Apa karena parasku yang biasa saja, membuat mereka seolah tak suka?
***
Nama ku Pricia Amelia, biasa dipanggil Cia. Mahasiswa semester 5, jurusan Komunikasi. Saat ini aku sedikit berlari menuju kelas yang sudah dimulai sekitar 15 menit yang lalu.
"Permisi pak." ucapku sambil masuk kedalam kelas. Semua mata tertuju padaku, ah bodoamat toh, rumahku menuju kampus cukup jauh. Memakan waktu sekitar 30 menit.
Dosen mata kuliah Psikologi Komunikasi yang saat ini sedang mengajar di kelasku memang baik. Dia akan membebaskan mahasiswanya yang telat. Yang terpenting punya niat untuk belajar.
Aku duduk di barisan paling belakang, satu baris dengan para laki-laki yang aku yakini baru juga datang beberapa menit sebelum aku datang.
Aku mengeluarkan note kecil berwarna coklat dari dalam ransel kecil berwarna krimku. Note yang isi dibagian depannya adalah beberapa tulisan tangan yang aku ciptakan sesuai dengan keadaan. Note yang selalu membuat teman-temanku penasaran apa isi didalamnya.
"Cia, bawa minum nggak?" tanya Reno, yang aku jawab dengan anggukan kecil dan tanganku bergerak mengambil minum di dalam tasku, lalu menyerahkan kepada Reno.
Reno si anak yang tidak bisa lepas dengan rokok. Cowok yang beberapa kali diphp-in sama para perempuan. Padahal wajahnya cukup mendukung, tapi entahlah. Sering sekali para gebetannya itu bikin Reno galau tujuh turunan.
"Makasih Ci." ucapnya seraya memberikan kembali botol minumku.
Aku kembali memperhatikan Pak Adi yang sedang berbicara dengan suara pelannya. Ahh aku mengantuk kalau begini terus. Pak Adi memang baik, tapi untuk perihal pembelajaran, beliau terlalu monoton dan itu akan membuat para mahasiswanya mengantuk. Seperti sekarang ini. Beberapa orang di deretanku sudah terlelap dalam tidurnya. Sialan. Aku juga ingin seperti itu, tapi tidak bisa.
Aku membuka handphone hitamku. Membuka aplikasi whatsapp, mencari nama grup "Until old" grup yang berisikan 4 gadis yang dipertemukan ketika SMA.
Aku mengirim beberapa pesan yang menunjukkan bahwa diriku sedang dalam mode mengantuk, tapi tak bisa tidur. Sampai jam kuliah psikologi komunikasi selesai, diriku masih sibuk dengan handphone.
"Eh Cia, mau kerja kelompok kapan?" tanya Lintang yang kini berdiri di depan mejaku.
Aku yang awalnya fokus pada handphone. Kini beralih menatapnya. Merasa terusik. "Apaan?" tanyaku singkat.
"MAU KERJA KELOMPOK KAPAN?" tanyanya lumayan keras, dia pikir aku tuli?
"Biasa aja dong, gua nggak budek." tuturku sambil merapihkan meja.
Lintang hanya mendengus kesal. "Emang budek, dari tadi ditanya malah sibuk sama hp doang." ucap Tika menimpali.
"Sok ada yang chat, padahal jomblo." kini Reno juga ikut bersuara. Apa-apaan, aku memang jomblo, tapi bukan berarti tidak ada yang mengirim pesankan.
"Ish, iya-iya gua emang jomblo, puas kalian?"
"Hari ini aja, di kosan Riska. Gua nggak bawa laptop, lo ada kan Ka?" tanyaku pada Riska.
Riska menganguk "Ada dong."
Akhirnya kami menuju kosan Riska dengan kendaraan masing-masing. Semester 5 ini tugas tidak terlalu banyak, hanya beberapa. Tapi beberapa tersebut merupakan tugas yang cukup berat.
Tugas kali ini datang dari mata kuliah Investigasi Reportase, Bu Sisi menyuruh mahasiswanya untuk melakukan wawancara kepada para reporter investigasi.
"Kita mau wawancara siapa?" tanya Lintang, ketika kami semua sudah berada di kosan Riska.
Tere menjentikkan jarinya "Tanya Pak Tito aja gimana? Dia kan jurnalis juga, mungkin dia pernah investigasi sesuatu." ujar Tere.
Sambil menunggu Riska yang sedang menghubungi Pak Tito, kami semua makan siang bersama. Aku memakan bekalku yang sudah disiapkan ibu dan mereka yang membeli nasi bungkus.
***
Pukul setengah 6 sore aku pulang kerumah. Sengaja aku pulang sore, Suasana rumah yang seolah mencekam membuatku malas untuk pulang lebih awal. Aku memasuki rumah tanpa mengucap salam, toh tidak ada yang menyahuti ketika aku bersuara.
Kakiku langsung melangkah masuk kedalam kamar, rumah ini terlalu sepi. Ibuku pasti ada di kamar sedang tiduran sambil memainkan handphonenya. Kakakku sudah dapat dipastikan bahwa dirinya belum pulang kerja, karena motornya saja tidak terlihat. Ayahku? Dia sedang berada di rumahnya. Bukan rumah yang sedang aku tinggali saat ini, tapi ada di rumah lain.
Always? Aku bertanya pada diriku sendiri. Ya selalu seperti ini, hampir setiap harinya.
"Udah pulang dek?" tanya ibu dari pinggir pintu kamarku yang sedikit terbuka.
Aku mengangguk "Udah bu, ibu fokus sama handphone mulu, sampai nggak tau kalau anaknya udah pulang." Ujarku jujur.
Aku memang seperti ini. Aku akan menyampaikan apa yang ku rasa tidak ku suka. Yahh walaupun banyak dari mereka yang merasa jengkel karena sifat frontalku.
Ibuku hanya diam, sepertinya sudah malas menjawab perkataan-perkataanku. Ah padahal aku ingin omonganku ditanggapi.
"Ayah mana bu?" pertanyaan asalku, padahal aku sendiri tau jawabannya apa.
Ibu yang baru saja akan meninggalkan kamarku, langkahnya langsung terhenti dan membalikkan badannya. "Lah, ya disana lah. Aneh kamu, biasanya juga kan gitu." jawab ibu kemudian benar-benar pergi meninggalkan kamarku.
Bukan tanpa sengaja aku bertanya seperti itu. Hanya ingin melihat reaksi ibu saja.
Pulang kuliah aku hanya akan tidur, main handphone dan menulis. Yaa. Aku suka menulis. Menulis apa saja yang terjadi hari ini. Bukan berbentuk diary. Tapi akan aku rangkai dalam beberapa kalimat.
Hari ini tidak ada yang spesial, masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Aku sendiri, padahal banyak teman. Tapi entahlah, aku selalu merasa sendiri. Apa juga yang akan dispesialkan? Gadis sepertiku tidak pernah merasa spesial. Dianggap saja sudah untung-untungan.
Jujur, aku penasaran dengan kata spesial. Spesial dalam arti yang sebenarnya. Aku juga ingin merasa dispesialkan. Setidaknya dengan satu orang. Tapi siapa? Pacar? Aku tidak punya. Bahkan diumurku yang mau 21 tahun ini, aku belum pernah merasakan pacaran.
Teman-temanku bilang, kalau pacaran itu tidak enak. Katanya tidak bebas, tapi yang berbicara seperti itu, justru mereka yang pacaran. Aneh bukan? Yahh manusia sekarang memang aneh-aneh, sama sepertiku. Aku ingin dispesialkan, tapi susah didekatkan.
Maklum, aku ini tipe perempuan tomboy dan keras. Mungkin mereka yang mau mendekat sudah takut duluan hahaha. Tapi aku juga ingin disamakan dengan perempuan lain. Hal kecil seperti aku minta tolong saja, teman-temanku selalu bilang "Kan bisa sendiri." ahh, mereka tidak mau menolongku. Padahal kalau perempuan lain, langsung ditolong. Salahku dimana? Apa karena parasku yang biasa saja, membuat mereka seolah tak suka?
***
M
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibalik Tawa
Teen FictionSelalu ada cerita dibalik sebuah cerita. Selalu ada rahasia dibalik sebuah tawa.