Hatinya telah tertutup rapat.
Tatapan Bulan kosong; menatap lurus kearah secangkir kopi susu yang masih mengepulkan asapnya. Seketika, gadis malang itu tersenyum miris. Dan hujan turun, bersamaan dengan air mata Bulan yang luruh karena hatinya tak kuat lagi menahan sakit. Dadanya sudah sesak bukan main.
ᬵ ᭧
Kalau kalian bertanya perihal manusia mana yang tak beruntung, maka Bulan akan mengangkat tangan dengan antusias dan mengakui bahwa dirinya salah satu dari manusia tak beruntung itu.
Entah sudah berapa mulut yang berbicara bahwa tak semua orang mau memperlihatkan sisi buruknya. Mereka hanya mau memperlihatkan sesuatu yang ingin mereka perlihatkan saja. Namun Bulan tidak. Diamnya adalah pisau yang perlahan membunuh habis seluruh rasanya, namun tawa pun sudah tak berminat untuk terlukis pada wajah rupawannya. Bulan adalah langit malam pada saat hujan turun ke bumi, kosong dan menyedihkan. Dan ia tak tahu kemana kakinya harus melanjutkan langkahnya.
Sudah hari keenam, dan Bulan masih tak sanggup untuk menjalankan hari-harinya. Rasanya, dunia sudah berhenti dan waktu tak lagi mau berdetak untuk membuat gadis itu tetap hidup. Bulan menghela napas kasar, ia beranjak dan keluar dari sebuah tempat yang tak pernah menertawai saat ia rapuh dan tak pernah bertanya perihal apa yang membuat dirinya bahagia; kamarnya yang sudah ia anggap lebih dari sekedar rumah.
Seorang laki-laki berkepala empat yang duduk tepat di hadapan televisi yang menayangkan acara komedi kesukaannya, namun Bulan yakin bahwa pikiran ayahnya tak menetap bersama dengan raganya. Kenangan manis bersama mendiang istrinya masih tersiar dengan jelas, dan itu menjadi sebuah kenyataan yang memilukan bahwa kini sang puan sudah tak dapat digenggam lagi jemari lentiknya.
Bulan rasa, ayahnya tak bisa tertawa lepas lagi meski serial televisi itu menayangkan sebuah lelucon.
Namun kini, Bulan merasa bahwa semesta telah memutar balik semuanya; bahwa yang menjadi lelucon kini adalah hidupnya.
Bulan tak sanggup.
Lantas, tanpa perlu berpikir panjang ia kembali memasuki kamar. Dan objek yang pertama kali netranya rekam adalah foto mesranya bersama seorang laki-laki yang usianya satu tahun lebih tua darinya. Lagi-lagi, hati Bulan teriris dengan sadis.
Dan semesta ternyata se-bercanda itu, membawa pergi dua orang yang teramat Bulan cintai secara sekaligus.
ᬵ ᭧
tambahan ::
karakternya nyusul ya, guys! hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amerta
Novela JuvenilSebuah rapuh yang dihidupkan kembali; yang merasa sekujur tubuhnya turut mati saat bahagianya dibawa pergi. Ia tertatih melewati perih yang entah akan dibawa kemana, lantas menemukan sebuah titik dimana; bahwa ia kembali merasa dicintai.