3

1.2K 121 12
                                    

.
.

"Apa acaranya membosankan?" Doyoung menoleh mendengar sebuah suara tepat di sebelah telinganya. Jarak wajah mereka yang cukup dekat membuat keduanya terpana sesaat dan berusaha menjauhkan tubuh masing-masing.

"Tidak. Acaranya sangat meriah sekali. Aku tidak menyangka Johnny akan mengundangku ke acara seperti ini." Doyoung tersenyum canggung dan meminum sodanya lagi. Taeyong menarik kursi dan duduk sebelahnya seraya mengangguk pelan.

"Tentu saja. Kau temanku. Jadi dia juga mengundangmu. Aku juga tidak menyangka acaranya semeriah ini."

"Apa Johnny selalu merayakan ulang tahunnya seperti ini?"

"Tidak," Taeyong memutar wine dalam gelasnya perlahan. "Aku tidak tahu. Aku juga tidak pernah datang sebelumnya."

"Eh? Kenapa?" Doyoung memiringkan kepalanya dan menatap Taeyong kebingungan.

Cute.

"Aku benci ulang tahun." Senyuman sedih terukir di wajahnya membuat Doyoung merasa bersalah. Mungkin dia mengingatkan Taeyong pada sesuatu yang di bencinya. Dengan perlahan Doyoung mengelus punggung tangannya.

"Tidak apa. Itu hanya pendapatku saja."

Keduanya terdiam sesaat berada pada pikiran masing-masing.

"Hyung—"
"Doy—"

Tawa kecil keduanya membuat suasana yang agak tegang itu menjadi lebih cair.

"Kau dulu, doie."

"Huh? Doie?" Doyoung kembali menatap Taeyong dengan bingung, yang hanya di balas kekehan pelan.

"Nama panggilan untukmu. Doyoung-doy-doie."

"Haha baiklah hyung, sesukamu saja."

Keduanya larut dalam obrolan yang tentu saja di dominasi Doyoung. Taeyong terus memperhatikan bagaimana Doyoung bercerita, tangannya yang selalu bergerak menggambarkan apa yang ia ceritakan, ekspresi wajahnya yang menggemaskan, dan banyak hal. Banyak hal yang ia sukai dari seorang Kim Doyoung. Ia tak bisa menyangkal lagi bahwa ia benar-benar jatuh pada kelinci manis ini.

"Bukankah Taeyong bilang akan datang kali ini?" ujar Johnny sembari mengelilingi taman rumahnya yang sekarang sudah penuh dengan dekorasi ulang tahunnya. Penuhnya orang yang datang membuat Johnny harus jeli mencari dimana sahabatnya itu. Jonny menaiki tangga menuju kamarnya, ia menduga Taeyong pasti akan mengurung diri lagi di kamarnya seperti 8 tahun lalu. Langkahnya terhenti di pertengahan tangga saat ia melihat sahabatnya sedang duduk di salah satu meja di samping kolam renang. Dan dia tidak sendiri.

"Doyoung ya?" gumamnya saat melihat figur seorang lelaki lain dihadapan Taeyong yang membelakanginya.
"Tentu saja itu Doyoung. Hanya Doyoung yang bisa membuatnya tersenyum seperti itu."

Johnny menuruni tangga dan berjalan berlawanan arah dari tempat dimana Taeyong duduk. Ia tersenyum mengingat bagaimana senyum sahabatnya tadi. Taeyong tidak pernah sebahagia itu sebelumnya. Ia merapikan jasnya dan mulai kembali bercengkrama dengan para tamunya.

.
.

Taeyong menghentikan mobilnya di depan  sebuah apartemen yang ia yakini tempat dimana Doyoung tinggal. Sedangkan di empunya rumah masih tertidur dengan damainya di kursi penumpang di sebelahnya.

Mengingat apa saja yang sudah mereka lalui membuat Taeyong yakin dengan perasaannya. Johnny juga bilang tidak ada yang salah jika ia menyukai Doyoung. Berulang kali ia meminta pendapat Johnny tentang perasaannya. Dan justru berakhir ia yang semakin jatuh pada pesona seorang Kim Doyoung.

Taeyong membuka seatbelt milik Doyoung perlahan yang tanpa sadar membuat dirinya sangat dekat dengan Doyoung. Tak bisa ia pungkiri bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada lelaki kelinci dihadapannya. Taeyong menatap mata Doyoung yang tertutup dengan damai, membuat ia menyadari bahwa Doyoung memiliki bulu mata yang panjang, kulit yang bersih tanpa cela, pipinya yang bersemu merah muda, serta jangan lupakan bibir mungilnya yang sangat menggoda hanya untuk sekadar sebuah kecupan ringan.

Gerakan tiba-tiba Doyoung membuat Taeyong tersadar dan segera menarik tubuhnya cepat-cepat. Doyoung mengusap matanya dan berkedip perlahan. Rasanya Taeyong ingin menangkup kedua pipinya dan mengecup seluruh wajah kelinci itu dengan gemas.

Astaga. Tahan, Taeyong.

"Uh.. Apakah sudah sampai? Aku tertidur lama sekali ya?"

"Ti-tidak." Dengan tamparan pelan di pipinya membuat Taeyong tersadar akan semua khayalan tidak masuk akalnya.

"Kenapa wajahmu begitu? Ah! Apa aku melakukan hal aneh saat aku tidur? Apa aku mengganggumu saat mengemudi? Aku menyusahkan sekali ya." Doyoung mengerucutkan bibirnya yang tanpa ia sadari bisa membuat Taeyong semakin gila dengan segala imajinasi liarnya di tempat sempit dan gelap seperti mobil ini.

"Tidak. Tidak. Semua baik baik saja, doie."

"Aku pikir aku akan menyusahkanmu lagi." Doyoung tersenyum singkat dan mulai merapikan dirinya. "Terima kasih atas tumpangannya, hyung. Aku pami—"

"Ayo aku antar sampai ke dalam. Bolehkah?"

Doyoung tersenyum sumringah dan mengangguk dengan lucu. "Tentu saja!"

.
.

Suasana sepi di lorong gedung ini membuat langkah mereka cukup terdengar. Tak ada obrolan ringan atau apapun. Hanya melangkah bersama. Taeyong menatap punggung Doyoung yang berjalan sedikit lebih dulu darinya. Bohong jika ia tidak menyadari perubahan dari dirinya sendiri semenjak bertemu dengan Doyoung. Justru ia merasa bingung. Bagaimana pertemuan singkatnya dengan Doyoung justru bisa berdampak besar pada semua kebiasaan dan tingkah lakunya sepuluh tahun terakhir. Kalau malaikat memang berbentuk, ia mungkin benar-benar bisa membayangkan kalau Doyoung itu malaikat yang dikirim Tuhan untuknya.

"Ini rumahku." Doyoung berbalik menatap Taeyong. Taeyong menatap pintu dan Doyoung bergantian.

217.

"Apa kau mau masuk? Mungkin kau bisa menginap, karna ini sudah larut malam. Dan rumahmu juga cukup jauh dari rumahku." Doyoung menatap Taeyong ragu membuat Taeyong justru tersenyum lembut dan mengelus kepala Doyoung. Tanpa sadar tentunya.

"Terima kasih, doie. Tapi aku harus pulang. Lagipula besok aku ada janjian dengan dosen dan semua keperluanku ada dirumah." Menyadari perbuatannya ia segera menarik tangannya dan membuat Doyoung juga tersipu. "Ah, maaf."

Doyoung menggeleng dan menatap Taeyong lagi. "Besok minggu kan? Bagaimana jika setelah pertemuanmu dengan dosen, kita ke pemakaman bersama lagi?"

"Akan kujemput sore ya?" senyuman dan anggukan singkat itu dianggap persetujuan oleh Taeyong.

Seketika sebuah perasaan dalam hatinya berharap bahwa semua ini akan seterusnya seperti ini. Kebahagiaannya, rasa tenangnya, senyumannya. Ia tidak mau kembali menjadi Taeyong yang dulu. Ia ingin seterusnya seperti ini. Dengan Doyoung tentunya.

Tetapi rencana Tuhan siapa yang tau, bukan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aewol-ri [TaeDo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang