_02_TIDAK ADA KATA AKU & KAMU

19 3 0
                                    

Sore ini jalanan kuno masih tetap sama dengan kemarin. Langkah kaki terus menelusuri setiap pijakan yang tidak tentu mengarah kemana.

Baiklah. Seperti biasa, semerbak buku menjadi favorit. Kertas yang telah menguning termakan usia. Tumpukan buku menjadi objek tersendiri. Demikian pula, nampak debu yang menutupi sampul buku pertama. Hanya karena setumpuk buku, bisa-bisa lupa dunia. Tolong ingatkan!

Sepertinya, langkah kaki ini tidak menampakan rasa lelah. Hingga waktu malam mendekat tak terasa. Lampu-lampu mulai menerangi setiap tempat yang ada. Tidak mau kalah, seniman jalan juga turut menerangi hasil karya mereka. Mata ini terus menyusuri sepanjang pinggir trotoar ini, menggagumi dan mencermati setiap detail karya yang dipajang. Sungguh indah!

Malam ini semakin ramai. Memisah dari khalayak ramai memang pilihan tepat.

Kita, 21 Maret 2020

Kita, masih menjadi kata hampir.
Bagaimana tidak? Jarak menjadikan masalah. Merasakan ruang hampa semakin pekat. Semoga lekas tahu, bahwa hanya diri ini yang berjuang

4 tahun lamanya.
Lama? Memang. Ada tekad, ada asa, dan ada harap. Ada, menjadi kata genggaman.
Pada suatu waktu, genggaman mulai renggang.

Suatu waktu memang benar. Saat logika mulai melangkah maju kemudian menerobos perasaan. Kesadaran menyergap, bisikan membelenggu.

Diri ini memang tak pantas mendapatkan ini. Terlalu berharap menjadikan fatal.
Menyusun imajiner sendiri dalam fatamorgana.

Hari ini, singgah di kedai kopi klasik.
Sudut ruangan, tempat paling nyaman. Didampingi tembok serta lampu corong gantung. Sudah biasa ice coffe latte menjadi langganan. Lantas, kopi hitam menjadi pembeda kala ini. Duh! Bingung tertutup penasaran.

Tunggu! Tunggu!
Menyesap kopi hitam seperti berkesinambungan dengan merasakan jatuh cinta. Awalnya ragu untuk mencoba, namun penasaran mulai memuncak. Sesapan pertama, memang terasa pahitnya. Menyesap kesekian kali, mulai terbiasa dan menikmati pahitnya hingga tandas. Titik temu memahami. Jatuh cinta sendiri rasanya seperti kopi hitam, pahit!

Hening.

Hei, dunia, tolong beri sebuah jawaban!
Untuk apa rasa ini muncul seiring untaian kata indah yang berisi omong kosong? Sebesar apapun menyukai, menyayagi, ataupun mengharapkan seseorang, jika ia tidak mengarah ke diri ini. Maka, mawar layu akan selalu menjadi tapak tilas. Salah? Tentu tidak. Tetapi, harus sadar diri.

Bahwa diri ini hanyalah tembok pembatas yang tinggi menjulang. Tidak akan terlihat dan selalu tertutup.

Tertanda,

Manusia

"Apa kabar?!"

Bersambung.💡

354

@Adhelfb_

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MURAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang