Hujan deras mengguyur wilayah hutan, seketika hawa dingin dan lembapnya terasa menusuk tulang. Namun, tidak menyurutkan tekad seorang gadis untuk tetap berlari menembusnya. Sesekali ia tersandung akar pohon ataupun tergelincir akibat licinnya tanah basah hutan itu saat mencoba menengok ke belakang, memastikan apakah ia masih dikejar atau tidak. Sayangnya ia mendapati dirinya masih belum aman, sekumpulan orang berpakaian serba hitam dengan pedang tersarung di pinggangnya itu semakin dekat.
Gadis itu merutuki nasibnya, ia teringat kedua orang tuanya yang mati-matian melawan kelompok jahat itu. Sementara ayahnya menyuruh dirinya untuk lari. Meskipun berat, akhirnya ia terpaksa untuk pergi.
Aku tidak boleh tertangkap, jika begitu maka pengorbanan orang tuaku akan sia-sia-tekadnya dalam hati.
Hujan mulai reda, menyisakan rintik-rintiknya yang bagi gadis itu bagaikan jarum-jarum kecil yang terus menghujaninya tanpa ampun. Memaksanya untuk menyerah saja. Namun ia tahu hal itu tidak boleh terjadi.
Ia terus berlari, menghapus jejak air mata di pipinya yang entah sejak kapan mengalir. Ia tak menyadarinya karena terlalu takut.
Sesaat kemudian, ia tertegun. Ia merasa tidak lagi mendengar suara langkah kaki orang-orang yang mengejarnya. Ia akhirnya berhenti, memanfaatkan kesempatan itu untuk tubuh dan hatinya istirahat sejenak. Ia terlalu lelah sehingga tidak menyadari bahwa orang-orang itu sudah berdiri di sekelilingnya. Menatap dirinya seperti singa yang berhasil menangkap mangsanya.
Ia jatuh terduduk, air mata kembali mengalir di pipinya. Ia sangat takut.
"Kau tak bisa kemana-mana lagi nona. Ikut kami sekarang juga!", ujar salah seorang dari kelompok itu.
Gadis itu semakin beringsut mundur, "Kenapa aku harus ikut kalian? Kalian sudah memfitnah ayahku merencanakan kudeta pada Yang Mulia!"
Melihat gadis di hadapannya itu bersikeras tidak mau menurut, si pria berpakaian serba hitam habis kesabaran. Ia menghunuskan pedangnya, bersiap menebas gadis itu. Sedangkan sang gadis melotot terkejut, sebelum akhirnya menunduk terpejam, pasrah menanti saat tajamnya mata pedang itu akan mengenai tubuhnya.
Gadis itu merasakan jantungnya berdegup cepat, menahan napas lalu menyadari dirinya tidak merasakan sakit. Apakah dia sudah mati?
Tidak.
Dengan cepat ia membuka mata lalu memeriksa tubuhnya. Tidak ada luka di sana. Hanya pakaiannya yang lusuh karena terjatuh tadi. Lantas kenapa bisa?
Ia dengan cepat mendongak. Matanya terbelalak melihat orang yang akan menebasnya dengan pedang tadi di dadanya telah tertancap sebuah anak panah, hingga kemudian tumbang dan hampir saja menimpanya.
Orang-orang berpakaian serba hitam lainnya sontak mengeluarkan pedang. Menyadari ada musuh yang mengintai, mereka pun memasang sikap waspada.
Hal selanjutnya membuat si gadis terkejut. Tiga anak panah melesat melewatinya dan mengenai tiga orang itu langsung. Hingga membuat semua orang di sana panik, melihat ketiga rekannya yang lain tewas sekaligus.
"Siapa kau?! Beraninya bermain-main dengan kami. Tunjukkan dirimu dasar pengecut!", teriak salah satu pria berbadan kekar.
Tak lama kemudian, seseorang mendarat di tanah dengan sempurna setelah menjatuhkan diri dari atas pohon di belakang gadis itu. Si gadis menoleh terkejut. Dilihatnya seorang lelaki berpakaian hanbok dengan topi lebar yang hampir menutupi wajahnya saat ia menunduk itu kemudian berdiri, sedikit menepuk pakaiannya yang sempat kotor karena bersimpuh tadi. Pandangannya kini tertuju pada si gadis yang balik menatapnya, tatapan terkejut bercampur kagum mendapati lelaki itu sangat tampan dengan tatapan matanya yang tajam seperti elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon Kingdom: The Lost Crown Prince [ONEUS•Seoho]
ActionBerawal dari takdir yang mempertemukannya dengan seorang gadis di hutan barat Moon Kingdom. Gadis itu adalah putri dari seorang kepala biro keamanan istana yang dituduh melakukan rencana kudeta terhadap Raja. Niat membantu membersihkan nama ayah gad...