Hanya kepingan yang berserakan dalam hidupku dan aku mencoba menatanya menjadi sesuatu sesuka jariku 😄😄😄😄😄😄😄
Kumpulan informasi mengenai work2 aku dan di mana kalian bisa membacanya.
Safe dalam library gaes karena aku gak bikin pengumuman di...
Apakah hanya perasaanku ataukah hujan malam ini mengingatkanku tentangmu?
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Lampu jalanan bercahaya temaram di bawah rinai hujan. Bias embun air membuat dinding kaca kafe tempatku berada menjadi buram. Aku duduk seorang diri di dalam kafe yang buka 24 jam itu. Tak ada pengunjung lain selain aku. Dinginnya udara di luar membuat suhu ruangan dalam kafe bertambah dingin. Kurapatkan jaket bomber yang bertuliskan nama salah satu boyband Kpop favoritku. Itu tidak banyak membantu menghangatkan tubuhku. Kaki dan jemariku terasa membeku.
Jam 10 malam bukan jam yang terlalu larut untuk sebuah kota metropolitan, tetapi gerimis malam itu membuat orang-orang enggan keluar rumah rupanya. Aku melirik ponsel sesaat, hanya untuk menyalakan layarnya, memastikan jam berapa saat itu. Aku tidak memiliki seseorang yang harus kutelepon. Tak ada yang perlu kukabari di mana aku berada dan apa yang kulakukaan. Aku seorang diri dan aku teringat padamu.
Tak terasa sudah tiga tahun berlalu. Kita bertemu pertama kali di depan kafe ini, di saat yang sama. Malam dingin dengan gerimis mengundang. Aku berdiri di teras menatap langit, berpikir apakah aku perlu menerobos hujan atau menunggu sebentar hingga hujan reda. Namun hujan tipis biasanya bertahan lama. Sebuah motor sport memasuki halaman dan parkir di emperan. Laki-laki pengandara motor itu melepas helm dan berlari membelah hujan, menuju kafe dengan tas ransel diangkat untuk melindungi kepala. Laki-laki itu adalah kamu.
Kau ikut berteduh di teras kafe dan berdiri tak jauh dariku. Aku tidak memperhatikan jika kau tidak menyapaku. "Menunggu hujan reda?"
Aku hanya melirik, mengira kau bicara dengan seseorang, tetapi kau melihat lurus ke arahku, kurasa aku tidak salah dengar. "Ehm, iya," jawabku singkat lalu kembali menatap jalanan. Hanya terlihat satu, dua kendaraan yang lewat. Aspal hitam basah berkemilauan diterpa cahaya lampu.
"Syukurlah ...!" ucapmu lega, membuatku menoleh padamu hanya untuk menyaksikan kau tersenyum tipis dan terbentuk lesung kecil di pipimu yang tirus. "Jika saat ini tidak hujan, kau pasti akan pergi, 'kan?"
Alisku terangkat mendengar pernyataan itu. Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. "Hmmm, kira-kira begitu," jawabku asal. Kau malah tertawa kecil. Wajahmu terlihat ramah dengan poni rambut menjuntai lemas di dahi. Baju kaus, celana jeans, jaket jersei dan tas ransel yang kau kenakan, aku mengira kau seorang mahasiswa semester akhir, tetapi di kemudian hari aku mengetahui kau bekerja di sebuah perusahaan pembuat aplikasi online.
"Aku bertanya-tanya kapan aku bisa bicara denganmu," katamu lagi, membuatku tercenung. "Aku melihatmu beberapa kali di kafe ini, tetapi kau selalu sibuk dengan laptopmu, jadi ... aku takut menganggu."
Jadi laki-laki ini memperhatikanku selama aku di kafe? Pantas saja aku tidak menyadarinya karena aku sibuk menulis novel di laptopku. Pikiranku mengembara ke mana-mana. Haaha, konyol memang. Di samping pekerjaan tetapku di siang hari, aku punya kegiatan sampingan-hobi yang kuharapkan dapat menghasilkan sesuatu, kalau bisa berupa uang karena ibuku sudah sering memarahiku soal ini-aku juga menjadi penulis online. Sudah ada dua novel yang kuterbitkan di sebuah aplikasi berbagi cerita gratis di dunia maya.