Mengmeng

2.8K 300 142
                                    


{Win Metawin Opasiamkajorn as Lintang}

***

Ah elah kok Adit gak ngehubungin ya? Aku nulis nomor dengan benar kan? Apa jangan-jangan nol nya kebanyakan? Perasaan udah bener dah, secara aku baca lagi tuh surat sampe empat kali kok.

Apa suratnya gak nyampe? Tapi kan somaynya udah kuborong gocap biar dia mau dititipin. Hemm auk ah, sekarang aku hanya akan menunggu dengan manis.

"Kaaaak, kak Lintang." Seruan Ibu membuatku tersadar.

"Iya bu?" Jawabku. "Tolong ke apotik ya kak, Langit panasnya semakin tinggi. Beliin penurun demam sma obat pusing, sama sekalian mampir ke minimarket beli puding juga. Ini uangnya." Aku mengangguk sambil mengingat pesanan Ibu.

Sebelum pergi kusempatkan mencolek hidung adikku yang sedang sakit. "Cie jagoan bisa sakit juga."

"Bacot!" Adikku mendengus, tapi suara yang keluar hanya berupa gumaman saja. "Mo nitip apaan, sekalian aku mau keluar."

"Gausah. Dah sana pusing!" Aku mengangkat bahu dan meninggalkan adikku yang berusia 14 tahun itu agar kembali tidur.

"Berangkat ya bu!" dan Ibu berpesan hati-hati.

Karena dekat aku menggunakan sepeda motor yang sudah butut. Kenang-kenangan milik Ayah yang dibawa dari desa. Meskipun sudah butut tapi masih terlihat bagus karna Ayah rajin mencucinya.

Setelah membeli obat ke apotek, aku melajukan sepeda motor menuju minimarket betamart.

'Semua udah dapet! Tinggal pulang cuy!' Batinku. Baru saja aku menstarter motor Ayah, tiba-tiba seorang bapak-bapak menepuk pundakku.

"Nak, motornya berasep tuh?" Aku menoleh dan mendapati asap tebal sudah mengepul.

"Ajg! Kenapa pula ini woy." gerutuku. Seumur-umur belum pernah motor ini berasep kaya gini. Ahh sial banget aku hari ini.

"Lama gak di gunain ya dek?" Bapak-bapak itu meneliti motor Ayah. "Kayaknya harus ke bengkel inimah."

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Apa boleh buat, mau bagaimana lagi? Aku berterima kasih dan memutuskan menuntun si butut ke bengkel terdekat, yang ternyata tidak ada.

Kuusap peluh di dahiku, dan memutuskan menghubungi ibu terlebih dahulu karna aku takut ibu akan khawatir. Kulanjutkan menuntun si butut, jika sampai satu kilometer tidak ada bengkel aku akan membawa si butut pulang ke rumah. Biar besok saja aku coba otak-atik di rumah.

Bruuummmmm...

Tiba-tiba seseorang menghentikan motornya di depanku. Aku memicing melihat helm full face yang terasa familiar itu.

"Bego."

Nah kan, kayaknya aku tahu dia siapa..

"Adit?" Ucapku gak yakin.

Adit menaikan kaca helm dan mengangkat alis tebalnya. "Napa?" Tanyanya sambil melihat si butut.

"Mogok. Berasep, kagak tau dah kenapa." Balasku. Adit menaikkan bahu. "Oh." balasnya singkat. Ia membalikan badan menuju motornya lagi dan pergi..

"Ajgggg!! Bukannya bantuin malah pergi! B*** m*****!!" sumpah serapah aku ucapkan untuk si bloon Adit. Malang sekali nasibmu Lintang. Niat baik untuk menolong adik tercinta jadi seperti ini. Aku meratapi nasib kembali menuntun si butut hingga sampai di rumah.

Sementara itu...

"Mana bang orangnya?" Seorang laki-laki berseragam bengkel turun dari sebuah motor.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Way of Love [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang