Alunan Ar-Rahman yang Syahdu

3.7K 371 143
                                    

"Kok gue gak pernah liat sih?" tutur gadis berkerudung biru.

"Apa? Apa?" tanya temannya yang baru ikut bergabung. Gadis berkerudung hijau itu duduk di depan dua teman sejurusannya. Biasa, akan selalu ramai jika berbicara tentang lelaki kece.

"Ituuuu calon ketua BEM fakultas!" teriak si kerudung hijau tapi dengan nada berbisik. Entah masih bisa disebut berbisik atau tidak, yang jelas nada berbisik itu cukup mengusik beberapa teman sekelas mereka yang sampai menoleh ke arah mereka.

Anne yang duduk di sebelah gadis berkerudung hijau hanya diam, tidak mau mengikuti atau mendengar gosip itu tapi terlanjur tertangkap oleh telinganya. Alhasil, ia pasrah saja sambil mengerjakan tugasnya yang asli-parah ia lupa mengerjakannya. Ia memang pikun soal tugas juga barang-barang. Jadi jangan pernah menitipkan sesuatu padanya karena dapat dipastikan kalau barang itu tak akan pernah kembali pada pemiliknya. Dan untuk tugas ini, untungnya, ia masih punya waktu satu jam sebelum deadline pengumpulan tepat jam 12 siang nanti.

"Siapa? Kak Nathan?"

"Bukan! Bukan! Lawannya!"

Kening si kerudung hijau mengerut. Ia benar-benar ketinggalan berita gegara bolos saat debat ketua BEM yang dilakukan kemarin sore hingga malam di aula fakultas. Aaah tapi ia memang agak malas sih menyaksikan debat itu. Ada hal lain yang lebih penting dan mendesak.

"Oooh! Kak Hamas?!" seru si kerudung pink yang sedari tadi sibuk menyantap seblak yang dibelinya di dekat stasiun.

Kedua pasang mata sahabatnya kini menatapnya seolah-olah berkata, 'kok lo tau sih?'

"Gue udah kenal lama kali," ia seolah menjawab pertanyaan dua sahabatnya, Nia dan Raina. Walau keduanya tak bertanya langsung.

"Tapi kok gue baru liat yak?" tanya si kerudung hijau, namanya Nia.

"Iya lah. Setahun pertama, waktu kita masuk, dia ikutan exchange program ke Jepang. Terus balik-balik langsung nyalon deh," jelas si kerudung pink. Terang saja ia tahu karena punya pacar kakak tingkat.

Oooh, si Raina mengangguk-angguk. "Ganteng sumpah! Gue baru liat ada cowok yang lebih ganteng dari kak Paijo di fakultas kita!"

Sahabatnya, si kerudung pink, tertawa. Lucu mendengar nama Paijo disebut. Asal tahu saja, nama aslinya tentu bukan Paijo tapi Mandala. Entah kenapa berubah jadi Paijo. Mungkin karena nasib atau mukanya yang lawak?

"Terus gimana hasil debat kemarin?" tanya Nia.

"Gue bisa bilang, seri. Meski setahun gak di sini, Kak Hamas bisa mengejar ketertinggalannya. Dan kewibawaannya selama debat, diakui banyak mahasiswa."

"Tapi Kak Nathan kan keren juga, Ji," tutur Raina.

"Lu tau dari mana? Nonton aja kagak," semprotnya.

Raina terkekeh. Iya sih. Meski diajak Jihan untuk menonton, saat akan tiba di aula, ia malah cabut. Lebih memilih menyingkir dari keramaian demi mengejar WiFi di ruangan kosong untuk drama Korea tercinta. Itu lah urusan pentingnya yang jauh-jauh lebih penting dibanding yang lain. Kalau Anne sih gak usah ditanya. Berhubung ia punya urusan kemarin untuk bantu kakak iparnya di Yayasan Pelangi, tentu saja ia melewatkan debat. Ia sudah berjanji untuk datang menghibur anak-anak di yayasan. Biasanya, ia yang paling terdepan dan selalu melontarkan isi pikirannya yang kritis. Tak pernah ketinggalan pula untuk bertanya ketika sesi bertanya dibuka. Tapi ia absen.

"Berarti si Kak Hamas itu harusnya angkatan berapa?" tanya Nia.

"Harusnya sih masuk semester tujuh."

"Jadinya masuk semester lima?"

Jihan mengangguk tapi ia juga tak yakin. Barangkali akan ada kebijakan fakultas. Cowok yang satu itu kan salah satu mahasiswa berprestasi tahun lalu dan mewakili fakultas mereka di tingkat universitas. Walau akhirnya, hanya menjadi pemenang ketiga. Tapi prestasinya patut dipertimbangkan. Barangkali, ia bisa duduk di semester tujuh seperti teman-teman seangkatannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANNE : Fahira AdhiyaksaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang