chapter 8

1.1K 27 0
                                    

"Uhuy ! Dapet traktiran enak" Ujar Gilang senang.

"Bilang apa sama gue ?" Sahut Naza dengan ekspresi bangga.

"Makasih neng Naza... berkat lo, kita semua makan gratis"

Sontak perkataan Gilang membuat semua teman-temannya tertawa. Di caffe bernuansa klasik vintage itu, mereka bertujuh memesan beberapa makan favorit mereka. Tempat ini sudah menjadi tempat nongkrong mereka sejak 3 tahun lalu. Disini mereka bisa melihat suasana kota di malah hari dengan melihat beberapa lampu kota dari lantai 2 dengan menawan. Istilah gaulnya adalah citylight.

"Kok lo bisa nyusul, Na ?" Tanya Lingga penasaran.

"Udah ngga penting, mending kita bahas gimana strategi buat pertandingan minggu depan"

"Ngga, kita semua penasaran kenapa lo bisa dateng ? Bokap lo ngga mungkin ngga ngelarang lo kesini" Sahut Arka.

Naza menghela nafas lesu. Raut wajah Naza cukup membuat Lingga paham sekaligus bertanya-tanya. Tapi dia menghormati perasaan gadis itu dan tidak ingin memaksanya bercerita.

"Ayo neng cerita, gunanya kita apa" Kata Gilang memaksa.

"Dih kepo amat lo kaya ibu-ibu komplek" Sahut Candra

"Udah-udah jangan di paksa kalo Naza ngga nyaman" Imbuh Bara.

"ANJING ! lengan tangan lo memar, Na"

Sontak Naza dengan cepat memasukan tangannya ke dalam lengan hoodie oversizenya. Perkataan Gilang tentu membuat teman-temannya yang lain menatap dirinya bersamaan. Naza yang bingung hanya terdiam menatap satu persatu teman-temannya dengan kaku.

Lingga mengambil tangan Naza dan menurunkan lengan hoodienya. Benar saja, lengan tangan gadis itu membiru dan jelas luka memar itu masih baru. Jadi, bisa di pastikan bahwa Naza baru saja mendapatkan luka itu. Lingga dengan amarah yang menggebu-gebu berdiri dan pergi turun. Naza berlari menyusul laki-laki itu dengan cemas.

Sesampainya di pintu luar, Lingga semakin mempercepat langkah kakinya menghampiri laki-laki yang tengah merokok dengan santai, duduk di depan mobil.

BUG

Satu pukulan berhasil mendarat di wajah tampan laki-laki itu. Langkah Naza terhenti, tubuhnya terdiam di depan pintu keluar. Gadis itu terkejut melihat Lingga yang selalu bersikap lembut, bahkan sedikit ke kanak-kanakan memukul orang tepat di depan matanya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, orang yang Lingga pukul adalah Saga.

"Lingga !"

Meski dengan perasaan sedikit takut, gadis itu memberanikan diri menghampiri Lingga dan menahan tubuh laki-laki itu untuk berhenti memukul kakaknya. Saga, dia yang tersungkur karena pukulan dari Lingga segera bangkit. Dia menatap Lingga dan adiknya dengan tenang. Masih dengan sebatang rokok di tangannya, laki-laki itu mengusap sudut bibirnya yang di aliri darah segar.

"Lebih baik lo balik ke atas, oke ?" Perintah Saga dengan sopan.

"Lo udah janji buat bawa Naza dengan selamat kan ?"

"Terus ini apa ?!" Bentak Lingga sambil menunjukkan lengan Naza yang terluka.

"Itu bukan kesalahan gue" Jawab Saga dengan tenang sambil menyesap rokoknya.

"Lingga, udah cukup... gue bakal jelasin semuanya" Naza berusaha menenangkan.

"Ambil tas kamu, kita pulang"

Saga membuang sisa rokok di tangannya ke tanah dan menginjak apinya agar mati. Laki-laki itu masuk ke dalam mobil tanpa sepatah kata apapun. Naza hanya mengangguk dan menarik tangan Lingga menyusul teman-temannya kembali. Sesampainya di atas, semuanya terdiam.

"Gue pulang duluan, lo semua lanjutin aja" Ujar Naza mengambil tasnya di kursi.

"Gue anterin" Lirih Lingga

Bara dengan sigap menahan tangan Lingga dan menatap Naza, mengisyarakatkan agar segera pergi.

DUMBASS • [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang