"kata orang jangan pernah membaca buku untuk kedua kalinya, karna endingnya akan tetap sama. Namun bagaimana kalau ada satu bab yang terlewatkan? Dan bab tersebut sangat berpengaruh pada keseluruhan isi buku tersebut?"
~~~
Suara hujan deras menyamarkan Isak tangisnya. Bajunya masih basah kuyup, Dira memasuki rumahnya dengan helm yang masih terpasang di kepalanya.
"Astaghfirullah alazim... Pulang-pulang ucap salam dulu kek kan mamah jadi kaget, ini juga helm nya pakek dibawa kedalam lagi" ucap Arini ibu Nandira
Bukannya menjawab Nandira malah ikut kaget ketika melihat wajah Arini penuh dengan pasta berwarna hijau, bahkan sampai alis dan kelopak matanya ikut di lumuri pasta tersebut.
"Mama ngagetin Dira aja, iya ini Dira buru-buru nanti aja Dira copot helm nya di kamar"
"Yaudah sana langsung mandi, terus langsung istirahat besok kerja masuk pagi kan?" Tanya Arini yang dijawab anggukan oleh Dira.
***
Dari awal memasuki kamar mandi sampai Dira selesai mandi air matanya masih saja menetes. lemah banget rasanya, andai dulu ia tidak bodoh apakah sekarang mereka bisa bersama? Ia merasa sangat malu bahkan merasa tidak pantas untuk dimaafkan. Terlalu besar kesalahannya pada Zikra, membuatnya malu bahkan untuk sekedar menyapanya. Disini Dira yang salah. Dia yang sudah menyia-nyiakan perasaan tulus Zikra hanya karena hasutan teman-temannya.
Ingin sekali Dira menyapa hanya untuk sekedar menyanyai kabarnya. Dira ingin memberi tahu Zikra bagaimana tersiksanya dia selama ini. Tersiksa dengan perasaan yang terlambat dia sadari.
Tiba-tiba handphone nya berdering, Dira melihat disana tertera nama Alan
"Tadi Lo ujan-ujanan kan? Kenapa gak minta jemput gue aja?"
"Lan....." Tangisan Dira semakin kencang ketika tau yang menelponnya adalah Alan, tetangga sekaligus sahabat baiknya.
"Woy Lo nangis? Kenapa Dir sini cerita"
tangis Dira makin kejer, Alan mengerti cewek itu akan semakin terisak kalau semakin ditanyai. Mending ditunggu sampai dia siap untuk ngomong. Terdengar suara Dira yang masih terisak, Alan dengan setia masih mendengarnya.
"Lann" Dira Mulai berbicara
"Apa? Kenapa sampai nangis gitu hmm?" Tanya Alan pelan.
"Tadi gue ketemu Zikra, terus hiks... Gue denger suara dia Lan, dia ada di Deket gue tapi gue gaberani sapa dia... Gue denger suara dia Lan... Trus dia masih pakek parfume yang dulu hiks..." Dira kembali terisak.
Sampai sini Alan sudah mengerti penyebab Dira menangis sedari tadi. Ternyata maslahnya adalah Zikra. Alan kurang tau rupa cowok itu, karena dulu sekolahnya berbeda dengan Dira dan lumayan jauh juga karna Alan memilih sekolah di luar kota. Lalu mereka bertemu lagi di kampus yang sama. Alan ini lebih tua satu tahun diatas Dira.
"Terus lu mau gimana Dir? Biar Lo merasa lebih lega, percuma kalau Lo terus hindari, sebaiknya Lo berusaha berdamai sama masa lalu Lo itu" ujar Alan
"Gatau Lan gatau gue bingung, dahlah mau kabur lagi" jawab Dira yang langsung membuat lawan bicaranya mendengus kesal. Percuma juga nasihati Dira, Batu banget emang kalau diberitahu nanti nyesel sendiri kayak kejadian dulu. Alan sudah memberitahu Dira untuk mengikuti kata hatinya bukan kata-kata orang yang belum tentu itu kebenarannya.
"Lan gue mau nginep aja dirumah Lo" ucapan Dira langsung membuat Alan ingin menoyor kepala gadis itu jika sekarang ia ada di depannya.
***
Disinilah Dira sekarang, rebahan di atas kasur milik Alan bahkan guling-guling kesana kemari.
"Lan gue bodoh banget gasih"
Itu kalimat kesekian kalinya yang Alan dengar dari mulut gadis yang sekarang membuat dia kehilangan ketenangan di kamarnya sendiri.
"Serah Dir gatau gue mau bilang apa lagi" ujar Alan menyerah.
Sedari tadi dia duduk di sofa kamarnya sambil menonton atraksi Dira diatas kasurnya sambil memainkan gitarnyA
a. Inilah yang selalu terjadi ketika gadis itu sedang ada masalah. Alan sudah terbiasa dengan hal itu Sedari dulu memang tidak pernah berubah."Dira sayang, tadi mama kamu nelpon katamya kamu mau nginep disini yah?" Tanya Alma pada anak tetangga ya itu, gadis yang sudah dianggapnya anak sendiri, apalagi dia sangat ingin mempunyai anak perempuan.
"Lah ini Dira kenapa lagi cobak?" Tanya Alma ketika melihat keadaan Dira diatas kasur Alan.
"Biasalah ma anak baru gede" jawab Alan yang kini mulai memainkan gitarnya.
"Privasi Tante maslah anak remaja" ujar Dira sambil menutup wajahnya agar tidak ketahuan kalau matanya sembab.
"Iya si paling remaja padahal udah 21 plus plus" ujar Alma
"Tante gausah ingetin umur Dira, Dira takut makin tua"
"Terima aja kenyataan sayang, eh iya itu Tante tadi buat brownies coklat kalau mau ambil aja di kulkas" ucap Alma lalu keluar dari kamar Alan.
"Lann mau brownies ambilin" pinta Dira dengan wajah memelas
"Ambil sendiri lah punya kaki tuh digunain" jawab Alan yang masih setia memainkan gitarnya.
"Masalahnya kaki gue tuh lagi kehilangan tumpuan buat berjalan sendiri lu taukan hati gue lagi gak baik-baik aja dan itu ngaruh ke perasaan gue yang bikin gue gak mood terus kehilangan tenaga" jelas Dira dengan alasan konyolnya..
"Alan ambilin" pinta Dira lagi
"Ck beban banget sih" walaupun kesal Alan tetap berjalan menuruti kemauan Dira. memang paling susah menolak permintaan gadis yang satu itu. Alan aja sampai heran bagaimana bisa dia tidak pernah bisa menolak permintaan gadis gila yang sayangnya sudah dia anggap sebagai adik sendiri bahkan dulu mereka selalu dikira pacaran saking dekatnya. Dimana ada Alan disana ada Dira.
***
"Lo kenapa sih kek lesu banget?" Tanya Nining rekan kerja Dira.
YOU ARE READING
who will be forgotten?
Teen FictionFollow dulu sebelum baca ya#jangan menilai buku dari sampulnya, langsung baca aja siapa tau suka kan... ***** Suara itu, suara yang sangat Dira rindukan. Tanpa sadar sebutir air mata menetes. Zikra semakin mendekat sampai hampir di sampingnya, wangi...