01.

206 28 6
                                    

Bulan Desember di Seoul mirip dengan lukisan pemandangan musim dingin yang biasa dipajang di museum seni. Kepingan salju putih turun dengan perlahan dari langit, menghiasi ranting pepohonan yang sudah mulai gundul dan atap rumah warga yang didekorasi dengan lampu kelap-kelip, menyambut hari natal yang akan tiba sebentar lagi. Toko-toko di sisi jalan ramai akan pengunjung, tergiur karena pemasangan tanda diskon yang besar di samping dekorasi santa dan pohon natal palsu. Anak-anak berlarian di sekitar jalanan sambil tertawa, sesekali melempar bola salju ke arah satu sama lain. Sayup-sayup terdengar pula kelompok paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu natal dengan merdu dan penuh penghayatan. Panorama yang indah, bercampur dengan atmosfer penuh dengan selebrasi, membuat suasana di Seoul terasa luar biasa bahagia.

Jungkook mengamati pemandangan tersebut dengan sendu dari balkon mansion miliknya. Matanya tertuju pada dua anak laki-laki yang sedang membuat boneka salju di dekat salah satu rumah. Mereka tampak seperti kakak-beradik. Sang adik menunjukkan sikap lincah dan semangat, jaketnya yang berukuran tebal membuat tubuh mungilnya terlihat hampir tenggelam, topinya yang memiliki rajutan berbentuk bulat di atasnya melambung saat ia berlari ke sana-kemari untuk mengumpulkan salju. Sementara itu, sang kakak hanya mengamati adiknya dengan senyuman geli di wajahnya. Anak itu memeluk bola salju yang terlihat lebih besar dari tubuhnya ke arah boneka salju yang tampak hampir setengah jadi. Lengan kecilnya mencoba mengangkat bola yang ia bawa untuk ditumpuk di atas gundukan salju, namun badannya yang pendek menghalangi misinya. Wajah lucunya menampakan mimik sebal yang menggemaskan, bibir bawahnya manyun dan alis tipisnya mengernyit. Sang kakak yang sejak tadi hanya mengamati susah payah adiknya akhirnya luluh. Ia memeluk adiknya dari belakang dan dengan hati-hati menggendongnya, membantunya meletakan bola salju tersebut untuk melengkapi karyanya. Setelah menurunkan adiknya dari gendongan, anak kecil itu bertepuk tangan sambil mengeluarkan gelak tawa bahagia. Ia memeluk pinggang kakaknya, membenamkan wajahnya di sana, selagi kakaknya membalas dengan dekapan erat.

Jungkook memalingkan wajahnya dari pemandangan itu. Seketika dadanya merasakan sesak yang luar biasa, seakan ia ditusuk oleh pisau tumpul yang menghujam tanpa ampun. Ia menutup kedua dan menarik nafas dalam, berusaha menahan rintikan air yang mulai membendung di kedua manik coklatnya.

Sudah lima belas tahun berlalu sejak peristiwa itu; sejak Jungkook kehilangan segalanya. Ia mengingat kembali saat ia tiba di Stasiun Daegu sendirian, tanpa kepunyaan, tanpa gelar, tanpa keluarga.

Tanpa kakak.

Beruntung, salah satu petugas di Stasiun Daegu mengenali wajahnya. Ia dibawa ke salah satu ruang istirahat untuk petugas dan diberikan secangkir coklat panas untuk menghangatkan tubuhnya. Salah seorang petugas duduk di sampingnya untuk menemani kesepiannya. Ia berkali-kali mencoba untuk mengajak Jungkook bicara, berusaha memberinya hiburan untuk menidurkan dukanya. Namun, Jungkook sama sekali tidak bisa menyunggingkan satu senyuman pun, bahkan bila itu palsu.

Setelah beberapa waktu berlalu, Jungkook mendengar bunyi kerumunan dan langkah kaki cepat dari luar ruangan tempat berlari. Ingatannya tentang para pemberontak yang hampir saja menemukan ia dan kakaknya saat mereka hendak kabur membuat tubuh Jungkook membeku seketika. Tidak ada tempat untuk bersembunyi di sini, tidak ada tempat untuk berlari.

Seketika, pintu ruangan terbuka dan masuklah rombongan tentara kerajaan di dalam ruang sempit itu. Di barisan paling depan, seorang laki-laki paruh baya bergegas mendahului para tentara tersebut. Penampilannya terlihat mencolok dari tentara lain yang memiliki seragam khas dan membawa senapan; ia memakai kemeja putih yang tampak dikancingkan dengan asal, celana hitam dengan resleting setengah terbuka, mantel berwarna coklat tebal yang terlihat mewah, dan sepasang sandal tidur berbulu tebal. Tatapan matanya tampak kalut, melihat ke sekitar ruangan seakan sedang mencari sesuatu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Once Upon a DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang