan memikirkan hal yang sama jika berada diposisi saya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita BiankaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang