Stepping Stone

387 67 2
                                    

"Eunseo... Maaf..."

Jungwoo jatuh berlutut di hadapan Eunseo yang tengah menatap kosong kearah peti mati dimana tubuh dingin sang kakak tengah terbaring dengan kaku. Tubuh keduanya yang terbalut pakaian berwarna hitam tanda berkabung terlihat sama kelamnya dengan suasana saat ini. Semua orang, bahkan Jungwoo, ikut menangisi kepergian mendadak Taeyong. Tapi daripada suara tangisan yang menyayat hati itu, fakta bahwa Eunseo sama sekali tidak menangis sejak dia pertama kali mendapat kabar kalau kakaknya telah tiada lah yang jauh lebih mengkhawatirkan.

Jungwoo sama sekali tidak memperdulikan raut terkejut yang ditampilkan orang-orang ketika mereka secara tidak sengaja menemukan posisinya yang tengah berlutut, karena menurutnya hal-hal seperti harga diri bukanlah yang utama untuknya saat ini.

"Eunseo, jangan begini, kumohon." Suara serak Jungwoo sekali lagi terdengar. Beberapa orang baru yang kebetulan baru saja memasuki ruangan tempat keduanya berada sontak buru-buru berputar balik demi memberikan privasi bagi keduanya. Mereka mungkin memberitahukan kepada yang lain untuk melakukan hal yang sama karena setelahnya Jungwoo tak lagi mendapati keberadaan orang lain yang masuk ke dalam ruangan.

Wajah Eunseo yang sejak awal terus menatap lurus kearah depan akhirnya terunduk guna menyamakan arah mata dengan milik yang lelaki. Setelah beberapa saat terlewat begitu saja tanpa ada percakapan yang terjadi antara keduanya, dia akhirnya membuka suaranya. Sesuatu yang tidak dia lakukan sejak mendengar kabar duka itu.

"Jangan bagaimana, maksudmu?" Suaranya terdengar pecah seiring tetesan air mata yang terus ditahannya sejak tadi akhirnya turun juga. Air matanya jatuh melewati pipi, lalu turun membasahi lengan jas hitam milik Jungwoo yang berada sejajar di bawah wajahnya. "Kau mau aku melakukan apa, Jungwoo?"

Menggunakan sebelah tangannya yang tidak sedang memeluk pinggang yang lebih muda, Jungwoo mengusap aliran air mata itu menggunakan ibu jarinya. Hatinya ikut hancur melihat Eunseo hancur.

"Bagaimana bisa..." Suaranya terdengar parau. "...Bagaimana bisa dia pergi secepat itu? Demi Tuhan, aku bahkan masih melihatnya tersenyum bodoh beberapa jam sebelumnya!"

Kalau tidak mau dibilang benci, mungkin kata yang benar untuk mewakilkan bagaimana orang lain melihat Eunseo mengganggap kakaknya adalah seperti dia tidak perduli.

Tapi orang-orang itu tidak tahu Eunseo.

Dibalik semua tindakan serta perkataannya yang dingin, lebih dari siapapun, Eunseo menggantungkan hidupnya pada Taeyong. Bagi Eunseo, Taeyong adalah mataharinya, bulannya, dan juga hidupnya.

Eunseo terlihat menyedihkan. Kehilangan Taeyong dari hidupnya terasa seperti pukulan berat baginya. Jungwoo bahkan tidak sampai hati untuk menyampaikan berita yang pagi tadi dia dapatkan dari sang ayah.

Berita tentang seberapa mengerikannya neraka bernama keluarga yang selama ini selalu berada disekitar sang  sahabat baik. Berita yang sama yang membuatnya sempat menghabiskan waktu selama berbelas menit lamanya untuk mengurung diri di dalam kamar sebelum pergi ke rumah duka hanya untuk menangisi ketidaktahuannya atas apa yang terjadi pada Eunseo walaupun mereka hampir selalu bersama disetiap waktunya.



═════════════════

═════════════════

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[ON REVISION] Hurt Road - JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang