"preliminare"

7 0 0
                                    

Dentuman musik yang cukup keras di dalam ruangan yang minim pencahayaan nya ini lah Aura Katlene Kansha berada.

Bayangan semasa kecil nya tidak akan pernah ia lupakan.Semua kesan dan pesan saat itu sudah termainset didalam memori otak nya.

ARA seharusnya menjadi panggilan sayang dari kedua orangtuanya untuk dirinya.Namun realita menepis jauh-jauh harapan itu.Karena dimata kedua orangtuanya Ara bukanlah gadis yang harus dibanggakan.

"Ra lo yakin kesini engga minum?"tanya Jordi salahsatu temannya yang berhasil membuat ia terbangun dari bayangan-bayangan masa kecilnya.

Aura tersenyum miring."Pernah lo liat gue minum?"

Jordi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Kaga sih"

Aura memanglah pergi ke club malam namun ia tidak pernah menyentuh sekalipun minuman yang berbau alkohol.

Dirinya pergi ke club hanya untuk menghabiskan waktu malam ketika sedang merasa suntuk dan jengah dengan kehidupannya.Memang Aura tidak pernah sekalipun menenggak minuman yang mengandung alkohol tetapi ia tidak bisa lepas dari gulungan tembakau.Rokok.

"Gue pinjem korek dong"ujar Aura yang sudah mengapit satu batang rokok diantara jari telunjuk dan tengah.

"Nih,modal makanye"Jordi menyodorkan korek api berwarna hitam yang diterima baik oleh Aura.

"Buseh santuy aja santuy"Aura memantik rokok yang sudah berada diselah bibirnya.Menghisap nikotin kedalam aliran darah melalui selaput mulut,hidung,dan paru-paru.Kemudian mengepulkan asapnya keudara berharap masalah dalam hidupnya setidaknya berkurang terbawa oleh udara.

"Pelipis lo?"tunjuk Jordi pada pelipis Aura yang terlihat sedikit mengeluarkan darah.

"Kepleset gue"alibi Aura.
"Gue cabut duluan ya"Aura memakai jaket jeans nya yang ia taruh diatas meja bar.Langkahnya melongkah jauh meninggalkan club tersebut.

Aura menaiki motor trail nya yang berwarna full hitam serta memakai helm full face nya.Ia mulai menginjak kopling dan menarik gas.Membelah malam ditengah kota Jakarta.

Ia memarkirkan motornya di halaman rumah.Penerangan di dalam rumah sudah tidak terlihat,menandakan semua penghuni rumah sudah tertidur.Aura masuk kedalam rumah dengan langkah yang santai.

"Abis kemana kamu"suara berat dari seorang laki-laki tiba-tiba saja terdengar bersamaan dengan lampu yang menyala.

Aura berdecih."Sialan"

"Engga punya mulut buat jawab?"suara itupun kembali terdengar lagi.

Aura memposisikan tubuhnya untuk menghadap kearah pria bertubuh besar dengan tinggi yang semampai.Yang taklain adalah papa Aura.

"Peduli apa papa dengan Ara?"Aura mendangak sedikit untuk menatap wajah sang papa dengan tatapan penuh kebencian.

"Kamu anak perempuan tapi maunya diperlakukan seperti anak laki-laki ya Ra"bentak papa nya.

"Aduh ada apasih malam'malam ribut"suara gemulai seorang wanita terdengar dari dalam kamar papa nya.Tak lama kemudian si pemilik suara keluar dengan pakaian tidur yang sedikit terbuka.

Aura tersenyum sinis melihatnya.
"Ganti lagi ternyata"
"Lebih baik anda urusin saja perempuan bayaran ini ketimbang saya"ucap Aura dingin dan pergi dari hadapan keduanya.

"Kurang ajar"papanya tidak hanya diam melihat tingkahlaku Aura.Ia mengejarnya dan menjambak rambut anaknya sendiri dihadapan perempuan bayaran itu.Tanpa aba-aba pala Aura di hantamkan begitu saja di dinding.

Benturan yang cukup keras dengan luka yang berada di pelipis nya menyebabkan darah segar mengalir banyak.Namun Aura tidak menangis bahkan melawan.Ia hanya menatap dingin dan penuh amarah kepada laki-laki yang memperlakukan dirinya tidak seperti anak kandung nya sendiri.Benar-benar tidak pantas disebut sebagai seorang ayah.

RagazzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang