"Jungkook-ah, ayo!"
Jungkook segera meraih tangan kakaknya dan memegangnya erat. Tanpa berpikir panjang, mereka langsung berlari kencang melewati lorong-lorong istana yang kini tampak seperti suasana medan perang. Suara senjata api bertubi-tubi menggelegar di telinga kecil Jungkook, teriakan para bangsawan dan pelayan istana menggema dari berbagai sudut, dan di sekitar lorong, banyak tubuh tak bernyawa tergeletak tak beraturan, darah mengalir bebas dari luka tembakan menuju karpet beludru di bawah kakinya, merubah warnanya dari merah cerah menjadi kehitaman.
Jungkook merasakan lengan Seokjin pindah dari menggenggam tangannya untuk merangkul lehernya, memaksanya untuk menunduk demi menghindari pemandangan horor yang sedang terjadi di sekitar mereka. Rasanya Jungkook ingin meringkuk di dekapan kakaknya dan menangis. Bagaimana bisa semuanya jadi kacau seperti ini dalam sekejap mata?
Ingatan tadi malam masih segar di dalam pikirannya. Dalam rangka merayakan ulang tahun ke dua belas putra mahkota kerajaan Gwacheon, Yang Mulia Raja dan Ratu Kim mengadakan pesta dansa yang besar dan megah. Mereka membuka istana untuk bisa dimasuki oleh siapa saja, termasuk para rakyat biasa. Jungkook mengingat menari di bawah chandelier besar di ballroom istana bersama Seokjin, berputar-putar tanpa arah sambil tertawa riang. Ia mengenang saat ayah dan ibu memberi mereka pelukan hangat sebelum membiarkan Seokjin dan Jungkook meniup lilin di atas kue ulang tahun yang menjulang tinggi, bahkan lebih dari tubuhnya. Ia mengingat ketika kakaknya diam-diam memberikan dua porsi kue coklat untuknya dengan senyuman jahil, mengetahui ayah dan ibu pasti akan marah jika tahu putra bungsunya terlalu banyak makan manis. Semua memori itu hancur seketika.
Kini, Jungkook hanyalah seorang yatim piatu, seorang pangeran yang hampa. Ayah dan ibunya telah ditembak mati dalam tidur mereka oleh para pemberontak. Istananya diserang dan semua harta dijarah oleh mereka. Ia hanya punya kakaknya yang sangat ia sayangi, yang dengan sekuat tenaga mencoba melindunginya dari malapetaka yang melanda mereka sekarang. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan bila ia kehilangan Seokjin juga.
Mereka sudah berlari dalam sekian lama mengelilingi lorong, mencari arah menuju jalan keluar dari neraka dunia ini. Tubuh mungil Jungkook mulai melemah, lelah karena tenaganya yang terkuras dan emosinya yang meluap. Ia hampir saja tersandung kakinya sendiri bila saja Seokjin tidak memeganginya.
"Kookie, bertahanlah," Seokjin memohon, "sebentar lagi kita akan sampai ke pintu istana. Kita akan keluar dari sini."
"Hyung...hiks..." Jungkook mulai terisak, "Kookie capek...hiks..."
Seokjin menghentikan langkahnya dan berlutut menghadap Jungkook. Wajahnya yang sedari tadi menunjukkan ketangguhan, meredam semua emosi yang dirasakan agar tidak nampak, mulai pecah. Air mata yang mulai menggenang di mata sayu kakaknya perlahan mulai mengalir membasahi pipi tembamnya.
"Kookie," ujar Seokjin sambil menggenggam kedua tangan Jungkook erat, "kita harus kuat ya, Kookie, kamu harus kuat. Sebentar lagi kita akan sampai, ya? Sebentar lagi kita akan bersama, dan tidak akan ada yang bisa memisahkan kita. Hyung janji, kamu bisa istirahat, kamu bisa menangis sepuas-puasnya setelah ini, dan hyung akan selalu ada di sisimu, menemani kamu, untuk selamanya," Seokjin mengangkat liontin dari kalung yang digunakan oleh Jungkook, "bersama di Seoul, bukankah kita sudah berjanji?"
Jungkook menganggukkan kepalanya. "Bersama di Seoul, bersama hyung."
Seokjin mengusap air mata dari pipi Jungkook. "Sekarang, kita hapus dulu air mata kita dan kita lari. Kita lari secepat mungkin, seperti saat kita bermain bola seperti biasanya. Apa kamu bisa, Kookie?"
Jungkook kembali menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Seokjin kembali berdiri, bersiap untuk melanjutkan pelarian mereka. Namun, sebelum mereka dapat mengambil langkah, beberapa sosok tinggi dan besar muncul di hadapan dan menghalangi jalan mereka. Mereka memegang senapan di kedua tangan yang diarahkan kepada Seokjin dan Jungkook. Topeng kulit berwarna hitam menutupi wajah mereka kecuali di bagian mata dan bibir. Di pakaian mereka bagian dada kiri, dibordir lambang kerajaan Kim yang dicoret dengan warna merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon a December
RomanceKim Namjoon hanya punya satu misi; mencari orang yang mirip dengan Pangeran Kim Seokjin, putra mahkota kerajaan Gwacheon yang telah hilang selama hampir lima belas tahun, "mengembalikan"-nya ke keluarganya, dan mendapatkan uang penghargaan yang berl...