•due•'A seaman in the ocean of hearts'

10 1 0
                                    

Italia, masih dengan malam yang sama.

"Ra, ingin aku kasih tahu sebuah cerita tentang seorang pelaut tidak?" Tanya Reyhan kepada sosok yang berada di sampingnya.

"Kasih tempe saja," ucap sembarang Sierra. Tanpa mengalihkan pandangannya dari benda yang paling dia sukai, bintang.

"Kau ini. Betul tidak ingin aku kasih tau?" Tanya Reyhan lagi. Berusaha membuat gadis berparas cantik itu penasaran.

"Han, memang apa yang spesial dari dirinya? Sampai sampai kamu bersikeras menceritakan dia padaku," Tanya Sierra.

"Kamu akan tau setelah mendengarkan ceritaku. Jadi, mau aku ceritakan atau tidak?"

Sierra akhirnya menoleh, lalu menghela nafas. "Bahwa?"

"Bahwa ada salah satu pelaut samudera yang saat ini sedang bingung akan rakitnya. Bingung ingin dibawa kemana, mau tenggelam oleh asamnya samudera, atau terus berlayar dan terombang ambing oleh besarnya ombak," Reyhan terhenti sebentar, menarik nafas untuk melanjutkan ceritanya.

"Karena ada banyak hal yang harus ia pikirkan. Ia tak mau tenggelam sebelum berhasil mendarat di pulau tujuannya, namun sang samudera sepertinya belum mengizinkan ia untuk terus berlayar. Dan sialnya lagi, ia kehilangan sang Orion. Sehingga ia tak tau arah untuk melanjutkan perjalanan nya," ucap Reyhan sembari melukis senyuman manis disertai lesung yang ada di pipinya.

"Lantas? Apa yang harus aku lakukan? Salahkan saja dia karena tidak membawa kompas. Lagi pula, sang Orion tak mungkin pindah dari tempatnya," Ucap bingung Sierra.

"Itu Karena awan gelap lebih mendominasi langit malam, Ra. Sehingga sang Orion tertutupi olehnya. Kamu tau kan, seberapa kesal seorang nelayan jika harus berhadapan dengan awan awan gelap itu?" Jelas Reyhan.

"Huft, memang awan gelap itu sangat menjengkelkan. Dengan lancangnya ia berani menutupi indahnya langit malam. Menyeramkan pula," Sungut Sierra, menunjukkan kekesalan nya terhadap awan gelap. Reyhan yang melihat itu hanya bisa menahan gemas.

"Jika begitu, bisakah kamu bantu dia? Bantu dia untuk menentukan jalan untuk sampai ke pulau tujuannya dan bantu dia untuk menyingkirkan awan awan gelap itu," ucap Reyhan, masih lengkap dengan manik mata menatap gadis kelahiran Bandung itu. Yang ditatap pun membalasnya, menarik pandangannya dari gugusan bintang dan beralih kepada sosok pemuda tinggi itu.

Kau lihat itu wahai semesta. Mungkin memang benar, kedua manik mata itu memiliki warna yang berbeda. Tetapi, bisakah engkau menerka arti dari tatapan mereka? Yang salah satu dari mereka saja tidak pernah tau dan 'menolak tau' akan arti tatapan dan perasaan itu.

"Bagaimana yang harus kulakukan? Aku saja tidak tahu dimana pulau yang ia tuju." Ucap Sierra. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu mengangkat bahunya.

Reyhan hanya terus tersenyum manis, masih dengan tatapan lembutnya.

"Kamu tak perlu mencarinya, Ra. Karena itu sudah ada di dalam dirimu," ucapnya, lalu menyelipkan sebagian anak rambut milik Sierra ke balik telinganya.

"Hah? Apa maksudmu?" Tanya Sierra.

"Iya, pulaunya itu kamu, hatimu."

Sierra mengerutkan dahinya. Bingung akan pernyataan dari si pemuda kelahiran Jogjakarta itu. Ia kemudian menundukkan kepalanya, berusaha mencerna rangkaian kata kata dari si laki laki berambut hitam legam itu.

Apa maksud perkataan nya, kenapa pulaunya itu aku. Batin Sierra.

Lalu ia kembali mendongak, hendak menanyakan beberapa hal. "Lalu apa itu samudera? Kemudian apa maksud dari awan gelap itu?" Tanyanya. Ia menatap lekat lekat garis wajah pemuda disebelahnya. Menunggu jawaban sembari berharap jawabannya bisa dengan mudah untuk ia pahami.

Reyhan berpaling, menatap kembali gugus gugusan bintang di langit. Menarik nafas untuk meladeni pertanyaan dari Sierra.

"Sederhana saja untuk di jawab, Ra" lalu ia tersenyum untuk kesekian kalinya. Merasa puas karena cerita nya mendapat respon yang bagus dari si pendengar. "Samudera, itu takdir. Lalu awan awan gelap itu adalah rasa takut, cemas, keraguan, dan seluruh penghalang dari si pelaut,"

Setelah mendengar jawaban dari Reyhan, Sierra hanya berdecak kesal. Pernyataan nya hanya membuat Sierra semakin pusing.

"Memang siapa sih pelaut itu? Kenapa ia harus repot-repot mencariku? Padahal aku tak pernah hilang dari Bumi. Lalu, apa yang harus kulakukan untuk membantunya? Kalau saja aku bisa bertemu dengannya, pasti sudahku jambak rambut milik dia. Menyebalkan sekali." sungut Sierra, entah keberapa kalinya. Gadis ini memang suka sekali bersungut-sungut.

Reyhan tertawa kecil. Kemudian ia menghela nafas pelan. Hendak menjawab pertanyaan bertubi-tubi dari si gadis penyuka astronomi itu.

"Percaya saja pada diriku, Ra. Maka si pelaut akan dengan mudah menemukan mu."

Dan ya semesta. Entah Sierra yang terlalu bodoh, atau Reyhan yang terlalu rumit. Si gadis tak pernah tau arti dari kalimat terakhir dari si pemuda itu. Dan alhasil ia selalu mempercayai Reyhan tanpa tahu siapa si pelaut itu, yang sebenarnya adalah Reyhan sendiri.

Samudera memang kadang selucu itu.

{Incontrarsi}

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

luna e stellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang