Prolog

3 0 0
                                    


     Umbra, adalah titik tergelap dari kejadian gerhana. Bayangan yang menyampaikan kegelapannya ke Bumi. Bukan penyebab tapi hanya perantara yang mengakibatkan. Dia disebabkan oleh bulan yang menutupi cahaya, dan ia mengakibatkan gelapnya bumi untuk sesaat. Tak mengerti ia pelaku atau korbannya.

     Rafaelona Darixa, perempuan yang hanya sekedar mengikuti alunan hidup, hanya terbawa arus sampai bertemu titik jemu. Tak keluar jalur maupun melawan jalur takdir itu sendiri. Tapi, ia yang sudah cukup patuh dan bersyukur dengan aliran ini, masih terjerat dalam lingkup masalah.

     Setiap orang memang tak ingin banyak masalah, begitu juga dengan sang peran utama. Tapi sayang sekali, hidup ini memang sengaja di buat sulit, menguji seberapa banyak orang bertahan, atau orang yang memilih mundur dari kehidupan.

     Pilihan pun tak bosan menjadi masalah utama, milih memilih akan sulit jika ia sama derajatnya, dan setiap pilihan pasti akan berakhir dengan banyak perbedaan.

     *****

     Siang ini, matahari serasa sangat menyengat. Hari Minggu yang biasanya digunakan untuk beristirahat, kini Rafael gunakan untuk membantu sahabatnya, Zea Ravina.

     Karena pacarnya Zea sebentar lagi akan ulang tahun, jadi Zea meminta Rafael untuk membantu mencari hadiah, bukan cuma mengajak Rafael, Zea juga mengajak Rean-sahabat cowok mereka untuk pergi bersama mereka.

     "Jadi, Lo mau nyari yang kayak gimana hadiahnya?" Tanya Rafael kepada Zea.

     "Gue juga ga tau." Jawab Zea menggelengkan kepalanya.

     "Cowo tuh kalo di kasiin hadiah maunya yang kea dia." Sambung Rean masih sibuk milih milih.

     "Kea dia siape?" Tanya Zea lagi.

     "Maksudnya sifat dia." Jelas Rean.

     "Ooh. Gimana ya? Di tuh gak bisa didiskripin sikapnya." Jawab Zea mulai membangga- banggakan kekasihnya.

     "Halahh." Oceh Rafael dan Rean serempak.

     Pemburuan hadiah kali ini, berlangsung cepat, karena Rean yang cowo akhirnya memilih hadiah.

*****

     Kalau udah jalan jalan pasti gak Afdhal kalo gak makan. Akhirnya mereka bertiga pergi makan ke restoran terdekat, dengan kesepakatan Zea yang bayar.

     Gak butuh waktu lama mereka menghabiskan makanan mereka yang datang sekitar 30 menit yang lalu.

     "Hahh, hahh." Desah Zea kepedesan, makan yang ia pesan memang terlihat sangat pedas.

     "Minum oii!" Saran Rafael kepada Zea.

     "Keanya gue harus kekamar mandi." Bukannya mendengar saran Rafael, ia malah berlari menuju toilet. "Jagain barang gue." Itu kata terakhir yang diucapkan sebelum ia benar benar berlari pergi.

     Sekarang tinggal Rafael dan Rean berdua. Yahh, suasana sama sekali gak canggung bagi Rafael, ia asik dengan benda pipih ditangannya.

     "Raf, Lo gak iri sama Zea udah punya pacar gitu?" Tanya Rean tiba tiba, pertanyaannya pun cukup membuat Rafael terkejut.

     "Hah? Pacar apaan? Gue mah nunggu aja." Jawabnya santai, lalu kembali menatap benda pipih itu.

     "Lo bakal nunggu sampe kapan?" Tanya Rean lagi.

     Rafael mengerutkan dahinya. "Lo kenapa sih? Nanya yang gak penting?" Heran Rafael dengan dahi yang setia mengerut.

     "Yaaa, ga papa sih." Jawab Rean yang membuat suasana semakin canggung.

     "Ya, gausah nanya dari tadi!" Ucap Rafael dengan sedikit membentak.

     "Huhh. Gue sebenarnya ada apa apa sama Lo." Perkataan Rean benar benar membuat Rafael kaget, dan berhenti memandangi ponselnya.

     "Gue..."

     Perkataan Rean terputus karena handphone Rafael berdering. Rafael yang tadi sudah menatap Rean, kini berpaling lagi ke layar ponselnya, dan menjawab teleponnya.

     "Iya........ Iya......... Maaf Pa." Ucap Rafael seolah menyahut perkataan dari seberang telepon.
Percakapan jarak jauh itu tak lama berlangsung. Setelah telepon dimatikan, tubuh Rafael terlihat lesu.

     "Maaf Yan, gue balik dulu, bilangin gue cabut duluan ya ke Zea." Kata Rafael sekaligus menitip pesan. Lalu pergi keluar Restoran

*****

     Rafael sudah sampai ke tempat tujuannya. Ya, rumahnya sendiri.

     Rafael masuk kedalam rumah dengan diam diam. Sangat sunyi.

     Tapi rencananya untuk masuk tanpa diketahui justru gagal, karena orang yang dari tadi mencarinya sudah ada di balik pintu.

     "Lo kemana aja dari tadi? Udah gue bilang kalau libur kerja, cari duit yang banyak." Bentak orang tersebut.

     "Kemana Lo hah?" Tanyanya menarik dagu Rafael kasar.



    

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UmbraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang