12. DI ANTARA PERASAAN MENGGEBU DAN MERAGU

5.4K 481 18
                                    

Selamat dini hari, Dears! ^^

Maaf baru bisa update jam 1 pagi begini. Hara baru kelar kerjaan. Semoga masih ada yang belum bobok, ya..

Jangan lupa vote sebelum membaca dan komentar di akhir cerita.

Happy reading!

***


"Kemarin Ardi menemui Mami sama Papi."

Aira yang sedang sibuk mengupas buah kiwi menoleh cepat ke arah Marta. "Kemarin? Kok Aira tidak tahu, Mi?"

"Waktu itu kamu lagi belanja bahan-bahan kue di supermarket. Dia bicara hal serius yang membuat Mami sama Papi syok," cerita Marta sembari menyusun rantang yang sudah diisi beberapa menu makan siang.

Siang ini, putri bungsunya itu berencana menyambangi rumah calon mertuanya. Alih-alih membeli buah tangan, Marta memilih turun tangan langsung untuk memasak. Tentu saja dibantu oleh Aira. Putrinya itu juga sudah sibuk membuat kue sejak pagi.

"Memangnya Mas Ardi bicara apa, Mi?" Aira meletakkan pisau dan mendekati Marta.

Marta menghentikan aktivitasnya. Dia menyerongkan badan ke arah Aira. Glabelanya mengerut, membentuk tatapan penuh keheranan. "Dia tidak bilang apa pun padamu?"

Aira menggeleng. Bibirnya menipis dan berusaha mengingat hal penting apa yang terkahir kali dia dan Ardi bahas. Namun, nihil. Dia tak menemukan petunjuk apa pun dari mengorek ingatannya.

Bahu Marta turun beberapa senti saat mengembuskan napas sedikit kentara. Dia lantas melenggang menyambangi oven dan mengeluarkan satu loyang sponge cake. "Dia bertanya dan meminta pendapat kami," ujar Marta seraya memindahkan sponge cake yang baru matang itu ke sebuah tatakan kue.

"Soal?" Aira mengambil alih loyang kue yang sudah kosong dari tangan Marta dan membawanya ke tempat cuci piring.

"Dia ingin memajukan tanggal pernikahan kalian."

"Apa?" Badan Aira sontak berputar. Dia berderap menghampiri Marta. Dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan sekadar untuk mencari manik mata Marta. "Mas Ardi ingin memajukan tangga pernikahan kami?" tanya Aira untuk memastikan apa yang baru saja dia dengar.

Marta memutar badan dan bersandar pada meja. Ditatapnya Aira lamat sebelum melontarkan pertanyaan mematikan. "Kamu dan Ardi tidak melakukan sesuatu yang fatal, 'kan?"

Beberapa lipatan halus sontak muncul di kening Aira. "Maksud Mami?"

"Kamu tidak sedang hamil kan, Sayang?" tanya Marta ragu, tetapi sorot matanya menyiratkan kecemasan berlebih, takut bila dugaannya benar.

Tawa Aira pun bergema di seantero dapur. Dia mengibaskan telapak tangannya beberapa kali. "Mami ngaco!"

"Aira, jawab Mami! Kamu ... masih perawan, 'kan? Ardi belum nyoblos kamu, 'kan?" Marta tak ikut tertawa. Sorot matanya kini berubah serius berkali-kali lipat dari sebelumnya.

"Eh?" Tawa Aira langsung lesap. Untuk sepersekian detik, Aira merasakan rahangnya kaku dan lidahnya mendadak kelu. Dia tak menemukan jawaban yang tepat untuk menjawab. Bukan pertanyaan Marta yang salah, melainkan dia sadar kalau jujur hanya akan membawa kecewa.

"Maafkan Aira, Mi. Ardi tidak pernah menyentuh Aira terlalu jauh. Dia sangat menjaga Aira, sayang Aira. Tapi, Aira juga bukan seorang perawan. Aira pernah melakukan kesalahan besar. Kesalahan yang menjadi satu-satunya alasan kenapa dulu Aira sangat ingin mati." Rentetan penuh penyesalan dan kata maaf itu hanya bisa Aira lontarkan keras dalam hati.

TOO LATE TO FORGIVE YOU | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang