Siang, Dears! ^^
Aira balik lagi. Semoga bisa menemani Sabtu siang kalian.
Budayakan vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita, ya!
Happy reading! ^^
***
"Om ...," gumam Ardi sambil sekali dua kali berdeham. Tenggorokannya mendadak kering dan membuat suaranya tercekat. Jantungnya berpacu sangat cepat kala berada di bawah sorotan tajam para orangtua. "Aira ketiduran di mobil selama perjalanan pulang. Saya tidak tega meembangunkannya." Ardi ragu untuk melanjutkan penjelasannya saat melihat Papa Aira berjalan mendekatinya. "Jadi, saya memutuskan untuk menggendongnya. Tapi-"
"Terima kasih sudah menjaga putri saya," potong Johan seraya memeluk dam menepuk sedikit keras bahu calon menantunya itu.
Ardi mengerjap bingung untuk sepersekian detik. Dia lantas membalas pelukan calon mertuanya itu diiringi senyum tipis. "Sama-sama, Om."
Setelah pelukan mereka terlepas, Johan mengalihkan pandang pada Aira yang berdiri di samping Ardi dengan mata berkaca-kaca. Rambut putrinya itu terlihat lebih pendek dari terakhir kali yang dia ingat. Wajahnya terlihat lelah, tetapi terpancar bahagia. Tidak ada lagi sinar redup yang dahulu memakan jiwa putrinya. Airanya kembali hidup meskipun tak lagi seceria dulu.
"Putri Papi terlihat sangat cantik menjelang pernikahan. Papi tiba-tiba merasa patah hati akan melepasmu untuk pria ini," ujar Johan seraya menunjuk Ardi. Dia tersenyum penuh sayang menatap Aira. "Papi sayang Aira. Papi kangen," tambahnya lirih.
Aira tak kuasa menahan berbagai gejolak di dadanya. Dua tahun. Dua tahun dia memutuskan pergi dengan harapan mentalnya tak lagi lemah. Dia menutup diri dan hanya bertemu keluarganya satu kali saat bertunangan dengan Ardi. Itu pun bukan Aira yang pulang, melainkan keluarganya lah yang menyambanginya.
Namun, ketika melihat jutaan kasih sayang dan kerinduan di mata cinta pertamanya itu, tungkai Aira refleks bergerak untuk menghambur pada dekapan Johan. Ditubruknya badan besar sang Papa dan mulai terisak penuh rindu.
"Maaf. Maafkan Aira, Pi," pintanya berulang kali.
Johan mengurai dekapannya dan menangkup kedua pipi Aira. Dihapusnya air mata yang membuat kecantikan sang putri berkurang. Senyumnya mengembang lembut dan penuh pengertian.
"Aira tidak salah." Johan mulai membangun pemikiran positif Aira. "Kapanpun Aira pulang, Papi akan selalu menyambut Aira, seperti ini." Dikecupnya kening putri bungsunya itu. "Selamat pulang, Sayang," lanjutnya kemudian.
Ardi tak bisa menyembunyikan senyum leganya saat melihat pelukan haru antara gadis yang dia cintai itu dengan calon mertuanya. Sedikit banyak, dia bangga akan keputusannya untuk membawa Aira pulang. Setidaknya, dia sudah mengabulkan satu permintaan Johan kala dia melamar Aira dulu.
"Ayah bangga padamu, Nak." Gandi menegur Ardi dengan menepuk pundak putra sulungnya itu.
"Mama juga, Sayang," sambung Delisa seraya membawa tubuh Ardi dalam pelukannya. Tak lupa sebuah kecupan dilayangkannya pada kening sang putra.
"Terima kasih, Ardi. Terima kasih sudah membawa putri kami pulang." Kini giliran Marta-Mami Aira-yang menghampiri dan memeluknya.
Usai pertemuan penuh haru itu, para orangtua memersilakan Ardi dan Aira untuk mandi dan istirahat dulu. Mereka berencana untuk makan siang bersama di rumah. Sontak Delisa dan Marta heboh memikirkan menu apa yang akan keduanya masak dan sajikan untuk menyambut kepulangan putra-putri mereka. Sementara Johan dan Gandi sudah pindah ke halaman belakang untuk bermain catur.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FIN
RomanceAira pernah terpuruk. Cintanya yang terlalu besar pada Evan pernah membuatnya gila ketika pria itu memilih meninggalkannya demi menikahi wanita lain. Dalam masa kelam itu, Aira tidak menemukan sebuh kewarasan selain mati untuk mengakhiri rasa sakit...