Sampaikan Aku di Pintu Taubat Mu

11 0 0
                                    

Deskripsi:
Kupandangi wajahku di dalam cermin, ada banyak hal ingin kurubah dariku. tetapi, aku masih terlalai dengan suguhan dunia yang sangat indah ini. Rabb, sampaikanlah aku di pintu taubat Mu
***

Berawal dari sebuah reuni kecil-kecilan dengan teman-teman seangkatanku dulu. Netraku tertuju pada seorang teman yang terlihat jauh sangat berbeda, namanya IIn. Dia kelihatan sangat cantik dengan balutan gamis yang menutupi tubuhnya, hijabnya yang senada menambah keindahan yang ada pada dirinya.

Kulihat diriku yang masih jauh dari kata baik. Baju kaos oblong dengan bawahan celana kain masih stay menutup tubuh, tidak ada perubahan setelah tamat dari kuliah. Aku iri padanya yang sudah memantapkan diri lebih dulu untuk berhijrah.
***

Ku raih sebuah gamis berwarna ungu, yang kubeli seminggu lalu. Ingin sekali rasanya mengenakan gamis itu, namun masih ada ragu dalam hati. Ada ketakutan yang begitu dalam menyerangku tiba-tiba.
Dengan berat hati kuletakkan kembali gamis itu dalam almari.

Kutelan berat salivaku sembari menatap lekat pantulan diriku dalam cermin. Sampai kapan? tanyaku dalam hati. Seribu gundah datang tiba-tiba menghantuiku. Ini tidak benar, aku harus bisa seperti dia, kalau dia bisa kenapa aku tidak? bukankah aku dan dia sama?

Kubuka lagi almari, kuambil gamis itu kembali dan kuputuskan untuk mengenakannya malam ini.
Aku melangkah pelan, rasa tidak nyaman membelenggu gerak tubuhku. Maklum malam ini pertama kalinya aku mengenakan gamis keluar rumah.

Dengan setengah berteriak Siah memburuku, mut...tunggu! Aku menoleh, kupelankan langkahku. Dia mengikuti di belakang sambil mengumpatku.

"kukira kau siapa, kau tak pantas mengenakan gamis itu. Seperti banci ucapnya"

Seketika runtuh semangatku yang sudah bulat mendengar ucapannya itu. Aku menyerngitkan dahi serta melemparkan senyum terpaksaku, andai dia tahu hatiku yang sesungguhnya. Ingin rasanya kucabik-cabik mulutnya. Tetapi kuurungkan niatku itu.

Kupercepat langkahku agar segera terhindar dari amarah yang semakin meninggi. Lima menit kemudian aku sampai di tempat tujuan. Dengan sedikit kewalahan kulangkahkan kaki menuju meja tampat kolegaku duduk.

Dengan tatapan tak percaya. Tanti berucap, mut hari ini kau terlihat beda, tidak seperti biasanya. Kami kira kau tadi siapa, rupanya kamu pungkasnya. Aku hanya tersenyum kecil, ada rasa bahagia dipuji demikian. Wajahku sedikit memerah mendengarnya. Kuarahkan pandangan ke depan, netraku menangkap sepasang kekasih bersanding di pelaminan. Mereka tampak sangat serasi dengan pakaian  adat Aceh Singkil. Bahagianya mereka gumamku dalam hati.
***

Kurebahkan tubuh lelahku di atas dipan. Seluruh tulangku rasanya hendak patah. Peluhku bercucuran membanjiri punggungku. Kulemparkan tasku kesembarang tempat, ku arahkan pandanganku ke arah jam, jarum pendeknya tepat di angka 12.00. Cahaya matahari memaksa masuk dari sela-sela dinding rumah.

Aku bergegas menuju kamar mandi,
Membersihkan diri dan berwudlu. Serta menunaikan sholat dzuhur. Seusai sholat, aku merenungi diri, mengingat kembali prilaku dan tindakanku selama ini, tidak ada hal baik yang dapat kuliat disana. Ada dorongan entah dari mana datangnya, memintaku untuk menanggalkan semua prilaku buruk yang menjadi bagian dari hari-hariku.

Dengan mengucap bismillah kumantapkan hati untuk menjemput hidayah yang datang mengetuk pintu hati. Aku tidak ingin selamanya salah dalam menjalani hidup yang sementara ini.

Kuraih gunting yang terletak di atas meja. Kubuka almari dan mengobrak abrik isinya. Ada beberapa kaos oblong yang kukeluarkan dari lemari beserta celananya. Dengan pertimbangan yang matang kugunting lengan kaos itu, begitu juga dengan celananya. Kugunting sependek mungkin agar aku tidak memakainya lagi baik didalam ataupun di luar rumah. Aku pikir cara ini dapat mengubah cara berpakaianku, dan mengubah prilakuku seiring berjalannya waktu.
Hingga akhirnya nanti harapanku tercapai.

"Rabb, sampaikanlah aku di pintu taubat Mu, kekalkanlah imanku, kuatkanlah hati serta pendengaranku dari ejeken-ejekan yang akan menjatuhkanku. Aku tahu, untuk menjadi baik bukanlah perihal mudah, apalagi untuk bertahan dari badai caci maki yang menyudutkanku. Tetapkan imanku yang terkadang naik dan turun dari godaan duniawi yang menjerumuskan. Aamiin Allahumma Aamiin.

Langsa, 28 Februari 2020

Pena Tanpa Nama (MH)

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang