00. PROLOG.

465 42 2
                                    

Tap.. Tap.. Tap.. Tap.. Tap..

Langkah kaki itu terdengar dari kejauhan, seorang anak kecil berumur lima tahun berlari menuju sebuah taman. Beberapa Pelayan mencoba mengejarnya, sembari membawa handuk.

"Yang Mulia, kami mohon hati-hati." ujar salah seorang Pelayan yang mengejarnya.

Sedangkan anak itu hanya tersenyum lebar. "Hari ini Mama menjanjikan satu cerita untukku, jadi aku ingin menemuinya!" balasnya.

"Tentu saja, kami mengerti Yang Mulia. Tapi setidaknya basuh dulu diri anda, anda sangat berkeringat." ujar Pelayan yang masih berusaha mengejar anak tersebut.

Mendengar itu, langkahnya terhenti. Dia menekuk bibirnya hingga membantuk cemberut. "Baik, lakukan dengan cepat!" ujarnya, para Pelayan tersenyum senang lalu mulai menghanduki dirinya. Setelah dikira tubuhnya tidak lagi basah akan keringat, dia kembali berlari menuju taman Lili di kediamannya.

Disana, sosok yang ia panggil Mama sedang duduk menikmati segelas teh di temani oleh seorang Maid.

"Mama." dia memanggil, lalu memeluk Mamanya yang sedang duduk.

Sang Mama mengelus rambut itu lembut. "Jadi bagaimana latihan pedangmu, Putraku?" tanyanya.

"Baik! Jadi ceritakan! Mama menjanjikan satu cerita padaku kan?" ucapnya kelewat antusias.

Sang Mama tertawa lembut. "Baiklah." lalu mengangkat Sang Putra dan memangkunya.

"Hmm, Mama punya banyak cerita. Seperti cerita Burung yang menebas Langit. Atau Naga dan pedang suci atau Cerita tentang Raja dan Lima Ksatriannya. Kamu ingin dengar yang mana?" Tanya Sang Mama halus.

"Raja dan lima Ksatrianya!" ujarnya semangat, matanya berbinar-binar, dia sangat menantikan cerita dari sang Mama.

Sang Mama tersenyum. "Cerita itu ya? Kamu yakin? Karna, cerita ini, sangat panjang dan membosankan. Masih mau dengar?" tanyanya.

Sang anak mengangguk cepat. "Ya!" semangatnya.

"Baiklah, ini cerita tentang Raja. Tapi dia bukan Raja."

"He? Maksudnya?"

Sang Mama tersenyum lagi. "Dia memang Raja, tapi dia bukan Raja yang sesungguhnya. Dia tidak punya Kerajaan, dia tidak punya Ratu, dia pun tidak punya Rakyat." ucapnya.

Anak itu menatap binggung. "Aku tidak mengerti Mama. Jika dia tidak punya segalanya, dia tidak mungkin jadi Raja." ujarnya.

"Kamu benar. Dia tidak mungkin jadi Raja."

"Lalu kenapa?"

Sang Mama mengelus rambut sang putra dengan lembut, ia menatap langit yang tampak begitu biru dan indah. "Mungkin karna takdir."

"Aku semakin tidak mengerti." ujarnya.

Sang Mama lagi-lagi mengelus kepala Sang Putra. "Dia memang bukan Raja yang memiliki segalanya. Namun, dia harus menjadi Raja. Dia harus menyelamatkan segalanya. Karna hal itulah, dia sangat berharga bagi Ksatriannya."

Sang anak menatap Sang Mama dalam. "Mama, jika dia berharga dan harus menjadi Raja. Bukankah dia harus berjuang sangat keras? Dia tidak punya apapun. Lalu, apa yang membuat dia berusaha seperti itu?" tanyanya.

Sang Mama lagi-lagi mengelus rambutnya. "Karna, ada hal yang harus dia lindungi. Ada hal yang harus dia capai. Ada harapan yang harus dia penuhi. Ada mimpi yang harus dia gapai." jawabnya.

"Mama, lalu kenapa Ksatria itu mengikutinya? Dia bahkan tidak punya apapun. Atau karna Raja itu menjanjikan Mimpinya pada Ksatriam?"

"Kamu benar, dia menjanjikan mimpi pada Ksatriannya."

RED SHADOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang