"Meskipun kini aku berada di sisi langit yang berbeda tapi awan gelap itu terus mengikuti setiap langkah yang ku ayunkan"
***
Jakarta, 25 Februari 2020
Tok..tok..tok....
"Non !! Bangun non"
Suara wanita paruh baya itu membangunkan gadis cantik yang masih meringkuk di bawah selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Matanya perlahan terbuka menampilkan netra hazel indah yang dinaungi bulu mata lentik. Gadis cantik itu adalah Nanda Khiran Naratama yang lebih akrab disapa Khiran.
"Iyaa Bii"
"Non cepetan siap-siap. Bibi udah buatin sarapan buat non. Bibi tunggu di meja makan."
Sepeninggal Bi Rana yang tak lain adalah pembantu du rumahnya Khiran langsung bergegas ke kamar mandi dan melakukan ritual paginya. Hari ini adalah hari pertama ia masuk ke sekolah barunya.
Khiran baru saja pindah dari Bandung ke Jakarta minggu lalu dan itu semua karena paksaan sang ayah. Khiran sebenarnya sangat berat untuk meninggalkan kota yang akrab dengan sebutan Kota Kembang itu karena disanalah semua kenangannya bersarang.
Setelah melakukan ritual paginya sekarang Khiran sudah siap dengan seragam sekolah yang melekat indah di tubuhnya. Khiran menatap datar pantulan dirinya di cermin. Bibir merah muda alami miliknya tak memperlihatkan lengkungan senyum bahkan mata indahnya nampak sayu.
Khiran menundukkan kepalanya merasakan sesak dan perih yang menghantam dadanya.Cairan bening menetes tanpa izin dari pelupuk mata gadis itu.
"Bundaa !! Khiran kangen sama bunda"
Khiran semakin terisak dalam tangisnya. Bahkan di tempat baru ini khiran masih belum bisa lepas dari lingkaran gelap nan pekat penuh kesedihan dan luka yang terus memenjarakan jiwanya. Awan gelap masa lalu terus menghalangi mataharinya bersinar.
"Sekarang fisik khiran udah sehat bunda,beda sama yang dulu lagi, tapi hal itu sama sekali nggak membuat khiran bahagia Bunda.Karna sekarang hati khiran udah cacat setelah bunda pergi dan bahkan Dia juga ninggalin Khiran"
Begitulah Khiran saat mengingat kembali masa lalunya. Kenangan indah bercampur kepedihan itu bagai duri di jalan yang ia lalui. Sekeras apapun ia mencoba lari dari masa lalu duri itu akan semakin menyakitinya.
Gadis cantik itu mengusap air matanya dengan kasar lalu menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan. Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk mengingat kembali kenangan itu. Setelah merasa tenang, khiran memutuskan turun kebawah menghampiri Bi Rana yang sedari tadi sudah menunggunya untuk sarapan.
***
Khiran melangkah perlahan menuruni anak tangga menuju meja makan. Matanya menelisik setiap sudut rumah yang akan ia tempati kedepannya. Ia mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang tersedia di meja makan.
"Ayah mana bi ?"
Pertanyaan itu Khiran lontarkan saat matanya tak menangkap sosok yang ia cari sejak tadi.
"Tuan Fredi udah berangkat kerja dari tadi subuh non. Kata Tuan, non berangkat sekolah sama Mang Ujang"
Khiran menghembuskan napas kecewa mendengar penuturan Bi Rana. Tapi seperti itulah seorang Fredi Naratama. Seorang pengusaha terkenal yang tak pernah berubah sejak dulu.Pria itu selalu saja mementingkan Pekerjaan diatas segalanya, bahkan ayahnya tidak hadir di pemakaman saat bundanya meninggal 3 tahun silam dikarenakan ada pekerjaan penting yang harus ayahnya tangani.Hal itu membuat Khiran sedikit kehilangan respect pada ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
Teen Fiction[Follow sebelum membaca :)] Manusia seringkali menyalahkan takdir atas semua duka yang menghampiri hidup mereka.Luka dan setiap kepedihan yang datang mereka anggap sebagai kekejaman yang di berikan sang takdir tapi mereka lupa bahwa itu adalah cara...